14

1313 Kata
Begitu sampai di lantai dua, Gabriella keluar dan memandangi perlahan karya yang menghiasi seisi lantainya. Ada beberapa tempat yang kosong, mungkin lukisan dan foto-foto itu dipajang di bawah untuk dilelang. Gabriella meringis, tidak berani membayangkan berapa harga karya-karya yang ditawarkan di bawah sana. Karya seni seperti apapun nilainya pasti mahal. Ada beberapa orang yang juga nampak menikmati pajangan-pajangan di lantai dua. Gabriella berjalan cepat ke ujung. Di mana sesuatu yang menjadi alasannya datang kemari sesering mungkin terpajang. Ia tersenyum bangga begitu melihat potret dirinya sendiri yang cukup besar terpajang. Sangat cantik. Sebut Gabriella narsis tetapi ia hanya ingin mengapresiasi dirinya sendiri. Foto itu adalah foto yang membuatnya menjadi model percaya diri seperti saat ini. Seorang super model yang direbutkan banyak majalah fashion terkenal, direbutkan perancang-perancang busana untuk rela mengenakan pakaiannya dan memamerkannya di catwalk bahkan direbutkan pria-pria seantero negara. Gabriella berterima kasih pada Michael yang memajang foto indah itu di gallerynya dan merawatnya dengan baik. Tidak sedikit orang-orang menawar foto itu dan Gabriella selalu menolak ketika Michael bertanya. Bahkan ada yang menawarnya ratusan juta. Setelah puas dan memandangi fotonya, Gabriella naik ke lantai tiga. Butuh kode begitu ingin masuk ke lantai tiga. Tentu saja, karena itu wilayah pribadi pemilik gallery. Setelah menekan kode yang sudah dihafalnya, Gabriella melepas sepatu dan mengenakan sendal rumah lalu mengistirahatkan tubuhnya di sofa sambil menyetel tv. Gabriella menunggu Nana yang katanya akan membawakan makan malam. Karena jujur saja Gabriella kelaparan karena jadwal pemotretan sejak pagi. Drrt. Gabriella mengambil ponselnya di kantung dan memeriksanya. Pesan dari Clara. Clara: Gabriella, aku dan Robin akan makan malam di restoran terdekat. Kau tidak keberatan kan? Apa kau akan makan malam di sana atau ikut? Gabriella mengetikkan balasan dengan cepat dan mengirimnya. Gabriella: Tidak. Aku akan makan malam dengan Nana dan Michael. Gabriella sedang sibuk menonton acara Asian next top model begitu mendengar suara Nana dan Michael dari depan lift. Gabriella mendengar suara Nana yang nampak tegas menolak entah apa itu permintaan Michael. "Baby, ayolah..." Kata-kata Michael terputus ketika matanya bersitatap dengan Gabriella "Eh hai, Gabriella!" sapa Michael begitu melihat Gabriella memandangnya dari sofa. Gabriella tersenyum dan mengangkat remote tv di tangannya kearah Michael, melambai. "Hai, Mike. Bagaimana acaranya?" tanya Gabriella basa-basi, Nana sendiri sudah berjalan ke arah pantry bermaksud untuk memindahkan makanan yang dibawanya ke piring dan mangkuk untuk diberikan pada Gabriella. "Lancar tentu saja. Kau sendiri? Ku dengar kau habis pemotretan dengan...Johnny, ya?" Gabriella mengangkat bahunya acuh. "Hm. Si playboy kacangan." Michael tertawa mendengar hinaan Gabriella pada Johnny. "Sayang kembalilah menjadi fotografer. Aku rela difoto denganmu dengan pakaian apapun!" Pinta Gabriella bercanda. Michael tertawa lepas yang membuat imagenya jauh berbeda dengan sosok fotografer Mike yang orang-orang kenal. Nana muncul dengan nampan penuh makanan dan mendengus kesal. "Ya ya ya! Gabriella Alexander hentikan godaanmu itu dan Michael..kembali ke acara sana, dasar genit!" bentak Nana tegas. Gabriella hanya tertawa setelah mengusik sahabatnya yang posesif itu lalu membantu meraih nampan di tangan Nana jadi dia tidak melihat tatapan memelas yang Michael lemparkan pada Nana penuh harap. Nana hanya memutar bola matanya lalu mendorong Michael keluar. Gabriella langsung melahap salad kentang di hadapannya. "Aku lapar sekali. Rasanya seperti belum makan seharian!" Gabriella menyuap saladnya banyak-banyak. "Tapi memang sepertinya aku belum makan seharian." Nana memicingkan matanya sambil membuka kaleng sodanya. "Kau lebih seperti gelandangan yang belum makan seminggu, Gabriella." Gabriella menulikan telinganya dan memilih fokus pada makanan lezat di hadapannya. Nana nampak gugup. Namun akhirnya dia memberanikan diri menyampaikan permintaan pacarnya barusan. Meskipun tidak yakin Gabriella akan setuju. Karena seperti sebelum-sebelumnya, Gabriella sangat menolak untuk hal yang satu itu. "Gabriella..." panggil Nana kebingungan harus mulai dari mana. Gabriella mengangkat sebelah alisnya. "Kenapa?" tanyanya singkat, sambil fokus makan. Nana menggaruk tengkuknya yang sama sekali tidak gatal. Auranya yang biasanya sukses mengintimidasi seseorang dengan ekspresinya yang dingin kini seperti tidak berlaku, karena aura Gabriella lebih mendominasi. Gabriella yang merasakan keanehan pada sahabatnya akhirnya menoleh memberi Nana sedikit perhatian. "Kenapa?" tanyanya lagi, kini lebih serius dari sebelumnya. Nana mendesah. "Itu... teman bisnis Michael baru saja eum ya..seperti biasanya Gabriella. Dia tertarik dengan fotomu. Dia berani mena--" Gabriella mengangkat sebelah tangannya meminta Nana berhenti bicara. Gabriella sudah mengerti kemana kini arah pembicaraan Nana. "Kali ini siapa yang menawarnya? Seorang kolektor tua bangka p*****t , seorang duda kaya kesepian yang merasa wajahku mirip mendiang istrinya, atau seorang perempuan kaya raya yang ketakutan suaminya yang genit membeli ini sebagai koleksi pribadi?" tanya Gabriella bergurau. Nana terkikik, memang kriteria yang Gabriella sebutkan tadi pernah menawar foto Gabriella dan itu cukup menggelikan. "Eumm kalau ku bilang...dia seorang pria kaya raya, muda, tampan dan ya pecinta seni. Bagaimana? Kau percaya?" Gabriella mengernyit. Aneh sekali, kriteria itu tidak mungkin sekali berani menawar foto itu dengan harga yang tadi Gabriella sempat tangkap sangat-sangat tinggi melebihi penawar sebelum-sebelumnya. "Tidak mungkin. Tidak ada seni sama sekali dalam foto itu. Itu hanya potretan seorang amatir yang sama sekali tidak memiliki seni di bidang fotografi, kecuali dslr yang digunakannya meninggalkan kesan rapi dalam foto itu," ucap Gabriella membuat Nana hanya mengangkat bahunya. Akhirnya pembicaraan itu terhenti di situ. Lagipula Nana yakin sebesar apapun tawaran yang diberikan, Gabriella tidak akan pernah mau menjual foto tersebut. "Nana.." panggil Gabriella lirih membuat Nana menoleh. "Hm?" "Aku merindukannya..." lirih Gabriella. Bahkan Nana bisa melihat wajah Gabriella yang nampak nelangsa. Nanapun mendekati Gabriella dan menghadiahi perempuan itu sebuah pelukan. "Ahhh baby, I'm here. Gabriella jangan menangis." Nana mengusap pelan punggung Gabriella membuat perempuan itu justru semakin ingin menangis. "Ia sudah hampir tiga minggu pergi. Dia tidak pernah lupa menghubungiku tetapi sudah seminggu ini dia tidak menelfonku, dia hanya bisa mengirimiku pesan. Aku merindukannya..." Nana semakin merapatkan pelukannya ketika mendengar Gabriella mulai terisak. Dia yang Gabriella maksud di sini adalah Damian. Nana bisa mengerti, Gabriella hanya memiliki Damian sebagai anggota keluarganya. Selama ini Damian memang sibuk tetapi selalu ada di rumah. Namun setahun belakangan Damian berubah menjadi CEO paling sibuk. Damian harus pergi ke beberapa negara mengurus bisnis dan waktunya pun bisa sampai berminggu-minggu. Dan itulah yang membuat Gabriella memilih menjadi model untuk menyibukkan diri menghindari dirinya dari kesepian ditinggal Damian. Meskipun Damian sempat menolak pada awalnya, siapa juga yang rela istrimu memamerkan tubuh indahnya di mata semua orang? Namun Damian mencoba untuk tidak egois, Gabriella sangat butuh kegiatan yang bisa menyibukkannya. "Aku ingin mendengar suaranya..." lirih Gabriella lagi. Nana tak bisa berkata apa-apa untuk membuat perasaan Gabriella lebih baik. Karena obat rindu hanya ada satu, dipertemukan dengan si yang dirindukan. Setelah Gabriella merasa sedikit baikkan, ia mengeluarkan ponsel dari saku lalu mengetikkan pesan untuk seseorang yang dirindukan. Suaminya. Damiannya. Gabriella: Kau sedang apa? Aku merindukanmu disini... Nana menatap sekilas jam di dinding. "Jamuan makan malamnya pasti sudah selesai dan acara akan segera berakhir. Aku harus ke bawah, kau mau menunggu atau.." Gabriella mengangguk mengerti jika secara tak langsung Nana memintanya pulang. Lagipula ini sudah malam. Gabriella merapikan kuncir rambutnya lalu berjalan bersisian dengan Nana menuju lift. Gabriella turun di lantai dua untuk sekali lagi melihat fotonya sedangkan Nana langsung turun ke bawah untuk bentuk sopan santun pada tamu Michael, terlebih sejak tadi dia menemani Gabriella di atas. "See you again, darl!" seru Nana sebelum pintu lift tertutup. Gabriella berjalan ke arah fotonya dipajang. Lantai dua nampak sepi kini. Mungkin pengunjung sedang berkumpul di bawah dalam jamuan makan malam dan acara penutupan. Gabriella menatap fotonya yang nampak bersinar di bawah temaram lampu. Kini pandangannya sedikit sendu. "Foto yang indah." Gabriella tersentak begitu mendengar suara bass yang muncul dari belakangnya. Seorang pria mengenakan kemeja fit body dengan rambut yang disisir ke belakang dan kacamata ingin memberikan kesan nerd tapi justru nampak pas dan keren. Entah kenapa wajah itu mengingatkan Gabriella dengan wajah pangeran-pangeran dalam kartun Disney. "Aku terkejut di antara karya-karya indah di sini terselip foto yang mengagumkan ini." Melihat Gabriella hanya diam saja lelaki itu buru-buru memperkenalkan diri. "Ah perkenalkan, aku Kevin." Kevin mengulurkan tangannya. Gabriella menatap tangan Kevin yang terulur. Kevin terkekeh kecil. "Nona?" "Ah ya, Gabriella Alexander," ucap Gabriella sambil menjabat tangan Kevin. 
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN