Bukannya tertawa saat mendengar jawaban Trisna yang bernada canda, Clay justru merasa semakin khawatir. "Nggak ngerti aku kenapa Pak Id milih dia." Trisna bergumam penuh sesal. "Pak Niko sendiri gimana tadi?" tanya Clay. "Ya. Dia sih kayaknya pasrah aja gitu. Eh, apa kata Bilal?" "Pak Naresh itu anak pemegang saham terbesar." "Kalo itu aku juga tau. Si tua Siro. Bapaknya mah kelewat ramah, suka kasih duit kalo ketemu. Udah pernah?" Clay menggeleng. Dia belum bertemu si tua Siro. "Oh iya. Udah jarang jalan dia. Karena denger-denger sakit-sakitan. Maksudku itu penilaian Bilal tentang Naresh. Kamu pasti udah nanya-nyanya." "Bilal bilang dia baik, tapi cuekan." "Cih. Baik dari mana. Aku ngomong mukanya ke mana, kayak jijik liat aku." "Perasaan Ibu aja kali." Clay berusaha berpikir po

