Pagi itu sinar matahari menembus jendela kamar dan menciptakan pola keemasan di atas selimut putih yang membungkus tubuh Aksa dan Lira. Udara masih dingin, tapi tidak ada yang lebih hangat dari kehadiran Lira yang kini berada dalam pelukan Aksa. Lira masih terlelap. Wajahnya terlihat damai dan napasnya teratur. Tangannya secara alami menggenggam kaos Aksa tanpa sadar. Aksa menatap wajah wanita itu dengan perasaan yang masih dipenuhi sesal. Belum habis drama penculikan yang mengakibatkan gugurnya kandungan Lira, sekarang Aksa dikejutkan lagi oleh pengakuan wanita itu yang membuat rasa bersalahnya kian menggunung. Selama enam tahun, ia hidup dalam kebencian dan kemarahan terhadap Lira. Ia pikir wanita ini menghancurkan segalanya, mencampakkannya demi pria lain, dan demi membangun keluarga