Malam harinya di rumah Reynand. Kin, Ben, David dan tentunya dengan Reynand, mereka sedang makan malam di ruang makan. Sudah banyak sekali makanan yang di sediakan oleh asisten rumah tangga Reynand untuk teman-teman majikannya itu.
Mereka makan malam sambil mengobrol, tentunya Ben dan David yang paling heboh di sini. Kin dan Reynand hanya menanggapi celotehan mereka berdua, jika ada hal yang lucu mereka pun tertawa bersama.
"Gua punya tebak-tebakan," ucap Ben di saat keheningan melanda.
"Hm?" Sahut Kin.
"Apa?" Sahut Reynand.
"Ayolah, hahaha ..." Sahut David dengan tawa recehnya.
"Telor-telor apa yang sangar?" Ben memulai tebak-tebakannya.
"Telor dinosaurus," kata Reynand. "Salah!" Dengan cepat Ben menjawab.
"Hahaha ... Telor buaya," kata David sambil tertawa. Ben menjawab dengan gelengan.
"Ayo, tau kaga, lu?" Tanya Ben.
"Telor ceplok."
Ben, David dan Reynand sudah tertawa terbahak-bahak mendengar jawaban dari Kin. Kin yang merasa dirinya tidak lucu itu, hanya memperhatikan teman-temannya yang sedang tertawa.
"Gajelas," kata Kin yang lebih baik melanjutkan makannya.
"Salah lu semua, jawabannya adalah ... Telor asin, soalnya dia di tato, jadi sangar hahaha ...."
Ben tertawa sendiri, Reynand dan David sudah melanjutkan makannya. Terlalu garing untuk tertawa menurut mereka. "Ah gak asik banget sih," kesal Ben yang juga itu makan.
Tak lama, makan malam pun selesai. Mereka kembali naik ke kamar Reynand dan melanjutkan bermain PlayStation. Sampai waktu pukul 10 malam, Kin memutuskan untuk pulang.
"Gua balik duluan," ucap Kin yang mengambil tasnya dan kunci mobil yang berada di sofa.
"Ayo, Vid. Kita balik naik mobil mevvah ..." Ajak Ben yang mendapat anggukan semangat dari David.
"Ayo-ayo semangat nih," ucap David yang ikut berbenah.
"Siapa yang ngajakin kalian?" Tanya Kin dengan heran.
"Ayolah, Bos. Gua tadi berangkat sama David nebeng di mobil Reynand. Yakali membiarkan kita berjalan kaki di tengah dinginnya malam kota," ucap Ben sambil memelaskan wajahnya.
"Ajak aja, Kin," kata Reynand.
Kin yang sebenarnya tidak tega melihat teman-temannya terlantar, akhirnya ia pun mengiyakan kemauan Ben dan David.
"Yey ...."
Kin, Ben, dan David pun pulang, Reynand menghela napasnya melihat kamarnya yang sudah menjadi kapal pecah. Kabel-kabel PlayStation menggulung di sana, kasurnya pun sudah berantakan, apalagi wadah-wadah bekas makanan yang sudah berserakan.
Reynand mengantarkan teman-temannya itu sampai di mobil. Ia pun melihat mobil yang dikendarai oleh Kin pergi dari rumahnya.
Sedangkan di dalam mobil, Ben yang duduk di depan dengan Kin, dan David duduk di belakang, sedang mengagumi interior mobil mewah milik Cleona ini.
"Motor lu di rumah Cleona?" Tanya David. Kin hanya mengangguk menjawab pertanyaan David.
"Anterin gua dulu ya, gua ngantuk nih," ucap Ben kepada Kin.
"Pulang sendiri," kata Kin.
"Dih, parah banget sih, Bos. Ayolah ... Rumah gua deket, kalau David turunin aja di jalan."
David menarik sedikit rambut Ben. "Enak aja. Gua juga ngantuk. Kin anterin dulu ke rumah gua ya."
"Ih ... Kin, David tarik-tarik rambut aku terus tuh ..." Ben merengek.
"Amit-amit," kata Kin singkat.
Di belakang, David sudah tertawa terpingkal-pingkal melihat kelakuan Ben.
....
Seorang laki-laki berusia kepala empat, sedang duduk di singgasananya. Cuaca panas di tanah Uni emirat Arab, sudah menjadi cuaca sehari-hari. Gaya hidup mewah laki-laki ini, menjadikan dirinya sedikit angkuh dan lupa dengan dirinya sendiri.
Seorang sekertaris laki-laki datang kepada dirinya. "Sir, ada sebuah balasan email dari Indonesia," ucapnya menggunakan bahasa Inggris.
Dion Rayon, ayah dari Cleona. Ia memimpin sebuah anak perusahaan besar di Dubai. Keseharian hidupnya hanya bekerja, bekerja, dan bekerja. Dion, tidak memiliki istri di sini, ia sudah tidak ingin mengurusi percintaannya, sebab ia menganggap percintaan hanyalah hal yang selalu menggagalkan.
"Hubungkan," ucap Dion.
"Yes, Sir," jawab sekertaris itu dan mengundurkan diri.
Tak lama, satu pesan email pun masuk kedalam tab-nya. Ia melihat nama anaknya tercantum di sana. Ada satu rasa yang sedikit mengusik di hatinya ketika melihat nama Cleona di sana.
'Hai, Papa. Apa kabar? Semoga selalu sehat di sana. Bertahun-tahun aku lewatin waktu aku tanpa siapapun di sini. Aku udah bisa lewatin semuanya dengan semampu aku. Aku udah dewasa sekarang, Pa. Terimakasih sudah mengajarkan aku arti kehidupan yang sebenarnya. Bertahun-tahun aku hidup tanpa papa, perlahan aku sudah bisa mengobati lukaku sendiri. Kalau memang berat buat Papa ngasih kabar sama aku, aku bisa mengerti kok. Aku sudah dewasa, dan aku sudah bisa hidup tanpa kalian. Walaupun sangat-sangat sulit. Berhenti beri aku barang mewah ya, Pa. Aku enggak butuh itu semua. Aku cuma butuh Papa ada di sisi aku.
Cleona Keshwari Rayon.'
Tak di duga, Dion mengeluarkan setetes air matanya. Teringat akan semua kesalahan kepada anak semata wayangnya itu. Dirinya sadar terlalu sibuk dengan dunianya sendiri. Dion belum berani menunjukan dirinya di hadapan Cleona. Bahkan meminta maaf kepada anaknya itu, ia rasa itu percuma. Karena Dion merasa kesalahannya sangatlah besar kepada Cleona.
Dion membalas email Cleona menggunakan email pribadinya. Sambil memberikan nomer telpon dirinya. Sekarang ia sudah mengerti, tidak ada salahnya untuk memulai kembali mendekatkan diri kepada anaknya.
....
Cleona yang tidak bisa tertidur, ia hanya terdiam menatap langit-langit kamarnya. Ia sengaja menyalakan televisi untuk sedikit meramaikan kamarnya yang sangat-sangat sepi itu.
Tadi, Cleona memberanikan diri untuk membalas pesan sang ayah yang menanyakan kabarnya. Niatnya yang hanya ingin membalas singkat, malah menjadi curhat. Cleona menenangkan dirinya, berharap semuanya baik-baik saja.
Cleona hanya ingin mencurahkan isi hatinya selama bertahun-tahun belakangan ini kepada ayahnya. Saat ini dirinya sedang dilanda galau karena masalahnya dengan Kin belum selesai tadi.
Kin mengantarkan dirinya sampai di rumah dan tidak berbicara sepatah kata pun. Cleona masih memikirkan hal itu. Cleona merasa dirinya selalu saja salah di mata Kin.
Jam sudah menunjukkan pukul 00.30 namun Cleona belum juga bisa tertidur. Pikirannya yang berkecamuk dan pusing di kepalanya membuat dirinya sedikit tersiksa saat ini.
"Kak ... Aku minta maaf." Cleona berbicara sendiri. Berharap Kin dapat mendengar ucapannya.
Cleona ragu, untuk menghubungi Kin atau tidak. Sebab, chatnya yang beberapa hari pun tidak Kin baca. Ia takut jika mengirim pesan saat ini, hanya mengganggu waktu Kin saja.
"Chat enggak ya? Aku takut Kin enggak mau maafin aku," katanya dengan gusar.
"Chat aja kali ya ...."
Cleona membuka aplikasi w******p-nya, mencoba menghubungi Kin, berharap Kin membalas pesannya.
Kin Dhananjaya
Kak? Aku minta maaf.
Dengan cepat, Cleona menutup aplikasi w******p-nya dan dengan gusar menunggu balasan dari Kin. Beberapa detik kemudian, ada sebuah notifikasi dari ponselnya.
Cleona langsung terbangun dari tidurnya, ketika melihat ada nama Kin yang tertera di sana. Ini sungguh keajaiban dunia, Kin membalas chatnya hanya dalam itungan detik setelah mereka 3 tahun pacaran.
Kin Dhananjaya
Iya sayang.
Aku minta maaf.
Tidur. Sudah malam
Kak Kin? Ini serius kamu?
Kok bisa balas chat aku secepat ini?
Entah. Aku kepikiran kamu
Maaf ya, aku enggak bermaksud ungkit
kelakuan kamu tadi.
Iya. Tidur sekarang. Atau aku marah
Besok sekolah.
Tidur .
Iya Kak aku baru bisa tidur sekarang
Selamat malam, Cleona.
Cleona pun mematikan ponselnya setelah melihat ucapan selamat malam dari Kin. Sungguh sangat senang dirinya, seperti sedang kasmaran. Padahal ia dan Kin sudah berpacaran selama tiga tahun. Ah, dunia memang selalu memiliki kejutan. Lebih baik ia tidur sekarang, karena esok ia harus berangkat ke sekolah.