Empat bulan berlalu, Ara dan Kenzo tengah menunggu di kursi tunggu. Sudah hampir setengah jam keduanya menunggu hanya untuk memeriksakan kehamilan Ara yang setiap harinya semakin membesar.
Kenzo menoleh, menatap ke arah istrinya yang bersandar pada bahunya, istrinya terus mengeluh lelah sedari tadi karena kebanyakan duduk, sedangkan dirinya juga tidak bisa berbuat apa-apa kecuali meminta istrinya bersandar padanya. Kedua tangan Kenzo dan Ara saling bertautan, terlihat sekali jika keduanya adalah pasangan suami istri yang bahagia.
"Nanti setelah dari sini kita jalan-jalan keluar, biar kamu tidak bosan di rumah terus." Kata Kenzo pelan seraya menggerakkan ibu jarinya untuk mengelus-elus punggung tangan istrinya.
Ara pun mengangguk pelan. Setelah pulang dari rumah mama papanya hari itu, suaminya benar-benar berubah menjadi lebih siaga, tidak pernah pulang malam lagi seperti biasanya. Suaminya terus memanjakannya tanpa dirinya meminta, dan yang lebih penting, suaminya selalu bertanya saat ingin menyentuhnya.
Selama empat bulan ini Ara benar-benar sangat bahagia. Entah itu mertuanya ataupun suaminya, semuanya membuat dirinya sangat nyaman hingga dirinya bisa lupa untuk mengunjungi rumah kedua orang tuanya.
Satu jam berlalu, Ara dan Kenzo baru saja keluar dari klinik kandungan itu dengan plastik kantong yang ada di tangan Kenzo. Keduanya masuk ke dalam mobil dan duduk diam sebentar.
"Jika dihitung-hitung, kehamilan kamu sedikit aneh ya, padahal sebelum menikah kita sudah hamil, tapi penjelasan dokter soal usia kehamilan kamu kurang dari itu." Kata Kenzo pelan, menyuarakan keanehannya selama ini.
"Aku juga kurang tahu, aku aja bingung ngitungnya bagaimana." Jawab Ara dengan sedikit gugup dan juga takut.
Kenzo yang mendengarnya pun langsung menoleh dan tersenyum lebar ke arah istrinya.
"Aku juga nggak tahu, sebenarnya yang bertanya waktu itu papa. Dia lebih jeli karena pernah merawat wanita hamil." Lanjut Kenzo seraya tersenyum lebar.
"Dasar," gumam Ara pelan seraya tersenyum lebar.
Meskipun sedikit aneh dengan sikap suaminya yang ramah akhir-akhir ini, tetap saja Ara merasa sangat bahagia dan juga mulai menaruh hati pada suaminya itu.
"Aku punya hadiah buat kamu," kata Kenzo pelan.
Ara menaikkan sebelah alisnya saat mendengar apa yang dikatakan oleh suaminya.
"Tara .... " Ucap Kenzo seraya mengeluarkan kunci dan memberikannya pada istrinya.
"Ini kunci apa?" Tanya Ara pelan. Tidak mungkin juga suaminya memberikan dirinya mobil, disaat dirinya saja tidak bisa keluar rumah tanpa laki-laki itu.
Entah sejak kapan itu dimulai, yang pasti Ara sangat malas untuk keluar rumah jika tidak bersama suaminya. Dulu dirinya menganggap hal itu sangat keterlaluan karena dirinya tidak bisa bebas, tapi seiring berjalannya waktu ia menyadari jika suaminya lebih mengkhawatirkan tentang dirinya, apalagi dirinya tengah hamil.
"Aku sudah membeli rumah kemarin, hari ini aku akan mengajak kamu untuk melihat-lihat rumah kita." Jawab Kenzo dengan bangga.
Dari mana Kenzo mendapatkan uang itu? Tentu saja dari kerja kerasnya. Tiba-tiba saja dirinya mendapatkan proyek bagaikan durian runtuh setiap bulannya. Pekerjaannya pun terasa begitu lancar, bahkan jika dirinya membelikan tas branded ataupun barang-barang lainnya untuk istrinya tidak akan begitu terasa, rejekinya benar-benar sangat mengalir hingga membuatnya bingung sendiri bagaimana mengatakannya. Untuk itu Kenzo memilih keluar dari pekerjaan keduanya dan menemani istrinya di rumah saat malam.
Ara terdiam saat mendengarnya, tiba-tiba saja hati Ara terasa sedikit sakit saat mendengarnya. Ara tersenyum tipis karena mengingat dirinya yang pernah membicarakan laki-laki yang menjadi suaminya itu di depan keluarganya.
"Meskipun tidak sebesar rumah mama papa kita, tapi aku jamin kamu akan nyaman. Kita akan pindah sesuai yang kamu inginkan, tapi yang pasti tidak bisa pindah cepat karena harus dirapikan dulu." Lanjut Kenzo memberitahu istrinya.
Ara pun mengangguk, ingin sekali dirinya memeluk suaminya namun egonya benar-benar membuatnya tidak berani melakukannya.
Kenzo mendekati istrinya dan membantu istrinya untuk mengenakan sabuk pengamannya.
"Anak papa yang tenang ya, jangan buat mama lelah, apalagi muntah-muntah dan nggak mau makan." Kata Kenzo pelan seraya menyentuh perut istrinya yang mulai membuncit.
Ara mendekati suaminya dan mencium rambut suaminya pelan.
"Iya papa," jawab Ara yang langsung saja membuat keduanya tertawa dengan keras.
"Kamu kurusan, mama Citra kalau tahu pasti cerewet." Kata Kenzo pada istrinya.
"Tidak, mama pasti juga maklum kok. Apalagi aku masih masa ngidam kan." Jawab Ara memberitahu suaminya.
"Aku beli rumah di dekat sana, karena aku mikirnya kamu akan makin nyaman kalau tinggal di dekat mereka." Kata Kenzo memberitahu.
"Di mana aja sih sebenarnya nggak papa, karena kalau kita sudah punya rumah sendiri keluarga kita bisa berkunjung bebas. Misalkan aku terus tinggal satu atap sama keluarga kamu, mama mau datang mengunjungi pun sedikit tidak enak hati kan?" Balas Ara yang langsung saja membuat Kenzo terdiam dan memikirkan apa yang baru saja dikatakan oleh istrinya.
"Mama nggak pernah bilang gitu kok, tapi aku ngerasa sendiri. Bagaimanapun juga mereka sudah mempercayakan aku padamu, dan kita tinggal di rumah keluargamu, jadi kalau mama dan papa sering datang takut membuat keluargamu tidak nyaman karena menganggap papa dan mama tidak percaya pada kalian." Lanjut Ara lagi dengan tersenyum lebar.
Bodoh lah Kenzo yang pernah berpikir jika istrinya adalah wanita yang sangat suka pada harta, baru beberapa Minggu menikah sudah menuntutnya perihal rumah, belum lagi barang-barang branded yang dimintanya setiap weekend.
Kenzo tersenyum tipis dan mengangguk pelan, ia bahkan melupakan kenyataan itu, di mana istrinya masih memiliki keluarga yang sangat peduli pada istrinya itu.
"Maafkan aku karena tidak memikirkannya dari awal." Kata Kenzo pelan.
"Tidak apa-apa, aku tahu kamu nggak akan pernah kepikiran, cukup tahu IQ kamu aja." Jawab Ara sambil bercanda.
Kenzo yang mendengarnya pun tertawa keras, ia tidak akan marah atau menyangkalnya, karena Kenzo sadar jika dirinya memang tidaklah sepintar itu.
"Kalau gitu kita berangkat ya, aku akan mengemudikan mobilnya dengan hati-hati agar calon putri papa tidak pusing." Kata Kenzo yang langsung saja membuat Ara melotot lebar.
"Memangnya cewek? Kan dokter tadi bilang kalau jenis kelaminnya belum kelihatan." Tanya Ara dengan cepat.
Kenzo yang mendengarnya pun hanya tertawa pelan.
"Tidak tahu, tapi semoga aja cewek biar cantik mirip kamu. Dewasa juga tentunya, jangan sampai niru aku." Jawab Kenzo yang langsung saja membuat Ara tertawa mendengarnya.
Ara memalingkan wajahnya untuk menatap ke arah kaca samping, tangannya bergerak mengusap sudut matanya pelan. Entah kenapa Ara merasa sedikit melow dengan apa yang dikatakan oleh suaminya tadi.
"Nanti kalau kamu mau nginep di rumah mama Citra juga boleh kok, aku juga udah izin sama mama tadi." Kata Kenzo memberitahu istrinya.
"Mama pasti nangis kalau lihat aku, kita udah lama nggak ketemu." Balas Ara pelan.
"Ya karena dia sayang sama kamu." Kata Kenzo lagi.
Ara menganggukkan kepalanya cepat dan tersenyum tipis. Sudah Ara katakan dari awal bukan? Suaminya benar-benar berubah. Bisa mengerti dirinya tanpa perlu dikasih tahu lagi.
Keduanya pun terdiam selama perjalanan, Kenzo sendiri memilih menjalankan mobilnya pelan dan hati-hati. Bagaimanapun juga dirinya tidak bisa sebebas dulu, karena saat ini ada istri yang perlu ia jaga dengan baik. Meskipun Kenzo sadar perlakuannya tidak sebaik perlakuan keluarga istrinya pada istrinya, tetap saja Kenzo akan mengusahakan yang terbaik untuk rumah tangganya.
Tbc
Jangan tinggalkan hate komen ya gays? jika mau memberikan hadiah aku juga nggak nolak kok?