Kenzo menutup laptop di meja kerjanya. Telepon dengan pengacara barusan berjalan lancar, laporan sudah masuk ke polisi, semua bukti lengkap. Nada suaranya di ruang kerja tadi tegas dan dingin, tapi begitu keluar, langkahnya melambat, siap berganti peran jadi suami yang bikin istrinya nggak bisa lepas pandang. Begitu melewati lorong menuju kamar, Kenzo sudah membayangkan wajah Zeya. Pintu kamar terbuka sedikit. Lampu tidur menyala, memberi cahaya hangat di dalam. Zeya sedang bersandar di kepala ranjang, rambut tergerai, piyama longgar yang sedikit miring di bahu kirinya. Dia sedang menggulir ponsel, tapi langsung menoleh begitu Kenzo masuk. “Sudah kelar rapatnya, Dokter?” tanya Zeya sambil menaruh ponsel di nakas. Kenzo menutup pintu lalu menguncinya. “Sudah. Tapi ini bukan rapat, sayang