Sore hari, semilir angin sehabis hujan, ruangan kosong yang mulai diwarnai, cerita indah, dan duduk bersama keluarga terkasih. -Surga dunia- Eira sibuk sendiri. Tengkurap, guling-gulingan, terlentang, ngesot dengan mengandalkan kedua kakinya, duduk, lalu berusaha naik ke pangkuan siapa pun begitu ia merasa bosan. Jangan lupakan celotehnya yang tak habis-habis. Ia bak boneka kecil dan lucu, hiburan eksklusif mereka yang menyanyanginya. “Eira makan sama Muya ya? Dipangku Buya. Oke?” ujar Anggita seraya mengaduk-aduk nasi tim cicitnya. Kedua kaki Eira berayun-ayun senang, sementara Anggara mendekapnya hangat dan kokoh. “Emmammammamma,” celotehnya. “Iya, kita makan dulu. Allahumma bariklana fima razaqtana waqina adzabannar,” ujar Anggara. “Sama Yuna aja, Oma.” “Biarin sama Oma dan Opa a

