Matahari sudah tinggi ketika Zeya membuka mata. Selimut tebal masih membungkus tubuhnya, dan ia merasakan berat hangat di pinggangnya. Lengan Kenzo melingkari rapat, dadanya menjadi bantal yang empuk, napasnya tenang seperti orang yang tidak punya beban dunia. Zeya tersenyum tipis, mengingat bagaimana semalam mereka nyaris tidak saling melepaskan.
Ia menggerakkan sedikit badannya, membuat Kenzo bergumam setengah sadar. “Masih pagi, istri kecil,” suara beratnya terdengar malas tapi jelas penuh kepemilikan.
“Pagi dari mana. Itu matahari udah kayak nyuruh bangun,” jawab Zeya sambil mencoba melepaskan selimut, tapi Kenzo menariknya lagi.
“Biarin. Hari ini libur. Aku nggak ke rumah sakit, kamu juga nggak ke kantor,” ucap Kenzo sambil mengacak rambutnya sendiri yang berantakan.
Zeya menoleh,
