Perjalanan pulang terasa lama, jarum jam pun berjalan sangat lama, Cleona merasakan itu semua. Dismenore yang ia rasakan belum juga mereda, malah bertambah sakit. Telinganya sempat berdengung tadi, matanya sudah berkunang-kunang, napasnya memburu, namun Cleona coba menahan semuanya dengan mencoba untuk tertidur.
Kin yang melihat Cleona kesakitan, ia pun bingung harus bagaimana. Kin sudah membujuk Cleona untuk pergi ke klinik dan bertemu ayahnya, namun Cleona menolak.
Kin kembali mendengar napas Cleona yang memburu. "Cle? Kamu baik-baik aja?" Tanya Kin, yang sesekali melihat kearah Cleona dan ke jalanan. Hujan turun dengan sangat deras, sehingga menghalangi pandangan Kin.
Cleona hanya mengangguk untuk menjawab pertanyaan Kin. Pikiran Kin sedikit terganggu, lebih baik ia menepikan mobilnya, karena takut terjadi sesuatu yang tidak diinginkan. Ia menepikan mobilnya kesebuah parkiran ruko-ruko yang sedang tutup.
"Kenapa berhenti? Aku mau pulang," ucap Cleona yang merasakan mobilnya berhenti. Ia berbicara sambil menutup matanya.
"Aku enggak fokus sama jalanan, apalagi kamu kaya gini," kata Kin.
Kin melihat Cleona mengusap-usap perutnya, dan ia pun memberanikan diri untuk ikut mengusap-usap perut Cleona.
"Kamu mau ngelahirin ya? Tapi perasaan aku belum pernah bua--" belum selesai Kin menyelesaikan ucapannya, satu buah pukulan mendarat di lengan Kin.
"Kak Kin ..." rengek Cleona karena kesal.
"Iya-iya ...."
Kin melihat Cleona perlahan membaik, ia membantu Cleona membenarkan posisi duduknya. "Atur napasnya," ucap Kin dan dilakukan oleh Cleona.
Cleona pun membuka matanya. Ia melihat wajah Kin yang cukup dekat dengan posisinya. Melihat wajah itu, wajah yang sangat tampan dan sempurna, membuat Cleona sangat betah untuk melihatnya.
"Iya tau aku ganteng," ucap Kin yang membuat Cleona tersadar.
"Apasi, Kak Kin lebay."
Kin sedikit tersenyum. "Bersyukur punya pacar ganteng."
"Kamu kok jadi narsis ya? Hm ayo pulang," kata Cleona yang cepat-cepat ingin menidurkan badannya.
"Masih sakit?" Tanya Kin.
Cleona mengangguk. "Hati aku sakit," kata Cleona dengan suara pelan.
Kin menaikkan alisnya. "Katanya perut yang sakit."
"Siapa cewek tadi?" Cleona tiba-tiba teringat dengan kejadian di sekolah tadi.
"Cewek?" Tanya Kin. Ia pun berpikir hal apa yang ia lakukan tadi bersama perempuan.
"Hm ...."
"Cewek yang mana?" Tanya Kin yang masih bingung.
"Yang mana? Yang mana, Kak? Memangnya berapa cewek yang kamu deketin sampe kamu bilang yang mana?"
Cleona merasa emosinya di puncak sekarang. Kenapa Kin selalu memancing emosinya seperti ini. Cleona lebih baik menghadapkan dirinya kearah jendela. Melihat Kin, hanya membuat dirinya emosi.
"Enggak usah marah-marah. Jelasin," ucap Kin yang juga merasa capek mendengar Cleona terus marah.
"Lupain," kata Cleona singkat.
Kin memukul stir mobil karena sangat kesal kali ini. Cleona yang melihat itu menutup telinganya.
"Lu pikir beban hidup gua cuma lu aja? Lu kira dengan lu marah-marah gak jelas, bisa nyelesain semuanya?" Kin sudah tidak terkendali.
Cleona yang melihat Kin seperti itu, air matanya sudah menetes keluar. Ia takut saat ini, sangat-sangat takut. Cleona tidak berani melihat kearah Kin yang sedang marah itu.
"Untuk kesekian kalinya, lu nuduh gua."
"Otak negatif lu yang selalu mikir gua yang enggak-enggak."
"Lu mikir selama ini gua main cewek di belakang? Iya?" Kin masih berbicara dengan nada tinggi di dekat Cleona.
Jantung Cleona sudah berdebar, ia sangat ketakutan saat ini. Tangisnya sudah tidak bisa ia tahan.
"Tadi Levy-kan?" Cleona memberanikan diri untuk berbicara kepada Kin karena ia harus meluruskan semuanya.
Cleona tidak mendengar ada jawaban dari Kin. Ia pun mengusap air matanya untuk mencoba berbicara dengan Kin.
"Bukan tuduhan ataupun otak negatif aku yang selalu mikir yang enggak-enggak sama kamu. Tapi ... Aku ngomong semua ini dengan nyata. Aku ngeliat dengan mata kepala aku sendiri. Apa aku masih salah?" Cleona berbicara dengan suara parau.
Kin terdiam di sana, ia mencengkram kuat stir mobil. "Kamu marah berarti kamu merasa. Apa salahnya sih, Kak? Buat jujur sama aku. Buat bilang semua hal sama aku. Aku selalu cerita sama kamu tentang kejadian keseharian aku, tapi kamu enggak pernah. Terus selama tiga tahun ini kamu anggap aku apa?"
"Gua gak suka lu terus mikir hal yang enggak-enggak tentang gua." Kin membalas ucapan Cleona.
"Tentang Levy atau siapapun orang yang kamu suka selain aku. Aku cuma mau bilang, aku sayang kamu, aku cuma mau ... Aku, jadi tempat kamu pulang."
.....
Sebuah klakson mobil berbunyi, pintu gerbang rumah mewah itupun terbuka. Kin melarikan diri pergi menuju rumah Reynand, karena sudah ada David, dan Ben di sana.
Kin memarkirkan mobil Cleona di depan rumah Reynand. Dengan wajah dingin andalannya, ia berjalan keluar mobil sambil membawa tasnya dan masuk kedalam rumah Reynand.
Ada satu orang asisten rumah tangga yang mengantarkan dirinya menuju kamar Reynand. "Silahkan masuk, Den," ucapnya. Kin pun mengangguk dan masuk kedalam kamar Reynand.
Ketika masuk, ia melihat ada Ben dan David yang tengah bermain PlayStation, dan Reynand yang tengah bermain ponsel di dekat Ben.
Tanpa sepatah katapun, Kin duduk di sofa dekat David yang tengah bermain PS itu.
"Astoge, gua kira patung vila pindah ke sini," kata David yang terkejut melihat Kin yang sudah merebahkan tubuhnya di sofa.
"Nape, Bos? Mukanya kusut aja," kini Ben yang ikut berbicara.
Reynand yang melihat keadaan Kin yang sepertinya sedang tidak baik-baik saja, ia pun mengambil minuman softdrink dan di lemparkannya kearah Kin. Dengan tepat, Kin menangkap kaleng minuman itu.
"Gak kerja, lu? Ben? Kin?" Tanya Reynand yang membuka suara.
"Bosnya aja di sini, ngapain gua kerja," kata Ben yang matanya masih fokus kearah televisi yang besar itu.
"Kenapa lagi, lu? Kusut amat muka," kata Reynand mencoba memancing Kin untuk berbicara kepada mereka.
"Udah tau gua, doi kenapa," kata Ben yang masih ikut berbicara.
"Gak usah ngomong mulu, lu. Kalah nyalahin gua lagi," kata David yang masih fokus dengan game mereka.
"Kin?" Tanya Reynand. Teman-teman Kin sudah tau, Kin memang seperti ini, jika ada masalah ia selalu saja diam tanpa mau menyelesaikan. Masih kekanak-kanakan bukan?
"Cleona?" Kini David bertanya.
"Yah! David ..." Kesal Ben karena dirinya kalah.
"Hahaha ... Rasakan."
Reynand sangat pusing melihat kelakuan teman-temannya. Si Kin orang dingin yang selalu diam. Si David dan Ben yang sangat rempong, namun jika tidak ada mereka pertemanan mereka sangat sepi.
"Kenapa? Kenapa?" Ben kini mulai serius, ingin mendengarkan cerita Kin yang sepertinya seru.
Kin yang sedang di tatap seperti itu oleh teman-temannya, dengan santainya ia malah minum minuman, tanpa menghiraukan tatapan-tatapan itu.
"Cleona lagi?" Kini Reynand yang berbicara.
Kin hanya mengangkat alisnya. "Yaelah, Kin. Coba lu ngomong. Ngobrol, ngobrol, Bro. Diem-diem terus, kek anak abege pengen ke mekdi," ucap Ben yang sudah jenuh melihat Kin yang terus diam. Lebih baik ia pergi berjalan keluar menuju balkon kamar Reynand.
"Cerita aja, santai," kata David mencoba menunggu Kin untuk bercerita.
Beberapa menit mereka menunggu jawaban dari Kin, namun Kin belum juga membuka mulutnya. "Hadeh ... Susah ngomong sama kang gulali. Dahlah, gimana orang mau percaya sama lu kalau lunya enggak terbuka kaya gini," kata David yang memilih pergi ke toilet.
Sisalah Reynand yang masih setia duduk di hadapan Kin sambil sesekali mengecek ponselnya.
"Kenapa semua orang ngomong kaya gitu," ucap Kin yang mencoba membuka suaranya.
Reynand yang mendengar ucapan Kin itu pun menjawab. "Kin, gua kasih tau sama lu. Mau cewek, mau cowok, mau pertemanan, mau keluarga, mau pacaran. Keterbukaan itu hal yang utama. Orang enggak akan percaya sama lu, kalau lu enggak terbuka sama orang lain."
Reynand yang paling dewasa di sini. Ia sudah tau penyakit yang ada dalam hati Kin, yaitu tidak ada keterbukaan. Jangankan dengan Cleona, dengan teman-temannya pun Kin jarang bercerita tentang hal-hal pribadinya.
"Enggak ada salahnya kalau lu bercerita tentang hidup lu sama orang lain. Walaupun enggak ada hal yang spesial, cobalah cerita buat hal-hal kecil. Kita tau lu punya privasi, dan itu hak lu buat ngasih tau atau enggak. Tapi setidaknya lu harus ceritakan keseharian lu sama kita-kita, terlebih sama pacar lu, Cleona."
Kin terdiam mendengar ucapan Reynand yang ada benarnya juga. Bukan ia tidak mau terbuka dengan orang lain. Melainkan ia merasa tidak ada yang harus di ceritakan kepada orang lain dalam hidupnya ini.
Kin memang jarang bercerita tentang keseharian atau masalah hidupnya, baik kepada Cleona ataupun teman-temannya itu.
"Rey? Lu punya mobil baru?" Tanya Ben yang masuk kembali kedalam kamar Reynand, berbarengan dengan David yang keluar dari dalam toilet.
"Mobil baru?" Tanya Reynand. "Mana ada gua beli mobil," ucap Reynand yang tidak merasa.
"Itu mobil siapa?" Tanya Ben yang menunjuk kearah kaca. "Kece banget asli," lanjutnya.
Reynand dan David yang penasaran itu pun langsung pergi melihat, mobil mana yang dimaksud oleh Ben.
"Mobil gua," ucap Kin yang langsung mengundang perhatian Ben, David dan Reynand.
"Hah? Asli? Habis dari gunung kidul ya, lu? Hahaha ..." Kata David yang kembali duduk di dekat Kin.
"Perasaan mobil lu bukan kaya gitu teh," ucap Reynand.
"Cleona suruh pake mobilnya buat gua pake," kata Kin singkat.
"Senangnya dalam hati, punya doi kaya ...."
Ben bersenandung dan mengundang tawa Reynand dan David. Kin yang melihat Ben sangat lucu, ia pun hanya tersenyum singkat.
"Lu ... Habis ribut ya? Sama Cleona?" Tanya Ben yang ikut bergabung duduk bersama Kin, Reynand dan David.
Kin mengangguk. "Kenapa harus ribut terus sih, Kin? Cleona kurang apa sama lu? Udah baik, manis, kaya, emm ..."
"Awas kalau lu lanjutin ngomong lu," Kin memotong ucapan Ben. Ben yang ketakutan pun langsung menutup mulutnya.
"Gua tau akar masalahnya, lu tadi nganterin Levy ke parkirankan?" Tanya Reynand.
"Gua habis dari perpustakaan nganterin buku paket, dan liat lu bukain pintu mobil buat Levy. Pas gua keluar dari perpustakaan, gua liat Cleona lagi nungguin lu di koridor ruang guru."
"Cenayang lu?" Tanya Kin. Kenapa Reynand tau semuanya.
"Oh gua tau, lu ribut sama Cleona gara-gara hal ini? Dan lu enggak cerita sama dia kalau lu anterin Levy ke parkiran gitu?" Kata David.
"Ngomong, Kin. Susah banget sih, yakali main tebak-tebakan kaya gini ketimbang curhat." Ben sedikit kesal melihat Kin yang terus membungkam mulutnya.
"Iya gitu, dan Cleona malah ngomong dia mau cuma dia yang jadi tempat gua pulang."
"Yaiyalah, Kin Neandro Dhananjaya. Anaknya Bapak Dokter, cucunya pak Dhananjaya ... Dengerin gua ya, dengerin nih ... Lu udah berteman bertahun-tahun sama kita, lu aja kaga pernah tuh yang namanya cerita tentang masalah hidup lu. Gua masih maklumlah, tapi ini kebangetan, Cleona pacar lu, dan bisa-bisanya lu cuek banget sama dia. Gimana Cleona enggak emosi sama lu. Jangan sampai pacar lu tau, kebenaran tentang lu dari orang lain, Kin. Karena itu rasanya beda."
"Yeu, jomblo aja so bersabda lu," kata Ben yang tertawa mendengar ucapan David.
"Diem kakaktua," David membungkam mulut Ben yang terus tertawa dengan Chips yang sangat banyak.
"Bener kata David. Enggak ada salahnya lu mulai bercerita tentang hal-hal kecil ke Cleona. Mungkin lu anggapnya hal sepele, tapi itu suatu keistimewaan buat perempuan. Mereka merasa dihargai, Kin. Lu enggak perlu selalu keliatan kuat di depan cewek lu, lu juga perlu keliatan lemah di depan Cleona."