Saddam menghujani Safa dengan tatapan khawatir, untung saja Ibu tidak ada di ruang tengah karena sedang menyiapkan sarapan di dapur. Terlahir kembar terbiasa berbagi segalanya, Safa tak percaya jika Saddam juga yang harus menyaksikan sisi menyedihkan dan paling rapuh di hidupnya hanya karena mencintai seseorang. Rasanya masih sangat menyesakkan, wajar jika Saddam semakin salah paham. Oh atau tidak, Safa mengakui Saddam justru benar telah menduga jika kebersamaan Safa dan Azriel melibatkan perasaan. Safa menghela napas kembali menunduk dan berjalan hendak menemui Ibu. “Safa, mau ke mana?” Saddam langsung berdiri, langkah Safa tertahan. “Lari pagi.” Kata Safa lalu buru-buru melanjutkan langkah pamit pada Ibu dan mengambil tempat minum kecil, mengisi dengan air putih. Safa lagi-lag

