Drama yang dilakukan oleh Febi masih berlanjut hingga kedua orang tuanya datang. Aku pikir mereka akan membela putrinya dan marah denganku. Ternyata dugaanku salah! Pak Angga, Kakak Pak Aditya menyapaku lebih dulu dan memperkenalkan sang istri, Bu Sania dengan ramah. Mengabaikan Febi yang kini masih menangis sambil berteriak jika aku sengaja ingin mencelakainya. Mahendra pamit sebentar ke ruang kerjanya. Mungkin dia tak mendengar suara gaduh di lantai satu. Atau memang malas berurusan dengan ratu drama. “Ayla, naik ke atas dulu. Ke kamar Mahen. Mandi dan berganti pakaian yang bersih sebelum makan malam,” titah Bu Renata. “Gapapa, saya pergi dari sini, Ma? Kan masalahnya belum selesai,” jawabku lirih. Bu Renata menatapku dengan tatapan penuh pengertian. "Febi selalu membuat ulah

