Waktu sudah mendekati pukul sembilan malam saat keduanya meninggalkan restoran itu. Isla lagi-lagi mengacaukan moment romantis mereka. Di tengah ciuman panas setelah saling menyematkan cincin, Isla tiba-tiba menarik diri, menagih janji Zhen petang tadi. “Isla mau lihat kuda.” Empat kata yang terangkai menjadi satu kalimat itu terus saja berulang di benak Zhen. Membuatnya tak henti menghempaskan napas. ‘Kesel banget gue! Mana yang bilang cowok ga peka? MANA? Gue gebok tuh orang! TUH ISLA YANG GA PEKA!’ Lagi-lagi Zhen mendengus. Padahal Isla terus saja tersenyum seraya menatap menembus jendela di sampingnya. “Isla....” Isla menolehkan wajah, senyuman itu bagaikan terpahat di sana. “Harus lihat mereka sekarang?” “Iya. Emang kenapa?” “Ga apa-apa.” “Mas sakit?” “Ngga.” “