Pelukan Kenzo seharusnya cukup untuk menenangkan, tapi Zeya malah memejamkan mata dan menahan napas pendek. “Kalau kakek kenapa-kenapa, aku tidak tahu harus bagaimana, Kenzo. Aku cuma punya dia, orang tuaku sudah tidak ada. Kenapa dia pergi tanpa bilang dulu ke aku.” Suara Zeya mulai bergetar, jemarinya menggenggam baju Kenzo erat. “Sayang, lihat aku.” Kenzo menggeser wajahnya agar sejajar dengan mata Zeya. “Pikiran kamu sedang berlari terlalu jauh. Sekarang kita berhenti dulu.” Ia menempelkan telapak tangannya di perut Zeya. “Kita atur napas bareng. Tarik dalam lewat hidung, buang perlahan lewat mulut. Fokus ke suara aku.” Zeya mencoba mengikuti, tapi dadanya terasa berat. “Aku tidak bisa, Kenzo.” Kenzo menahan wajahnya dengan kedua tangan. “Bisa. Aku di sini. Tarik napas dalam lewat