Dia menatap ke sekeliling. Tepat sebagaimana yang ia perkirakan tidak ada apa-apa yang dilihatnya. Tidak ditemukannya apa yang dicarinya. Tidak ada jawab atas tanyanya. Kedua bahu Valentina otomatis luruh. Dia sudah lebih dari sekadar lelah. Andaikan ini adalah sebuah permainan, dia sudah mengangkat kedua tangannya. Menyerah. Hatinya berbisik, “Percuma mau dilawan juga.” ‘Masa bodoh,’ pikir Valentina, yang memutuskan untuk beristirahat saja. Baru saja dirinya hendak memejamkan mata, suara lembut yang pernah didengarnya di kolam renang dulu, menyapanya, “Doakan mereka, Valentina. Doak