Hanung berada di ujung ketakutannya. Menangis tergugu dengan badan gemetar memohon supaya dibiarkan hidup. Sedangkan Herman dengan belati terhunus perlahan menunduk dan berjongkok tepat di sampingnya. “Sttt …” Dia menyuruhnya diam dengan meletakkan telunjuk di bibir. Suara tangis Hanung benar-benar berisik, ketakutan yang dia tunjukkan sekarang begitu jauh dengan sifat arogannya selama ini. “Ayu Nayaka sudah mati. Bagaimana kalau kamu menyusulnya, supaya dia punya teman berangkat ke neraka?” Mata Hanung melotot melihat ujung belati itu mendekat, lalu runcingnya menyapa kulit wajahnya. Tubuhnya semakin tremor, mata berkilat marah Herman dan raut bengisnya itu benar-benar membuat Hanung takut jika sedetik kemudian belati akan ditancapkan di tubuhnya. “Tolong, ampuni aku. Aku benar-ben