12

1454 Kata
“Hnggh…” Damian merasakan cairan dingin menyentuh kulit wajahnya. Namun ia juga bisa merasakan sentuhan lembut tangan seseorang di pipi kirinya. Dan sekali lagi ia merasakan linu di wajahnya bersentuhan dengan cairan dingin lagi meninggalkan sensasi perih namun nyaman dalam waktu bersamaan akibat belaian lembut di pipi kirinya.   Perlahan mata Damian mengerjap. Berusaha menyesuaikan cahaya yang menyerbu retinanya. Astaga kepalanya terasa berdenyut dan wajahnya terasa kaku. “Arrrgh!” Kali ini Damian sepenuhnya sadar ketika tidak sengaja seseorang menekan luka di tulang pipinya terlalu kuat. Dan Damian ingin merutuki kebodohannya. Seharusnya ia bisa menahan kesakitannya itu sedikit lagi agar Gabriella bisa lebih lama mengobatinya. Damian begitu bahagia ketika sadar sejak tadi Gabriella lah yang sedang mengobati lukanya.   “Gabriella?”   Gabriella yang sempat menghentikan aktifitasnya kembali menempelkan kapas yang sudah ditetesi cairan alkohol ke luka lebam di wajah tampan Damian. Gadis itu tidak lagi menunjukkan ekspresi kebencian seperti sebelumnya.   Yah setidaknya ekspresi datar jauh lebih baik daripada ekspresi kebencian.   “Bagaimana kau...arghh!”   Gabriella menekan lagi luka di wajah Damian namun kali ini dengan sengaja membuat lelaki itu kesakitan. “Diamlah” Kali ini Gabriella bersuara.   Damian menurut untuk diam. Dipandanginya wajah rupawan Gabriella dari bawah. Begitu cantik. Bagaimana bisa ia tidak jatuh cinta pada gadis cantik ini?   “Kau itu hanya tahu bagaimana caranya menjalankan bisnis dan saham. Kau tidak familiar dengan kekerasan. Kau terbiasa dilindungi bodyguard tanpa tahu cara melindungi dirimu sendiri. Dan dengan bodohnya kau mencoba berkelahi dengan badungan semacam Anthony?” Gabriella tersenyum mengejek.   Damian terpukau. Gabriella mengucapkan itu dengan nada khawatir yang disamarkan. Ini bukan mimpi, kan? Damian yakin benar Gabriella khawatir padanya. “Aku hanya berusaha melindungi calon istri—awwh!”   “Dengan pengetahuan berkelahi pas-pasan seperti itu kau mau melindungiku? Bagaimana kalau Anthony berhasil menghujamkan pisau lipat itu di tubuhmu bodoh?!”   Damian nampak seperti anak kecil yang sedang dimarahi Ibunya. Laki-laki itu jadi tidak habis pikir. Bagaimana bisa ia dimarahi oleh gadis yang umurnya terpaut sepuluh tahun di bawahnya itu tanpa bisa melawan.   “Setidaknya aku mati dengan sedikit perasaan lega. Aku mati di saat berusaha melindungi tunanganku. Daripada aku harus hidup menjadi pengecut. Dan kau sejak kapan kau peduli pada keadaanku, hm? Bukannya kalau aku mati akan lebih mudah untukmu?”   Gabriella menghentikan pergerakan tangannya di wajah Damian. Laki-laki ini jadi mengesalkan. Pasti Anthony baru saja menghajar salah satu bagian kepala Damian hingga otaknya bergeser.   Tetapi selain merasa kesal, Gabriella jadi gugup dan salah tingkah. Sejak kapan ia peduli? Gabriella pun tidak tahu. Ia dengan begitu saja menarik Anthony yang sedang menghajar Damian yang sudah tergolek tidak berdaya dan menghajarnya hingga Brandon dan Joss muncul dan mengamankannya. Lalu dengan kepanikan tingkat tinggi, Gabriella dibantu beberapa pelayan rumah lainnya yang terbangun akibat keramaian yang terjadi membopong Damian dan menidurkannya di atas tempat tidur Gabriella.   Dan yah seperti itulah.   “Hm. Tolong lanjutkan... wajahku benar-benar linu.” Ucapan Damian yang terdengar seperti rengekan berhasil menarik perhatian Gabriella untuk menatap wajah tampan yang tengah menatapnya sendu itu. Damian jadi terlihat seperti anak kecil yang butuh perhatian ibunya di saat sakit.   Mau tidak mau Gabriella melanjutkan mengobatinya. Terasa aneh karena selama ini dirinya tidak pernah berada dalam jarak sedekat ini dengan Damian tanpa merasa kesal. Kini ia merasa ingin merawat Damian lebih dari apapun.   “Maaf,” lirih Damian.   Gabriella mengeryitkan dahi. Pergerakan tangannya kini terhenti namun bukan karena ia yang berhenti tapi karena tangan Damian yang menggenggamnya.    “Maaf membuat duniamu kacau. Maaf merenggut paksa kebahagiaanmu dan masa remajamu. Memaksamu masuk ke dalam duniaku yang kacau.” Damian mengeratkan genggamannya. Menempelkan tangan halus itu ke bibirnya. Mengecupnya. “Maaf karena keputusan ayahku justru membuatmu tidak bisa lagi merasakan kebahagiaan.” Damian ingin Gabriella tahu jika saja bisa, Damian rela meletakkan kebahagiaannya di bawah kaki Gabriella untuk gadis itu injak. Asalkan Gabriella bisa memaafkannya. Damian rela.   Damian terkejut ketika merasakan basah pada wajahnya. Ia mendongak. Menatap wajah Gabriella yang sudah basah oleh air mata entah sejak kapan. Gadis itu menangis? k*****t, kau membuatnya menangis lagi.   “Gabriella, maaf... aku hanya ingin kau bahagia. Aku ingin menikahimu bukan karena surat wasiat Ayah. Aku ingin melindungimu seutuhnya. Aku ingin kau terus ada dalam jarak pandangku, aku ingin kau juga selalu tersenyum. Salahkan sifatku yang egois karena aku tidak rela jika kau jatuh dalam pelukan laki-laki lain suatu hari nanti. Satu-satunya cara agar aku bisa menghalangi hal itu terjadi adalah dengan menikahimu. Aku ingin menjadi pelindungmu dan satu-satunya laki-laki yang selalu kau lihat pertama kali kau membuka mata dan menjadi yang terakhir kau lihat sebelum menutup mata. Aku begitu menginginkanmu hingga tidak tahu caranya untuk berhenti. Aku memang tidak tahu diri, bahkan kenyataan tentang keluarga kita semakin membuatku menginginkanmu.”   Gabriella semakin terisak. Laki-laki ini berhasil meluluh lantakkan pertahanannya. Gabriella tidak ingin menjadi gadis cengeng. Ia sudah berjanji pada ibu panti. Namun semua itu berubah sejak Damian, laki-laki yang menjadi cinta pertamanya mengadopsinya sebagai adik. Gabriella merasa hubungan mereka akan terbatas sampai situ. Namun takdir berkata lain. Gabriella terkejut ketika ia ternyata akan dinikahi Damian.   Ia berharap Damian akan membawanya ke masa depan dan kebahagiaan yang nyata. Tapi takdir kembali berkata lain begitu tahu kenyataan bahwa alasan Damian mengadopsinya dan mungkin ingin menikahinya hanya karena rasa bersalah dan sebagai caranya untuk menebus dosa keluarganya. Orang yang ikut berperan atas kematian keluarganya. Sejak itu Gabriella selalu menutup telinga, hati dan mata atas kebaikan dan ketulusan Damian. Baginya Damian hanyalah seorang anak pembunuh. Semua kebaikannya hanya karena rasa bersalahnya. Baginya Damian tidak lebih seperti ayahnya.   Tapi Gabriella juga tidak bisa memungkiri kalau pada akhirnya ia jatuh pada laki-laki yang ia benci setengah mati itu. Kesabaran dan ketabahan Damian perlahan mengikis kebencian dan menumbuhkan perasaan lain untuk Damian. Laki-laki yang selalu menjadikannya pusat dunianya.   “Masihkah pantas untukku membencimu?” terkadang Gabriella bertanya pada hatinya sendiri. Pantaskah kebencian itu ia layangkan pada laki-laki sebaik Damian? Namun ia lagi-lagi memenangkan kebencian untuk menguasai dirinya.   Namun kini berbeda. Ia tidak bisa lagi membangun kebencian itu meskipun sudah mencoba. Damian terlalu baik untuk dibenci. Dan itu bukanlah kesalahannya. Untuk apa Gabriella membenci Damian atas kesalahan yang tidak pernah Damian lakukan? Damian bahkan masih kecil saat kecelakaan itu terjadi. Damian jugalah korban dari kesalahan orang tuanya. Ia ditinggalkan untuk memikul segala dosa dan perasaan bersalah atas perbuatan orang tuanya. Damian tidak bersalah.   “Cepatlah sembuh maka dengan itu aku memaafkanmu.”    “Kau...serius?” Damian tergagap mendengar ucapan Gabriella. Semudah itukah Gabriella memaafkannya? Bukankah selama ini gadis itu selalu membentengi dirinya dengan dendam?     Gabriella menatap Damian penuh arti namun ia tidak menjawab melainkan hanya mengeluskan jempol tangannya yang masih menempel di wajah Damian itu lembut. “Aku ingin tidur. Besok aku harus ke sekolah untuk acara perpisahan.”   Damian masih tidak bisa berpikir lurus. Bahkan untuk mengangguk saja ia tidak bisa. Ia masih berpikir bagaimana mungkin Gabriella memberikan maafnya semudah itu? Apa kepala gadis itu terbentur juga tadi?   “Gabriella, kau mau kemana?”   Gabriella menghentikan langkahnya. “Kau tidur di ranjangku tentu saja aku harus mencari tempat lain untuk tidur. Ini sudah jam 3 pagi hanya ada lima jam lagi sebelum acara perpisahan.”   Damian merasa bersalah. Dengan kenekatan maksimal ia akhirnya menyeruakan ide gilanya. “Kau bisa tidur disini. Di sampingku.”   Gabriella menatap Damian dengan mata menyipit curiga. Ini terlalu cepat untuknya dan Damian. Mereka bahkan belum resmi berbaikan. Ya, karena Gabriella bilang akan memberikan maaf pada Damian jika ia sudah sembuh.   “Tidak, kau tidak akan bisa tidur,” ucap Gabriella berkilah.   “Tidak apa, aku bahkan tidak berniat tidur.”   Jawaban cepat Damian kini Gabriella dibuat mengernyit. Damian jadi ingin menjedotkan kepalanya ke nakas. Dirinya jadi terdengar terlalu memaksa.   “Ah maksudku kau bisa memberikan batas di antara kita. Lagipula aku bahkan tidak bergerak jika kau memang takut aku akan macam-macam. Joss dan Brandon berjaga di luar kamar.”   Gabriella akhirnya kembali mendekat ke tempat tidur dan dengan ragu merebahkan tubuhnya setelah benar-benar membuat batas antara dirinya dengan Damian menggunakan guling.   “Tidurlah, Gabriella.” Sayangku.   “Hm, kau juga.”   Meskipun Gabriella masih bersikap menjaga jarak padanya, Damian merasakan kebahagiaan menyeruak di hatinya. Ia dengan susah payah memiringkan tubuhnya untuk menatap Gabriella meski pemadangannya terhalang guling.   Tidak butuh waktu lama gadis itu sudah mendengkur halus. Mungkin karena gadis itu lelah atas apa yang terjadi hari ini. Damian tersenyum tipis. “Jika harus babak belur sebelum menerima kebahagiaan ini, aku rela babak belur lebih dari ini. Siapa tahu aku juga bisa mendapatkan cintamu suatu hari nanti.”   Plak.   “Aawwh!” Damian merasasakan wajahnya berdenyut begitu tertiban lengan Gabriella. Di balik kecantikan Gabriella, ternyata dia memiliki sleeping habits yang cukup buruk. Sebelum Damian menyusul Gabriella ke alam mimpi, dengan lembut ia berujar, “Selamat tidur, Gabriella. Jika ini hanya mimpi...aku harap aku tidak akan pernah terbangun dan di sini selamanya bersamamu.”  
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN