Sulit mencari alasan untuk tetap tinggal, bahkan ia tidak punya cara lain selain terlihat konyol dan tetap berdiri di dekat Maureen. Menghadapi tatapan dua wanita yang kini ada dihadapannya jauh lebih sulit dibanding dengan menghadapi presentasi untuk meyakinkan klien. Keduanya menatap aneh ke arah Anjas yang tetap tidak mau beranjak dari tempat duduknya, walaupun terik matahari sudah membuat wajahnya memerah. Bisa dipastikan ia akan mengalami sakit kepala setelahnya, bukan hanya sekedar alibi untuk menolak Siska saja. “Pak Anjas mau ikut kita makan? Doyan emang makanan kayak gini?” tanya Alifa, memecah kecanggungan. “Doyan, kamu pikir saya pilih-pilih makanan?” Anjas menganggap pertanyaan wanita itu seperti sebuah ajakan, dengan keberanian yang hanya tinggal sedikit, ia mendekat, men