Chapter 9

1022 Kata
“Sebenarnya apa yang Anda lakukan di sana, Miss?” Tanya Jacob lagi ketika mereka telah dalam perjalanan ke rumah Alessia. Namun, Alessia tak menghiraukan pertanyaan Jacob dan hanya diam selama perjalanan. Ia hanya berbicara saat memberitahukan alamatnya pada Jacob. Sepanjang perjalanan, Alessia hanya terdiam sembari menatap ke depan dengan wajah datarnya. Ia sama sekali tak berniat untuk memulai percakapan, begitupula dengan Jacob yang mengerti dengan sifat Alessia. Dan walau Alessia menampakkan wajah datar, namun entah bagaimana Jacob dapat merasakan bagaimana perasaan wanita yang tengah duduk di sampingnya kini. “Sudah sampai” Ucap Jacob saat mereka telah sampai di depan rumah Alessia. Alessia yang tadinya tengah melamun, kini tersadar dan segera turun dari mobil Jacob setelah mengucapkan terima kasih. “Ada apa dengannya?” Tanya Jacob pada dirinya sendiri setelah Alessia masuk ke dalam rumah. Tanpa bertanya-tanya lagi, Jacob langsung menancap gasnya dan pergi dari kawasan rumah Alessia. Hampir saja ia melupakan urusannya di club tadi. “Sial! Tasku!” Umpat Alessia. Ia lalu berjalan ke arah telepon rumahnya dan menelepon seseorang. “Aku melupakan tasku, tolong antarkan ke rumahku setelah shift-mu selesai. Alamatku di jalan Paradise nomor 407” Ucap Alessia kemudian memutuskan sambungan teleponnya, bahkan sebelum orang yang ia telepon menjawab. Alessia menghela nafas panjang. Kini satu-satunya penghasilannya hanya melalui gaji dari perusahaan. Walaupun ia telah menerima warisan dari ayahnya, tapi ia hanya akan menggunakan uang itu untuk keperluan mendesaknya saja. Dan rumah yang ayahnya berikan, tidak akan ia tempati dalam waktu dekat. Namun ia akan datang melihat rumah tersebut sesekali. Bagaimanapun rumah tersebut adalah peninggalan ayahnya. Meski sang ayah merahasiakan hal tersebut darinya, ia harus merawat rumah tersebut layaknya ia merawat rumah yang ia tempati saat ini. Tak butuh beberapa menit, mata Alessia kini terpejam dan larut dalam mimpinya. Ia bahkan melupakan seseorang yang akan datang membawakan tasnya beberapa jam lagi. Selang beberapa jam kemudian, seseorang mengetuk pintu rumah Alessia. Dengan langkah gontai, Alessia berjalan untuk membuka pintu. Brian. “Apa kamu tidur Ale?” Tanya Brian. Namun karena tak mendapat respon dari Alessia, Brian lalu segera memberikan tas Alessia. “Ini tasmu” “Terima kasih” Ucap Alessia sembari mengambil tasnya. “Sebenarnya ada apa denganmu? Sejak kamu pergi, bos marah besar dengan wajah babak belur dan mengatakan kalau dia hampir dipecat karena kamu. Kamu bahkan sampai meninggalkan tasmu di club” Ujar Brian. “Itu masalahku. Sekali lagi terima kasih” Ucap Alessia kemudian masuk ke dalam rumahnya kembali dan menutup pintu. Meninggalkan Brian yang masih penasaran dengan kejadian tadi. Baru kali ini Brian melihat bos mereka marah besar seperti tadi. Namun tak ada gunanya juga ia terus berdiri di depan rumah Alessia dan berharap gadis itu akan keluar kemudian menceritakan semuanya padanya. Itu adalah hal yang paling mustahil terjadi. Oleh karena itu, Brian memutuskan untuk pergi dari sana dan pulang ke rumahnya dengan lapang d**a. ------- “Pagi, Ale!” Seperti biasa, sebuah sapaan ceria di pagi hari yang cerah yang selalu dilontarkan Luna terhadap Alessia. “Pagi” Balas Alessia. Seketika Luna menahan nafasnya dan matanya membelalak. Ia sangat terkejut karena baru kali ini Alessia membalas sapaan. “Ale! Apa kamu bermimpi buruk semalam? Kamu membalas sapaanku pagi ini!” Teriak Luna kegirangan. Namun Alessia tidak menggubrisnya dan terus berjalan menuju ruang office girl. “Hei, hei, ssttt. Dia datang!” Suara bisikan itu terdengar saat Alessia membuka pintu. Namun ia tak menghiraukannya dan berjalan menuju lokernya. “Huh! Dasar sombong! Cuma cleaning service saja sifatnya sombong seperti itu. Dia pikir dia lebih dari kita! Menjengkelkan sekali” Terdengar bisikan lagi saat Alessia mengganti pakaiannya. “Benar. Kenapa dia harus bekerja di perusahaan ini?” “Aku sangat membencinya. Sifatnya itu membuatku muak” “Dia bahkan mengambil tugasku membersihkan ruangan Mr. Wallace” Hingga Alessia keluar dari ruangan tersebut, bisikan-bisikan itu masih dapat terdengar oleh telinganya. Namun seperti biasa, ia tidak pernah menanggapinya karena ia telah terbiasa. Terbiasa dengan sikap orang lain yang mencemooh dan menilainya tanpa tahu apa-apa tentang dirinya. Karena itulah ketika Alessia melihat sifat Luna terhadap dirinya, ia sedikit terkejut. Bisa dibilang Luna adalah wanita pertama yang melihatnya apa adanya tanpa menilai sikapnya yang dingin. Bahkan setelah melihat sifatnya yang sangat jarang menanggapi ucapan wanita itu, tapi Luna tetap mau mengajak dirinya bercanda gurau walau hanya wanita itu saja yang berbicara sementara Alessia hanya diam mendengarkan setiap ocehan Luna. Tiba-tiba langkah Alessia terhenti tepat di depan lift saat memikirkan hal itu. Kepalanya terasa pening, membuatnya memegang erat pegangan troli bersih-bersihnya. Bayangan itu... Bayangan itu... Ting! Suara lift akhirnya membuatnya tersadar. Mengatur nafasnya sejenak kemudian beranjak masuk ke dalam lift. Dan kini ia telah tiba lantai teratas gedung bersama troli bersih-bersihnya. Seperti biasa, ia akan melewati lorong yang remang dan lumayan panjang. Dan seperti biasa pula, masih belum ada siapapun di lantai tersebut. Sekretaris yang biasa duduk di depan ruangan yang ia bersihkan biasanya akan datang ketika ia selesai membersihkan. Alessia menekan tuas pintu dan membukanya. Aroma alkohol langsung menyergap indera penciumannya. Aromanya begitu tajam. Dan Alessia agak tidak suka dengan itu. Alessia lalu masuk dan melihat seorang wanita yang tengah terbaring di atas sofa dengan botol-botol minuman alkohol yang tergeletak begitu saja di atas meja, bahkan ada yang tergeletak di lantai. Penampilan wanita tersebut bisa dibilang cukup berantakan. Pakaian yang ia kenakan cukup berantakan dan rambut sebahunya terlihat acak-acakan. Mata yang sembab dipenuhi maskara yang luntur hingga memenuhi pipinya, mungkin karena ia menangis semalaman. Wanita tersebut adalah Shailine. Tanpa menunggu lebih lama lagi, terlebih dahulu Alessia membersihkan botol-botol kosong yang berserakan di atas meja dan di lantai. Barulah ia membersihkan ruangan tersebut tanpa mempedulikan keberadaan Shailine yang terbaring di atas sofa. “Ugh!” Keluh Shailine sembari memegang kepalanya dan mencoba untuk duduk. Alessia yang tengah membereskan peralatannya tak menghiraukan Shailine dan bersiap-siap untuk meninggalkan ruangan tersebut. “Tunggu!” Panggil Shailine membuat langkah Alessia terhenti. “Jam berapa sekarang?” Tanya Shailine. Alessia lalu menatap jam di dinding. “07.35” Jawab Alessia. “Ugh sial! Kenapa aku selalu ke sini setiap mabuk?” Rutuk Shailine pada dirinya sendiri. Semalam setelah ia bertengkar dengan Zee yang tak lain adalah pacarnya, ia langsung membeli beberapa botol alkohol dan tanpa pikir panjang meminumnya di kantor Harry. Tapi ia juga tak punya tujuan lain selain kantor Harry. Jika ia pulang ke penthouse, ia hanya akan bertemu dengan Zee. Orang yang paling ingin ia hindari. Dan pagi ini ia harus segera pergi dari sini sebelum Harry memergokinya dalam keadaan berantakan seperti ini. Baru saja ia ingin merapikan penampilannya, pintu telah terbuka bersamaan dengan masuknya Harry ke dalam ruangan dan Alessia yang hendak keluar. Keadaan tersebut sontak membuat Shailine sangat terkejut.    ------- Adakah yang bisa menebak kelanjutan nasib Shailine di depan Harry? Wkwk >_< Love you guys~
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN