10

874 Kata
Para pelayan menyambut kedatangan Damian seperti biasa. Dengan sigap dua orang pelayan wanita mengambil alih tas kerja Damian dan jasnya. Setelah dua benda itu berpindah tangan, Damian menarik simpul dasinya dan sedikit menariknya hingga longgar.   “Gabriella,” panggil Damian membuat Gabriella yang baru saja berjalan melewatinya menghentikan langkah. “Tolong jangan melewatkan makan malammu. Semarah apapun kau padaku, kau bilang kau tidak ingin aku atur bukan? Maka jangan menyiksa dirimu dan membuatku jadi ingin ikut campur pada urusanmu.”   Gabriella tidak menyahut, gadis itu hanya diam mendengarkan lalu berlalu setelahnya. Ia ingin segera menenggelamkan diri pada kasur empuknya. Ia ingin menumpahkan keluhan-keluhan tertahannya, ia ingin menangis melampiaskan emosi dan beban yang berkecamuk di dalam dirinya. Kenapa mengikhlaskan itu sulit ia lakukan? Andai, andai saja dirinya terlahir bukan sebagai Gabriella Hudson dan Damian bukanlah Damian Alexander semua ini pasti menjadi lebih mudah. Mungkin Gabriella bias dengan mudah mencintai Damian, karena selain fakta bahwa Damian adalah seorang Alexander, Damian adalah laki-laki yang baik. Tapi bayang-bayang kematian keluarganya seakan melarang Gabriella untuk membiarkan rasa itu.   “Arrrgh!” Gabriella terduduk di tengah kamarnya yang luas. Kenapa kehidupannya begitu rumit? Ia ingin hidup menjadi gadis normal, apakah itu tidak bisa?   Di lain tempat, Damian mendesah. Matanya terpejam merasakan hatinya berdenyut nyeri. Kenapa Gabriella tidak bisa bahagia bersamanya? Kenapa takdir membuat dirinya harus menjadi orang yang dibenci gadis itu?   “Tuan Damian, ada telpon dari Stefan. Ia ingin membahas persetujuan dengan Victoria’s Choice.” Damian cukup tersentak dengan kehadiran kepala pelayan. Dengan senyum yang sangat kilat ia berlalu meninggalkan pintu kamar Gabriella menuju ruang kerjanya.   ---   Malam sudah larut. Para pelayan sudah kembali ke paviliun untuk tidur. Beberapa penjaga malam terlihat berjaga di pos dekat gerbang. Lorong-lorong tampak sepi dan remang karena hanya diterangi lampu kuning yang diset untuk malam hari. Gabriella keluar kamarnya, berniat untuk mengambil air, namun suara Damian dari arah ruang kerjanya yang terbuka. Tadinya Gabriella berniat tidak peduli namun suara itu terdengar berulang-ulang seperti...   “Gabriella..hhh…”    Gabriella bergidik mendengarnya. Suara rendah Damian yang dibalut kenikmatan membuatnya menutup mulut. Bukannya melangkah menjauh, Gabriella justru semakin melangkah mendekat bahkan ia dengan berani mengintip ke dalam. Ia melihat Damian duduk di pojok ruang kerjanya, di atas sofa dalam keadaan yang membuat Gabriella dengan cepat mengalihkan pandangannya bergegas pergi.   Gabriella bukan anak kecil yang tidak tahu apa yang sedang Damian lakukan. Tetapi yang Gabriella pertanyakan kenapa lelaki itu menyebut Namanya? Apa Damian tengah membayangkan b******a dengannya? Damian sudah pasti gila!   Gabriella memegangi dadanya. Anehnya, jantungnya berdegup. Ya, benar, seharusnya Gabriella marah karena secara tidak langsung Damian tengah memfantasikan dirinya dengan cara kotor. Tetapi entah mengapa Gabriella juga merasa dibutuhkan dan diinginkan. Ia merasa dicintai Damian. Gabriella apa yang harus kau lakukan? Apakah ini tanda kau harus memaafkannya?   ---   “Anthony, kau tau ini sudah terlalu larut untukmu bertamu. Dan lagi, bagaimana kau bisa masuk melewati para penjaga di bawah sana?”   Anthony tersenyum tipis. “Aku tahu. Maafkan aku tapi aku harus segera mengatakan ini padamu.”   Gabriella merengutkan alisnya menanti kelanjutan ucapan Anthony.   “Apakah kau ingin... bebas dari Damian Alexander itu?”   Gabriella membelalakan matanya. Menatap Anthony dengan tatapan bingung.   “Mau atau tidak?” Anthony kembali bertanya, kali ini terdengar mendesak.   Gabriella ingin mengangguk, namun entah mengapa hatinya memerintahkan otaknya untuk menolak.   “Gabriella, kau ingat bagaimana keluarganya merebut kebahagiaanmu, kan? Mereka membawa mati seluruh keluargamu. Meninggalkanmu bersama Damian Alexander yang sudah mewarisi seluruh harta yang seharusnya milikmu. Mereka juga mungkin sudah menjebakmu untuk menikah dengan Damian Alexander dengan alasan agar dia bisa menjagamu!” Anthony mengguncang kedua pundak Gabriella dengan berapi-api.   “Sudah?” Pertanyaan dingin Gabriella membuat Anthony perlahan melepaskan cengkramannya dari lengan Gabriella. Lalu gadis itu melanjutkan, “Aku heran. Bagaimana bisa kau tahu seluruh cerita tragedi keluargaku dan Damian? Dan fakta bahwa aku akan menikah dengannya, tidak ada satupun yang tahu.”   Anthony mulai panik. Astaga dia sudah terlalu banyak bicara rupanya. “Aku...” Anthony melirik ke sana kemari entah mencari apa. Kakinya mengetuk-ngetuk tidak pasti. “Gabriella... semua itu...”   Gabriella menatap Anthony tajam. “Apa yang sedang kau rencanakan sebenarnya?”   Anthony berdecih. Sudah cukup acara sandiwaranya. Toh nampaknya ia tidak berhasil menghasut Gabriella. “Kau pikir, untuk apa aku mendekatimu selama ini hah? Tentu saja karena aku memiliki dendam pada ‘calon suami’ mu itu!”   Gabriella menatap Anthony dengan dahi mengerut. Seketika ia merasa terancam karena ekspresi Anthony yang berubah. Anthony nampak menyeramkan dengan tatapan tajamnya saat ini. Gabriella seperti akan dikuliti dalam hitungan detik.   “Kenapa kau bawa-bawa aku dalam urusanmu dengannya? Aku tidak ada hubungan dengan urusan kalian!” Gabriella membentak sambil mengambil langka mundur menjauhi Anthony.   “Tentu saja karena kau adalah umpan yang paling bagus.” Anthony akhirnya mengeluarkan sesuatu dari balik jaket kulitnya. Pisau lipat.   “Mu...mundur Anthony!”   ---   “Malam Damian, maaf aku mengganggu tidurmu.”   “Ada yang perlu kau sampaikan, Stefan?”   “Hm, aku sudah memeriksa tentang anak laki-laki yang mendekati Nona Gabriella.” Stefan meletakkan sebuah amplop coklat di hadapan Damian yang langsung dibuka olehnya. Sambil membiarkan Damian membaca isi amplop tersebut, Stefan melanjutkan, “Dia adalah seorang anak yatim. Tinggal bersama ibu dan adiknya dengan sebuah kedai makanan rumahan. Aku mencoba menyelidiki ayahnya dan dia adalah Paman Alam. ”   “APA?”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN