Begitu pertemuan rutin Senin pagi itu selesai, di batas pintu ruang meeting Isla mencengkram siku Susan, menariknya ke balik pintu tangga darurat. “Kenapa sih La?” “Lo yang kenapa?” Susan mengerutkan keningnya. “Apa maksud lo tiba-tiba manasin Pak Ibra biar gue yang dikirim ke Medico?” “Lho, emang yang gue bilang salah? Kan emang gitu kenyataannya, La. Andalan di sini kan lo, bukan gue!” “Oh, lo jealous?” tanya Isla seraya terkekeh sinis. “Terserah lo mau bilang apa! Gue cuma kepingin bisa temenan normal sama lo. Ngga lo curigain terus.” Isla diam saja, tak menanggapi. “Kayaknya berapa kalipun gue minta maaf sama lo, pikiran buruk lo ke gue tetap ga bisa hilang ya La?” Kelu. Herannya, wajah Susan justru terlihat sendu. Susan memaksakan senyumnya, ia lalu meraih handle