11

934 Kata
“Ayo kita selesaikan sekarang. Aku tidak berniat untuk menyakitimu, Gabriella. Kau bahkan bisa bebas darinya dan membalaskan dendammu sekaligus!”   Gabriella menatap Anthony tajam. Entah mengapa tawaran Anthony tidak membuatnya tergoda sama sekali kali ini. Meski Gabriella sangat ingin pergi dari Damian tetapi tidak untuk saat ini dan dengan cara ini.   “Tusuk tepat di jantungnya, perlahan-lahan. Biarkan laki-laki itu merasakan kesakitan dan mati perlahan. Kau akan bebas. Aku akan membawamu pergi dari sini dan aku menjamin kau akan terlindungi,” ucap Anthony sambil mengusap pelan pisau lipatnya. Masih berusaha mempengaruhi Gabriella dengan tawaran menggiurkannya.   Gabriella, bukankah kau ingin kebebasan dan membalas kematian keluargamu?   Gabriella maju perlahan mendekati Anthony. Tangannya terulur untuk menyambut benda perak yang nampak berkilau itu.   Anthony menyeringai, kemenangannya di depan mata. Ternyata tidak sesulit yang ia pikirkan untuk mempengaruhi Gabriella. Kebencian gadis itu pasti sama besar dengan dirinya.   Gabriella merasakan dingin pada kulitnya yang bersentuhan langsung dengan pisau lipat tersebut. Namun pada waktu yang bersamaan dengan bersentuhnya kulitnya dan pisau itu, terbukalah pintu kamarnya dan menampilkan Damian dengan ekspresi yang sarat akan amarah dan kepanikan.   “Gabriella!”   Kejadian itu begitu cepat. Anthony dengan segera menarik Gabriella. Mengunci leher Gabriella dengan lengan panjangnya dan menodongkan pisau lipat itu pada leher Gabriella.   “Halo Tuan Damian Alexander yang terhormat, akhirnya kita bisa bertegur sapa kali ini.”   Damian menatap Anthony nyalang. Dadanya terlihat naik turun tidak beraturan akibat napasnya yang tersengal. Sepertinya ia baru saja berlari dari ruang kerjanya.   “Kau datang terlalu cepat. Aku belum memulai apa-apa dengan ‘adik’mu ini. Oh, atau calon istri? ” Anthony berujar sambal mendekatkan wajahnya pada wajah Gabriella.   Tangan Damian mengepal. Terlalu kuat hingga buku-buku jarinya memutih. Wajah Anthony terlalu dekat dengan wajah Gabriella. Mata Damian menatap waspada atas setiap pergerakan kecil yang Anthony lakukan. Secuil saja ia menyentuh bagian wajah Gabriella, Damian akan menerjangnya habis.   “Bagaimana kalau pisau ku ini ingin berkenalan dengan calon istrimu?”   Damian masih menatap Anthony dan setiap pergerakannya dalam diam. Otaknya berpikir keras untuk menyelamatkan Gabriella tanpa membuatnya luka sedikitpun.   “Puas kau menyiksa keluargaku? Ibu sakit-sakitan dan harus tetap berjuang mencari uang karena kau menjebloskan ayah ke penjara! Dasar Alexander k*****t!” seru Anthony sinis.   Damian mendengarkan cacian Anthony dengan ketenangan luar biasa. Namun pada kenyataannya, otaknya tengah bekerja keras memikirkan cara apa yang bisa ia pergunakan untuk melepaskan Gabriella tanpa membuat gadis itu terluka sedikitpun.   “Kemana para bodyguardmu Tuan besar Alexander? Percuma kau membayar mereka namun tidak bisa melindungimu dari bocah sepertiku, kan?” Anthony mencengkram rahang Gabriella. Hidung mancungnya mulai mengendusi wajah rupawan gadis itu.   Emosi Damian benar-benar mencapai di ambang batas. “Anthony, lepaskan Gabriella!” Kali ini Damian berkata dengan amat tegas. Rahangnya mengeras di saat ia melihat ekspresi Gabriella nampak datar diperlakukan kurang ajar oleh Anthony. Emosi Damian meluap. Jangan bilang Gabriella senang menerima perlakuan Anthony padanya. Jangan bilang ini hanya rencana mereka berdua.   “Kau menghancurkan keluargaku b******k! Ayahku sekarang dipindahkan ke rumah sakit jiwa itu semua karenamu!”   Cukup sudah. Damian menggertakan rahangnya. Wajahnya memerah. “Ayahku sudah setia padamu dan keluargamu tapi ini balasannya? Hah?! Kau dan ayahmu memang sama-sama b******k. Tidak tahu terima kasih!”   Damian yang sudah tidak bisa menahan lagi emosinya kini melangkah mendekat. Namun pergerakan Anthony jauh lebih cepat. Ia semakin menempelkan pisau lipatnya pada leher jenjang Gabriella, menghentikan langkah Damian seketika.   “Maju selangkah lagi, calon istrimu akan ku kirim ke neraka!”   “JANGAN MENYENTUHNYA!”   “Anthony…”   Pupil Damian melebar. Dia tidak baru saja salah dengar, kan?   Suara Gabriella terdengar rendah dan ia tidak pernah mendengar nada itu sebelumnya. Nada itu… nada menggoda. Gabriella yang sejak tadi berekspresi datar dan diam saja kini bersuara dan bergerak. Tangannya mengelus tangan Anthony s*****l, menghantarkan getaran geli di sekujur tubuh Anthony. Gabriella mengelusnya hingga ia mendapatkan telapak tangan Anthony yang sedang menodongkan pisau di lehernya. Gabriella menggenggamnya.   Bagi mata awam, pemandangan itu nampak begitu indah dan romantis. Damian rasanya ingin menghujamkan pisau itu langsung ke matanya agar ia tidak bisa melihat keadaan Gabriella dan Anthony saat ini.   “Bukankah tujuanmu adalah dia? Aku mendukungmu, Anthony.”   Perlahan Damian dapat melihat senyuman miring Anthony melebar. Anthony baru saja mendapatkan dua ikan dalam satu pancingan. Ia bisa menghabisi Damian plus mendapatkan Gabriella sebagai bonusnya. Ah kenapa hidup jadi semudah ini?   “Hmm.” Tangan Anthony yang sedari tadi tidak memegang pisau kembali menyentuh rahang Gabriella. Ia mengelus Gabriella dan memutar kepala Gabriella menghadapnya-karena sejak tadi ia memeluknya dari belakang. Menyakiti hati Damian sebelum membunuhnya seperti mengasyikan.   Damian kembali mengepal. Masa bodoh setelah ini ia harus mati tapi ia benar-benar tidak rela melihat Gabriella dalam posisi ingin berciuman begitu.   “b******k kau Anthony!”   Bughh...   Bughh...   Baku hantam itu tidak bisa lagi terelakan. Beruntung pisau lipat itu sudah terpental jauh sehingga niat Anthony menusuk Damian harus tertunda.   Kini keduanya sedang saling melayangkan tinjuan. Berkali-kali Damian harus menahan rintihan akibat linu yang terasa di wajahnya. Bibirnya juga nampaknya sudah robek terkena tonjokan Anthony.   Tidak jauh berbeda dengan Damian yang sudah babak belur. Anthony kini sama babak belurnya dengan Damian. Namun laki-laki itu lebih kuat daripada Damian. Kehidupan keras yang ia jalani membuatnya jauh lebih kuat ketimbang Damian yang hidup nyaman sejak kecil. Ia kini menimpa Damian dan siap melayangkan pukulan terakhir untuk menghabisi nyawa Damian.   Pandangan Damian mulai memutih. Samar ia bisa melihat Anthony siap melayangkan tinjuan terakhirnya pada Damian. Namun tubuh Damian yang tadinya diduduki Anthony tiba-tiba terasa ringan. Samar, sebelum ia jatuh tidak sadarkan diri ia mendengar pekikan namun diakhiri dengan sebuah kalimat yang melambungkannya ke langit tertinggi.   “Menjauhlah dari calon suamiku, b******k!”   Dan Damian pun kehilangan kesadarannya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN