“Wah, astaga! Kamu meminta kursi manajer?” tanya Tegar dengan tatapan mata tidak percaya. “Aku hanya bercanda, kenapa menatapku dengan ekspresi seperti itu, lagi pula mana mungkin aku menduduki posisi manajer,” gerutu Rini pada Tegar. “Kenapa tidak bersedia menjadi asisten pribadiku saja?” tanya Tegar pada Rini dengan ekspresi kesal. “Kamu sudah punya sekretaris dan dua asisten pribadi, untuk apa menambahkanku lagi? Pengaturan jadwalmu juga sudah bagus, tidak ada yang salah, selama ini perusahaan juga sudah berkembang dengan cukup baik,” gumam Rini pada Tegar. Mereka terus mengobrol sampai keduanya tiba di area parkir hotel. “Sejak kapan kamu mengawasi dan mengetahui perkembangan perusahaan?” tanya Tegar dengan tatapan mata penuh selidik. Rini berkacak pinggang lalu memutar badan me

