Beberapa hari berlalu setelah penyelamatan Ella yang dramatis. Sebastian dan Lucas kini berada di ruang pertemuan di gedung pemerintahan bersama pegawai lain yang hendak merundingkan pernikahan yang sempat tertunda. Meski Lucas tak banyak berbicara dengan Ella, dia tetap ingin menikahi gadis itu dalam waktu dekat.
Meski ada rasa keberatan dalam diri Sebastian, dia tidak akan melakukan tindakan ceroboh hanya karena perasaan sesaatnya. Dia yakin setelah Lucas menikah dengan Ella, perasaannya pun akan sirna seperti sebuah daun yang kering yang jatuh di sebuah batu, dia akan pergi begitu angin bertiup.
“Pernikahan akan dilaksanakan tiga hari lagi.”
Begitu kata Isa ketika gadis berusia tujuh belas tahun itu datang membawa air untuk Ella mencuci muka. Meski sempat terkejut, Ella akhirnya tersenyum manis karena menurutnya Lucas pun tak kalah menawan dari sang ayah, Sebastian Adams.
“Seperti apa Tuan Lucas itu?” tanya Ella basa-basi. Dia juga ingin tahu seperti apa sosok calon suami yang merawat Anna sampai sembuh.
“Tuan Lucas adalah laki-laki yang sangat baik. Meski dia banyak dikagumi oleh gadis-gadis di sini, dia tidak pernah bersikap angkuh, tetapi juga tidak pernah berbuat sesuatu yang membuat mereka semakin berharap.” Isa menarik napas terlebih dulu. “Nona tahu, maksudku … Tuan Lucas itu benar-benar luar biasa.”
“Lalu seperti apa Tuan Sebastian?”
Isa meletakkan lipatan bajunya dan menerawang ke atas. “Tuan Sebastian, ya … dia lebih luar biasa daripada Tuan Lucas! Bahkan kepopulerannya pun melebihi Tuan Lucas sendiri dan ada banyak wanita yang berlomba mendapatkan hatinya!”
“Konyol sekali,” gumam Ella, “Kenapa memperebutkan seseorang yang sudah menikah?”
Isa menoleh ke arah Ella. “Nona Ella pasti belum tahu, tapi … Tuan Sebastian sudah lebih dari sepuluh tahun tidak punya istri.”
“Apa?!” Ella mendelik lebar. “Tidak punya istri, kau bilang?”
Gadis berambut kecoklatan itu mengangguk sambil melanjutkan pekerjaannya melipat baju. “Sejak kematian Nyonya Roxenna, Tuan Sebastian tidak pernah menerima wanita mana pun dan pihak kerajaan juga tidak pernah mengeluarkan gulung merah untuknya.”
“Kenapa begitu?”
“Itu karena Tuan Sebastian punya pengaruh besar untuk perebutan wilayah barat.”
Ella mengangguk mengerti. “Ternyata Tuan Sebastian tidak hanya baik, tetapi juga luar biasa.”
Tepat setelah itu terdengar suara ketukan pintu yang membuat Ella dan Isa teralihkan perhatiannya, kemudian Lucas masuk dan membuat kedua gadis itu beranjak dari tempatnya masing-masing. Ini adalah kali pertama pemuda itu datang ke kamar Ella.
“Aku hanya penasaran apakah Nona Ella sedang sibuk atau tidak.”
“Tidak!” Ella menjawab cepat dan membuat Isa cekikikan. “Maksud saya … saya tidak begitu sibuk ….”
“Syukurlah. Aku ingin mengajak Nona Ella minum teh sebentar di taman. Kebetulan ada banyak bunga mawar yang berbunga.” Lucas tentu saja beralasan. Dia hanya ingin mengenal Ella lebih jauh agar dia tahu seperti apa karakter calon istrinya. “Apa Nona Ella bersedia?”
“Ya. Saya akan bersiap-siap.”
“Kalau begitu saya akan membantu Nona Ella bersiap-siap,” timpal Ella semangat.
Lucas kemudian melangkah pergi dari kamar Ella dan bergegas ke taman belakang sambil menunggu para pelayan membawakan teh hangat dan beberapa kue kering yang manis. Sementara Isa mendandani Ella dengan kemahiran tangannya yang suka merias.
Rambut merah kecoklatan milik Ella yang bergelombang dikepang oleh Isa, tak lupa diberi hiasan jepit berbentuk bunga yang makin mempercantik nona mudanya itu.
“Saya hanya memberi perona bibir dan pipi karena wajah Nona Ella benar-benar bersih. Kalau saja ini musim dingin, pasti wajah Nona sudah merona dengan sendirinya,” ujar gadis itu.
“Ini hanya minum teh, tetapi kau meriasku seolah aku hendak pergi ke pesta.” Ella tersenyum tipis sambil menatap wajahnya sendiri melalui cermin. “Kau pandai merias, Isa.”
“Sebelum datang ke sini, saya memang penjual kosmetik di pasar, Nona!”
“Rupanya begitu.”
Setelah selesai dirias oleh gadis serba bisa itu, Ella bergegas ke taman ditemani Isa yang hanya akan mengantarkannya saja, lalu pergi setelah Nona Muda tersebut bersama dengan Lucas. Namun, langkah mereka terhenti ketika melihat gadis lain tengah duduk berhadapan dengan Lucas.
“Ternyata Tuan Lucas mengundang Nona Anna juga?” Isa bertanya-tanya meski agak kecewa.
Sementara Ella hanya bergeming menatap dua cangkir teh bermotif mawar yang ada di atas meja. Hanya ada dua cangkir yang artinya itu adalah miliknya dan milik Lucas. Akan tetapi, sepertinya Anna kebetulan datang dan duduk di sana.
“Mari, Nona.”
Ella menghentikan Isa yang hendak berjalan.
“Apa ada yang salah, Nona Ella?”
“Lebih baik kita pergi saja, Isa.” Ella berbalik arah dan membuat Isa bertanya-tanya sambil menoleh ke belakang sesekali.
Gadis itu pergi bukan karena merasa cemburu atau dikhianati sebab kalau boleh jujur, Ella tidak punya perasaan apa pun kepada lelaki bernama Lucas tersebut. Ella memutuskan pergi karena dia melihat senyum bahagia di wajah adik tirinya yang baik hati itu. Dia tidak ingin karena kedatangannya, Anna terpaksa mengalah.
Selama ini selain Liana, Anna lah yang menjadi sosok penyelamat saat Michella dan ayah tirinya marah sampai melakukan hal-hal kasar padanya. Ella tidak tahu bagaimana membalas kebaikan Anna, tetapi jika ada sesuatu yang bisa dijadikan untuk balas budi, dia akan melakukannya sekarang juga.
“Isa, apa Tuan Sebastian ada di ruangannya?”
Isa menggeleng. “Tuan Sebastian seharusnya sudah pergi ke balai kota untuk mengurus surat pernikahan Nona dan Tuan Lucas.”
Ella terbelalak lebar mendengarnya. “Aku harus menghentikan Tuan Sebastian!”
Gadis itu mengangkat roknya yang berat, kemudian berlari meninggalkan Isa yang kebingungan. Ella harus menyusul Sebastian dan menghentikan niat pria itu bagaimanapun caranya sebab jika tidak, dia akan melihat kekecewaan di wajah Anna selamanya.
“Nona Ella!” Isa berlari mengejar Ella yang baru saja berbelok ke arah kiri. “Balai desa ada di sebelah kanan, Nona!”
Dengan cepat Ella berputar balik dan mengejar Sebastian yang mungkin saja sedang berlari menggunakan kuda. Meski demikian, tidak ada kata menyerah dalam hidupnya meski itu artinya dia akan kehabisan napas karena berlari memakai gaun berat yang dijadikan simbol seorang wanita terpandang.
“Aku harus menghentikan Tuan Sebastian!”
Gadis itu meringis, memaksa diri untuk berlari lebih cepat dan tak menghiraukan Isa yang sesekali berhenti untuk mengatur napas. Karena dengan begitu Ella bisa mengejar Sebastian yang baru saja terlihat turun dari kuda untuk membeli sesuatu di toko sepatu. Agaknya dia tertarik pada salah satu di antaranya.
“Tuan Sebastian …!”
Sebastian yang hendak menyentuh sepatu berwarna biru dengan motif bunga kuning segera menoleh dan mendapati Ella yang berlari mengejarnya. Dia segera beranjak menghampiri gadis itu.
Ella hampir saja jatuh ketika berusaha menghentikan langkah begitu tiba di dekat Sebastian, tetapi kecepatan lari membuat kakinya lemas dan hampir terjatuh kalau saja pria itu tidak menangkapnya di waktu yang tepat. Mereka kini saling berlutut dan berhadapan.
“Apa yang membuat Nona Ella berlari seperti ini? Apa ada sesuatu yang serius?”
Sembari mengatur napas yang tersengal-sengal, Ella mengangguk.
“Tolong batalkan pernikahan saya dengan Tuan Lucas!”
Sebastian tidak mengerti betul dengan sesuatu yang dikatakan oleh Ella. Dia lantas meminta gadis itu untuk masuk ke kedai teh yang posisinya tepat di sebelah mereka berdiri dan berbicara dengan pikiran terbuka agar semuanya menjadi jelas.
“Saya tidak mengerti mengapa Nona ingin membatalkan pernikahan dengan Lucas. Apa dia melakukan sesuatu yang tidak menyenangkan?”
Pertanyaan Sebastian dibantah langsung dengan gelengan kepala Ella. “Tidak. Tuan Lucas sama sekali tidak melakukan hal yang buruk. Hanya saja … saya merasa tidak yakin.” DIa mencoba memberanikan diri menatap Sebastian. “Saya pikir akan sulit bagi Tuan Lucas menikahi saya yang tidak punya perasaan apa pun padanya.”
Sebastian masih tidak mengerti dan butuh penjelasan yang setidaknya lebih bisa diterima. Membatalkan pernikahan yang ditetapkan oleh pemerintahan itu bukan hal yang mudah, kecuali salah satu dari mereka mati atau ada seseorang yang sudi mengganti posisi.
“Nona, saya yakin Nona tahu apa yang bakal terjadi jika pernikahan ini dibatalkan.”
“Saya tahu.” Ella menunduk lemas, tetapi dia tidak punya pilihan lain. “Dan saya tidak masalah dengan itu kalau memang saya bisa berbalas budi kepada Anna.”
Sebastian mengernyit. “Berbalas budi kepada Nona Anna?”
“Saya ingin Anna menikah dengan Tuan Lucas.”
Pria itu dibuat tak bisa berkata-kata dengan ucapan Ella barusan. Jika memang Ella ingin berbalas budi dengan cara menikahkan Anna dengan Lucas, Sebastian pikir ini bukan hal yang tepat apalagi dampak melawan pemerintahan bukanlah hal kecil.
“Nona Ella, Anda mungkin dilarang menikah sampai dua tahun kedepan!” Sebastian menekankan ucapannya.
Ella tersenyum miris seraya mengalihkan pandangan ke arah lain. “Saya tahu, Tuan, tapi … itu hanya dua tahun. Anna sudah memperlakukan saya dengan baik selama lima tahun lebih. Jadi saya mohon, lakukan keinginan saya, Tuan!”
Sebastian menghela napas kasar. Dia tidak bisa berkata-kata melihat sosok gadis yang entah bersikap keras kepala, atau kelewat baik, atau justru bodoh. Hanya saja, dia juga memikirkan Ella yang ingin berbalas budi. Terlebih lagi, gadis itu tidak mengharapkan Lucas menjadi suaminya.
“Saya tidak bisa menjanjikan apa pun, Nona. Karena ini bukan sesuatu yang bisa saya lakukan seorang diri.”
Ella mengangguk-angguk lega. “Terima kasih, Tuan!”
Meski Sebastian mengangguk, dia tidak lantas pergi ke pemerintahan dan mengajukan pembatalan pernikahan seperti keinginan Ella. Dia harus berbicara dengan Lucas terlebih dulu karena hal ini berkaitan juga dengannya.
Apalagi sepertinya lelaki itu tampak senang dengan pernikahan ini. Jika tiba-tiba dibatalkan tanpa tahu alasannya, Lucas pasti akan sakit hati sekali. Akan tetapi, untuk berjaga-jaga, Sebastian akan membicarakan hal ini dengan pejabat yang menangani gulungan merah dan berusaha untuk meringankan hukuman semisal pengajuan pembatalan pernikahan itu diterima.
Sore harinya, Lucas meminta penjelasan pada gadis yang seharusnya menikah dengannya minggu depan. Dia duduk di depan Ella yang menunduk, ada jarak sekitar satu meter di antara mereka yang makin memperjelas tidak adanya ketertarikan gadis itu padanya.
“Boleh … aku tanya mengapa?”
Keduanya duduk di gubuk tengah taman ditemani dua cangkir teh. Lucas ingin berada di sana dengan Ella, tetapi untuk mengenal gadis itu lebih dalam, bukan untuk berbicara tentang batalnya pernikahan mereka.
“Saya … hanya merasa tidak pantas untuk Tuan Lucas,” jawab Ella pelan, “Anna gadis yang baik. Dia juga punya Ayah yang menyayanginya dan itu cukup menguntungkan untuk Tuan–”
“Jadi maksud Nona ... Nona tidak diperlakukan dengan penuh kasih sayang seperti Nona Anna?”