Gabriella mengutuk acara makan malam-terpaksa-nya dengan Johnny. Ia sudah menolak ajakan pria itu tetapi pria itu terus mendesaknya. Dan kini ia benar-benar terjebak di restoran prancis yang sama sekali tak diketahuinya.
"Gabriella, kenapa kau tidak menyentuh makananmu?" tanya Johnny sambil memutar wine di gelasnya.
Ya ampun, cara Johnny kampungan sekali! Gabriella sangat tidak suka cara norak yang Johnny gunakan. Kencan di restoran prancis memang menjadi salah satu hal yang ingin Gabriella lakukan tetapi tidak ketika yang ada di hadapannya itu Johnny. Fotografer ini sudah berusaha melakukan kontak fisik dengannya, entah itu menyentuh tidak sengaja tangannya bahkan mengelus lengannya. Dan Gabriella mengutuk gaun yang dikenakannya. Seharusnya Gabriella memakai jubah penyihir jika ingin bertemu dengan Johnny. Matanya sudah jelalatan sejak tadi!
"Aku tidak berselera. Bisakah kita pulang?" tanya Gabriella ketus. Menidak pedulikan kekecewaan dalam sorot mata Johnny.
"Ayolah, mengajakmu makan malam jauh lebih susah daripada meminta Paris Hilton menjadi model majalah," pinta Johnny memelas.
Gabriella mendesah frustasi sekaligus pasrah. Ia melirik jam di pergelangannya. Hampir jam sembilan malam. Dan dia bersama Johnny, tanpa pengawasan Clara. Kenapa bisa managernya itu mempercayakannya pada Johnny yang sekali lihat saja Gabriella tahu, Johnny itu bukan pria baik-baik.
"Johnny, ku mohon. Aku ingin pulang."
Johnny menghela nafasnya. Ia mengangguk, meneguk winenya hingga bersih lalu meminta bon dan membayarnya.
Gabriella bersyukur Johnny tidak protes dan langsung mau mengantar Gabriella pulang. Lokasi restoran ini cukup jauh dari rumahnya dan Gabriella tidak berani naik taksi sendirian terlebih sudah malam.
Namun Gabriella kembali merutuk. Entah kenapa ketika ia mendengar suara kunci mobil Johnny berbunyi klik, ia merasa taksi jauh lebih aman dibandingkan di dalam mobil lelaki itu. Gabriella menelan salivanya berusaha tenang ketika merasakan hal janggal pada Johnny. Pria itu tidak kunjung melajukan mobilnya!
"Johnny, kenapa kau diam saja? Ayo jalankan mobilnya!" perintah Gabriella yang berusaha mengontrol getaran ketakutan dalam suaranya.
Johnny menyeringai. "Kenapa kau terus-terusan menolakku, Gabriella? Hey, aku bermaksud baik," ucap Johnny berusaha menyentuh rambut Gabriella yang langsung ditepis.
"Jangan kurang ajar. Buka pintunya!"
Tentu saja perintah itu sia-sia. Johnny sama sekali tak mengindahkan dan justru semakin memajukan tubuhnya ke arah Gabriella yang mulai gemetar. "Kau pernah dengar? Kau akan menjadi model yang laris manis ketika kau berhasil tidur dengan orang-orang yang punya jalur langsung ke bisnis ini seperti aku. Kau bisa menjadi super model Gabriella. Tidurlah denganku, baby."
Gabriella melotot. Kalimat Johnny jelas sekali seperti sebuah penghinaan. Gabriella Alexander memang seorang model, namun ia bukanlah perempuan rendahan! Apa lelaki ini tidak tahu jika Gabriella adalah istri Damian Alexander?
"MINGGIR b******k! BUKA PINTUNYA!" Gabriella berusaha membuka pintu mobil namun sayangnya Johnny sudah menguncinya otomatis dan ia bahkan sudah berusaha menggerayangi Gabriella.
"TOLOOOOONG!!!"
BRAK!!!
Sebuah hantaman keras terasa dari bagian belakang mobil hingga kedua manusia yang mengisi mobil mercedes hitam itu terlonjak ke depan. Begitu menyadari Johnny lengah, Gabriella segera membuka kunci dan berlari keluar mobil. Ia bahkan bisa mendengar Johnny berteriak 'b******k'.
Gabriella terkejut ketika mendapati sebuah audi r7 tengah menghantam bagian belakang mercedes sport Johnny. Gabriella lebih terkejut lagi mendapati si pemilik audi itu adalah...Kevin!
"Apa-apaan ini, hah!" teriak Johnny begitu melihat keadaan mobilnya.
"Maaf tuan, ku rasa audiku kehilangan kendalinya. Maaf sudah menyebabkan kekacauan." Kevin berujar tenang.
Johnny menggertakan giginya, terlihat sangat emosi. "Apa? Kau menyebabkan bagian belakang mobilku penyok, sialan! Apa kau tidak bisa menyetir dengan benar, hah?" tanya Johnny penuh emosi.
"Kebetulan aku punya sim. Aku lulus test dan ya aku bisa menyetir. Tetapi seseorang terkadang bisa kehilangan kendalinya sewaktu-waktu. Dan aku kehilangan kendaliku ketika melihat kau memperlakukan nona Alexander dengan sangat tidak sopan."
Johnny menegang. Jangan bilang pria ini mengetahui rencana Johnny pada Gabriella barusan.
"Nona Gabriella Alexander...masuklah ke mobilku," ucap Kevin lembut.
Gabriella masih dilanda shock namun tatapan Kevin yang begitu mendominasi membuat Gabriella tak bisa membantah dan akhirnya menurut.
"Kau! Siapa kau hah? Apa kau kenal dengan Gabriella?" tanya Johnny mulai panik. Bagaimana kalau pria ini lapor polisi.
"Kenal tidaknya aku itu bukan urusanmu, b******n. Sekali lagi kau menyentuh setitik saja bagian tubuh Gabriella, aku akan mengirimmu ke neraka dengan tanganku sendiri," desis Kevin yang lantas membuat Johnny geram. Namun Johnny memilih diam saja karena ia takut pria itu justru benar-benar melaporkannya pada polisi.
Sebelum Kevin kembali ke mobilnya ia melemparkan sesuatu pada Johnny. "Kartu namaku. Kirimkan tagihan biaya perbaikan mobilmu ke kantorku dan aku akan mengurusnya." Lalu Kevin masuk dan berlalu dari hadapan Johnny.
Sontak mata Johnny melebar begitu membaca kartu nama itu. Dia kalah dari segi manapun. Kevin Sebastian? Si pengusaha muda ahli waris keluarga Sebastian yang baru saja kembali dari Rusia bukanlah tandingannya yang hanya seorang fotografer. "Sialan!" umpatnya lalu menendang ban mobilnya sendiri.
Gabriella masih dalam mode shock. Ia hanya terdiam di sepanjang perjalanan dalam audi Kevin. Pria itu juga tidak berniat membuka obrolan dengan perempuan itu.
"Kau baik-baik saja?" Akhirnya Kevin buka suara.
Gabriella mengangkat wajahnya yang sejak tadi tertunduk dan tersenyum tipis. "Ya, terima kasih banyak...Tuan—"
"Tidak, tidak. Panggil aku Kevin," potong Kevin merasa risih dengan embel-embel tuan.
"Ya, Kevin. Terima kasih."
Kevin mengangguk dan melemparkan senyum hangat. "Kau aman bersamaku. Di mana alamatmu? Biar aku bisa mengantarmu."
Gabriella menggeleng. "Tidak perlu, Kevin. Aku akan meminta managerku menjemput, ah turunkan aku di halte saja."
Kevin menggeleng. "Alamatmu Gabriella, aku akan mengantarmu. Ini sudah malam," ucap Kevin kini dengan nada lebih tegas.
"Tidak Kevin, itu merepotkanmu. Aku bisa minta jemput."
"Ku antar atau kau tidak akan pulang sama sekali."
Gabriella mendesah pasrah. Kenapa Kevin sangat mengintimidasi dan penuh kontrol ? Dan anehnya, Gabriella menurut! Benar-benar mengingatkan Gabriella pada Damian suaminya.
"Perumahan Golden Palace."
Kevin tersenyum puas. Lalu keduanya kembali dalam keheningan. Gabriella sibuk memandangi jalanan melalui kaca mobil sedangkan Kevin sibuk menyetir.
"Gabriella."
"Hm?" Gabriella menoleh menatap Kevin yang masih sibuk menyetir.
"Ada sandwich di paperbag di jok belakang. Makanlah."
Gabriella mengernyit. Bagaimana bisa Kevin tau Gabriella kelaparan?
"Aku melihatmu dan b******n itu di restoran tadi dan kau sama sekali tak memakan makananmu. Yah aku paham jika kau kehilangan selera makanmu jika berhadapan dengan si b******k itu, tetapi kau butuh makan Gabriella. Makanlah."
Gabriella merasakan hangat melingkupi hatinya. Merutuki Kevin dan sikap perhatiannya. "Terima kasih, Kevin." Gabriella berucap sambil tersenyum tulus. Senyuman cantik yang berhasil mengacau balau pikiran Kevin lebih dari yang ia maksud.