"Kau putrinya Nara?" Cibil mengangguk. "Saya selalu menganggap Putri Nara sebagai ibu saya." "Ceritakan lagi, apa saja yang dilakukan Nara—" "Yang Mulia," keluh ratu Alahanan ketika melihat Raja mulai dikuasai emosinya. "Kita harus mengadakan seleksi pemilihan putri mahkota untuk Ananda Raulas." Raulas menatap ayahnya dengan gusar. Selama dia hidup, baru kali ini ekspresi raja itu begitu tidak stabil, bahkan dia melupakan keadaan sekitar. Raulas pun melirik tajam Cibil, menganggap gadis itu perusak suasana. Raja berdeham pelan. "Nara, duduklah di dekat selir. Kau juga tamu terhormatku." Semua pendengar di sana terkejut dengan titah Raja itu. Mencegah canggung, Raja melanjutkan, "Cecilia, Rayn, kalian juga. Bergabunglah di sini untuk menyaksikan calon istri putra mahkota." Cibil ter