Bab 8

1098 Kata
Kami jadi tontonan warga sekitar saat petugas satpol PP mengiring kami berdua naik ke atas truck. Beberapa warga mencibir dan menatap kami dengan tatapan jijik seakan kami adalah sampah masyarakat yang tidak layak hidup di dunia ini. Astaga! Wajahku entah sudah berbentuk apa saat ini. Emosiku semakin naik saat Rakha terlihat santai menikmati keadaan memalukan ini. "Bahagia ya?" tanyaku penuh nada sarkasme. "Hmmmm, kapan lagi kita naik truck berdua kayak gini. Lucu tau!" Nenek moyang loe lucu! Set dah. Aku pengen berkata kasar tapi teringat di rahimku ada anaknya dan mulut ini harus terjaga dari ucapan kotor agar anakku kelak tidak menuruni sifat bapaknya yang kotor itu. Aku menutup mata lalu membuang napas agar emosi yang kian membara bisa padam. "SMA berapa mbak? Kok mutu banget? Ke gep ngapain? Cipok atau ML?" tanya sepasang anak muda yang ikut diangkut petugas satpol PP bersama kami. Gila, anak muda sekarang pengetahuannya tentang permesuman sungguh luar biasa. Aku yang sudah berumur saja baru ngerasain s*x sebulan yang lalu dan aku sangat menyesal kalau tahu endingnya akan seperti ini. "Mutu?" tanyaku tidak paham maksud ucapan mereka. "Muka tua, beb. Mereka bilang kita ini udah tua kok masih diangkut satpol PP." Rakha tertawa lantang menjelaskan maksud ucapan mereka sambil memegang perutnya. Emosi yang tadi mulai kendur kini kembali tetsulut dan reflek aku memukul Rakha dengan sekuat tenaga agar kekesalanku hilang. "Mutu elo bilang? Gue tua karena makan hati liat kelakuan elo b*****g homo nyebelinnnnnnn!" Rakha awalnya membiarkan aku memukulnya tapi tak lama dia menangkap tanganku lalu menarikku ke dalam pelukannya, kami saling menatap tanpa berkedip. Dadaku berdetak cukup kencang. Mungkin pengaruh emosi. "Ciyeeeee mau lanjut mbak? Ya deh kita-kita tutup mata," ejek anak muda tadi sambil cekikikan melihat poseku yang kini menempel ditl tubuh Rakha. "Hey, kalian nggak ada kapoknya! Masih saja mau m***m," teriakan satpol PP membuatku mendorong Rakha agar jauh dariku. "Maaf pak, gara-gara remnya mendadak makanya nempel," balasku membela diri. Aku pun menjauh dari Rakha agar detak jantungku kembali normal. Lebih baik aku puasa ngomong daripada emosiku kian sulit terkontrol. **** Akhirnya semua salah paham selesai saat kedua orangtua kami datang menjemput dan menjelaskan kenapa kami bisa selarut itu di taman dengan mengenakan seragam sekolah. Untungnya petugas satpol PP mengerti dan melepaskan kami. Aku yang kadung marah memilih pulang ke apartemen menolak saat Rakha ingin mengantarku dan memilih pulang menggunakan taksi. Tanpa terasa aku sampai di apartemen saat jarum jam menunjukkan angka dua dini hari. Tubuhku terasa kaku dan tidur adalah penyembuh dari rasa capek, tanpa berganti pakaian aku langsung merebahkan tubuh ke atas ranjang. Pagi harinya. Aku terbangun saat alarm di ponsel berbunyi, aku mencoba membuka mata. Untungnya rasa capek hilang dan tubuhku terasa ringan dibandingkan tadi malam. Aku berniat untuk mandi tapi aku urungkan saat sadar pakaian sekolah yang tadi malam aku masih kenakan kini berganti piyama tidur bergambar hello kitty. Aku yakin Rakha pelakunya. Tak lama pintu kamar terbuka dan aku melihat Rakha membawa baki berisi makanan. "Pagi cantik." Cih, jangan harap aku mau balas. "Nih aku bikinkan sarapan." Nggak bakal aku makan. "Masih ngambek?" dia lalu duduk di sampingku. Aku membuang wajah ke arah berlawanan. "Say ..." "Gemaaa," lalu dia mencolek pinggangku beberapa kali. "Masih marah?" kali ini suaranya terdengar sangat kuatir. Kali ini aku bakalan puasa ngomong sampai dia sadar apa kesalahannya. "Maafin aku ya." Aku? Rakha kok jadi sweet gini. Jangan-jangan dia kerasukan setan di taman. Rakha sepertinya salah tingkah dan dia sengaja batuk untuk menormalkan suaranya. "Maaf kemarin sudah buat elo kesal, gue sadar kemarin keterlaluan dan nggak mikir perasaan elo." Nah ini baru Rakha. Rakha lalu berdiri dan dia kini jongkok di depanku. Tangannya lalu mengambil tanganku dan dia mencium tanganku. Aku bisa apa? "Nyebelin banget sih elo cong." Setelah itu dia tersenyum lebar. "Gini toh rasanya bujuk istri kalo lagi ngambek. Dicium dikit langsung luluh," ucapnya. "Gue belum jadi istri elo ya, jangan ge er. Kalo gue nggak mau ngelanjutin pernikahan kita gimana?" ancamku. "Ya udah kita kumpul kebo, kumpul babi atau kumpul setan sekalian. Asal gue bisa jadi babehnya anak kita dan elo jadi enyak anak gue." "Serah elo cong. Gue ini cuma babi, kebo dan setan kan di mata elo." Rakha menggelengkan kepalanya. "Elo itu ... Soulmate gue." Tanpa sengaja senyum tersungging di ujung mulutku meski dengan cepat aku sembunyikan. "Nggak ada elo gue lebih baik kawin lagi wkwkwkkwkww," sambungnya dengan senyum jahilnya. Reflek aku mengambil bantal lalu melemparnya. Rakha lalu keluar dari kamarku sambil mengejekku berkali-kali. Ya Tuhan. Entah bagaimana pernikahanku kelak bersamanya. Aku harus siap makan hati melihat perangainya yang kekanakan saat sedang bersamaku. **** Kenapa Rakha saat sedang bersamaku sangat berbeda dibandingkan saat berada di kantor. Pagi ini aku melihatnya sangat berwibawa ketika menghadapi satu masalah yang menurutku cukup pelik tentang kerjasama dengan investor baru. Tidak ada guyonan, tawa jahil dan sikap manja ditunjukkan seorang Rakha Gailendra. "Saya mau kalian lebih fokus sebelum kerjasama dengan group INTAN BERSAMA selesai ditanda tangani," ujarnya mengingatkan. "Baik pak," sahut semua karyawan termasuk aku. "Dan saya ada satu berita penting untuk kalian ketahui. Bulan depan saya akan menikah dengan ibu Gema, saya yakin kalian sudah dengar isu atau gosip tentang hubungan kami." Ya, aku dan Rakha sepakat mengumumkan rencana pernikahan kami tapi aku melarangnya mengumumkan tentang rencana menjadi bapak rumah tangga dan untungnya Rakha kali ini menuruti keinginanku. Seluruh karyawan bertepuk tangan lalu mengucapkan selamat atas pernikahanku. Selesai rapat banyak karyawan perempuan langsung mengerubungiku untuk mengucapkan selamat. Aku mencoba berbasa basi dan mengucapkan terima kasih walau risih karena mereka banyak mengajukan pertanyaan yang aku pun bingung mau menjawab apa. "Mbak kok bisa ya pak Rakha mau nikahin mbak?" Gue juga nggak tau Zaenab! "Mbak gimana cara nangkap ikan seperti pak Rakha?" Loe kate Rakha mujaer! "Mbak kok bisa hamil? Karena kita main gundu Maemunah! Ya ML lah makanya gue bisa hamil. Dan banyak pertanyaan lain yang bikin kepalaku pusing. "Oke. Kalian mau tau kenapa pak Rakha mau sama saya?" Seluruh karyawan langsung mengangguk. "Karena gue cantik!" Boleh narsis kan? Seluruh karyawan pelan-pelan mulai pergi dengan mulut seakan ingin menyumpahiku tapi mereka tidak berani karena bulan depan aku akan berstatus istri atasan mereka. Setelah semua bubar aku kembalu ke ruanganku dan saat melewati ruang kerja Rakha aku mengintip melalui pintunya yang sedikit terbuka. Rakha sedang duduk di meja kerjanya sambil membaca sebuah dokumen, lengan bajunya kini terlipat sampai ke siku. Dasinya yang tadi rapi mulai berantakan. "Masuk aja sih, ngapain ngintip-ngintip. Entar matanya bintitan," ujarnya meski matanya masih menatap dokumen. Setelah itu dia mendekatiku. "Males ah, perut gue lapar." "Lah kok sama? Kayaknya anak kita bikin enyak dan babe nya mulai sehati." "Serah loe." Aku pun meninggalkan Rakha. ****
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN