Kopi masih mengepul ketika ponsel Kenzo bergetar. Senyumnya hilang seketika. Ia berdiri, meraih jas putih dan tas kerja. “Ada pasien darurat. Aku harus ke rumah sakit sekarang,” ucap Kenzo. Ia menatap Zeya. “Maaf, aku nggak bisa nganter kamu ke kantor.” “Gapapa kok, kan ada sopir,” jawab Zeya. “Kamu hati-hati.” Kenzo mencium keningnya cepat. “Nanti aku kabarin kalau sempat.” Pintu menutup. Bunyi lift tertelan lorong. Zeya duduk sebentar, menatap cangkirnya yang masih beruap, lalu bersiap. Di mobil, pemandangan jalan terasa datar. Ia mengusap layar ponsel, tidak ada pesan. Kantor menyambut dengan daftar rapat yang rapi. Ia bicara secukupnya, menandatangani dokumen, memeriksa dua email yang butuh keputusan. Namun setiap jeda, gambaran Kenzo yang berlari di lorong rumah sakit kembali me