Aline menatap pantulan dirinya yang tengah mengenakan dress berwarna peach selutut dalam cermin tinggi di kamar sahabatnya. Dia baru saja pulang dari berbelanja dengan ditemani Rega, asisten dari CEO yang akan memakai jasanya sebagai tunangan palsu pria itu.
“Wow! Kau cantik, Lin!” seru Becca ketika gadis itu masuk ke dalam kamarnya.
Becca tambah terkejut dengan beberapa paper bag yang berderet di bawah ranjang tidurnya. Apa lagi dengan merk ternama yang mencolok di setiap paper bag tersebut, semakin membuatnya menggila. Dia berpikir kalau sahabatnya itu baru saja menang lotere.
“Kau berbelanja sebanyak ini, Lin?!” tanya Becca lagi dengan mata membulat lebar dan seakan bola mata itu hampir lepas dari kelopaknya.
“Ya, untung saja dia yang membayar semuanya. Kalau tidak? Mana mungkin aku mau menghambur-hamburkan uangku untuk benda-benda yang tidak penting ini.”
Aline berjalan ke arah lemari sembari mengambil kaus ganti dan menghilang di balik pintu kamar mandi.
“Dia? Dia siapa? Sepertinya kau punya utang penjelasan padaku, deh,” ucap gadis berusia sebaya dengan Aline itu seraya bertolak pinggang.
Aline memang belum memberitahu tentang pekerjaan sampingannya pada Becca, yang merupakan sahabat kentalnya semenjak sekolah menengah dulu. Mereka berdua seakan tidak terpisahkan. Kemana-mana mereka selalu kompak dan tidak pernah ketinggalan berita. Hanya saja mereka bekerja di tempat yang berbeda, Becca bekerja sebagai SPG, di tunjang dengan wajahnya yang lumayan cantik. Sementara Aline lebih beruntung bisa bekerja di salah satu perusahaan bonafit di kota ini.
Hubungan asmara keduanya pun jauh berbeda, Becca memiliki satu kekasih yang sangat cemburuan. Becca dan pacarnya sering kali putus nyambung perihal masalah sepele. Sementara hubungan Aline tidak pernah bertahan lama, karena dia yang selalu ditinggal kekasih setelah para pria itu mengenal keluarga Aline yang merepotkan.
“Aku punya pekerjaan sampingan,” kata Aline yang sudah keluar dari kamar mandi sembari menggantungkan dress cantik itu ke dalam lemari milik sahabatnya.
“Pekerjaan sampingan macam apa? Jadi wanita simpanan maksudmu?!” tanya Becca asal sembari naik ke atas ranjang.
“Sembarangan saja kau bicara!” omel Aline ketus. Dia tidak terima bila disebut sebagai wanita simpanan.
Becca tertawa terbahak-bahak mendengar Omelan sahabatnya itu.
“Lantas apa, dong?” tanya Becca lagi, penasaran.
Aline naik ke atas ranjang dan duduk tepat saling berhadapan dengan Becca. Gadis itu mulai menceritakan tentang pekerjaan sampingannya sebagai tunangan palsu dari CEO di perusahaan tempatnya bekerja. Aline sengaja membocorkan semuanya kepada Becca, karena dia tau sahabatnya itu tidak akan membocorkan apa lagi membahasnya dengan temannya yang lain.
“Wah! Beruntung sekali menjadi kau, Lin.”
“Beruntung?”tanya Aline.
Becca mengangguk, membenarkan.
“Tidak, ah! Ini hanya sekadar hubungan timbal balik saja, tidak lebih,” sanggah Aline. Memang hanya hubungan timbal balik, kan? Dia memberi jasa dengan menjadi tunangan palsu pria itu, dan pria itu membayarnya. Cukup adil.
“Buktinya dia menolak semua para wanita itu dan menerimamu tanpa adanya seleksi lagi. Itu artinya kau beruntung, kan?!”
“Kalau di pikir-pikir, ada benarnya juga, ya,” ucapnya seraya menopang dagu dengan tangannya.
Mungkin pria itu yang dikirimkan Tuhan untuknya membantu pengobatan ibunya dan membayar utang-utang ayahnya. Entah perbuatan baik apa yang sudah dilakukannya di masa lalu, sehingga mendapat balasan seperti ini.
***
Siang itu, Joe tengah menikmati makan siang bersama Marissa Pramudya, ibunya, di restoran yang sudah menjadi langganan keluarga mereka. Sebenarnya Marissa sudah beberapa waktu lalu meminta Joe untuk makan siang bersama, hanya saja pria itu selalu beralasan sibuk. Sehingga baru hari ini mereka bisa menikmati makan siang bersama.
“Mama tidak mau tau, pokoknya di hari jadi Papa mu nanti, kamu harus membawa pasangan,” ucap Marissa dengan mimik wajah serius memperingati putra sulungnya.
Pasalnya, Marissa merasa khawatir dengan putra pertamanya ini, yang hingga saat ini tidak pernah membawa kekasih untuk di kenalkan kepada keluarganya. Padahal usianya sudah sangat matang. Sementara dua adiknya yang yang lain masing-masing sudah berumah tangga. Bahkan, dia sering kali mendengar selentingan kabar yang menyatakan kalau Jonathan Pramudya adalah seorang pria yang memiliki kelainan seksual. Berita itu benar-benar membuat Marissa gerah sendiri, dia lebih tau bagaimana putranya sendiri dari pada para wartawan itu.
Joe membuang napas kasar, sudah sering kali ibunya membahas hal seperti ini. Memintanya untuk segera menikah. Sampai-sampai pria itu merasa risih dengan pembahasan itu-itu saja.
Rega pernah membela ibunya kala itu,
“Wajar saja beliau resah, Joe. Kau putra pertamanya dan belum juga menikah, sedangkan dua adikmu yang usianya tak berbeda jauh di baawahmu mereka sudah berumah tangga. Bagaimana mungkin ibumu tidak khawatir?”
Perkataan Rega dan ibunya sungguh sangat mengganggu dirinya.
“Mama tenang saja, Joe, akan membawa seorang gadis ke rumah dan memperkenalkan pada kalian semua,” sahut pria itu dengan nada santai.
“Sungguh?” tanya Marissa mencoba memastikan putranya.
Joe mengangguk mengiyakan pertanyaan sang ibu.
“Mama akan menunggu hari itu tiba.”
Sebenarnya Marissa sudah menyiapkan seorang gadis yang akan dia jodohkan dengan putranya, tetapi hal itu langsung mendapat larangan dari salah satu menantunya. Vivian yang mengatakan kalau pria sangat membenci perjodohan, sehingga membuatnya menjadi seorang yang pembangkang dan Marissa tidak mau itu terjadi. Oleh sebab itu, dia membatalkan niatnya untuk mencarikan calon istri untuk putra sulungnya.
Usai makan siang, Joe kembali ke kantornya. Kemudian dia memanggil Rega dan memintanya untuk langsung menemuinya.
Tidak sampai sepuluh menit, Rega sudah berada di ruangan atasannya.
“Bagaimana makan siangnya?” tanya Rega seraya memainkan benda yang terbuat dari besi yang di atas meja kerja Jonathan.
“Sesuai dengan apa yang kupikirkan.”
Rega terkekeh. “Sudah kuduga!”
Joe memutar bola matanya malas. Dia sudah tau apa yang dipikirkan oleh asistennya itu tidak jauh berbeda dengan apa yang dia pikirkan bila mengenai ibunya. Ya, mereka sudah dekat sejak lama, jadi tidak aneh bila mereka memiliki pemikiran yang sama antara Joe dan Rega.
“Apa kau sudah memberi pemahaman pada gadis itu ... siapa namanya ...?” tanya Joe yang agak lupa dengan gadis yang akan menjadi tunangan palsunya.
“Aline Puspita. Belum.” Rega menyebutkan nama gadis itu.
“Waktunya satu hari lagi, Reg. Dia harus sudah paham dengan aturan-aturan yang aku buat,” ucap Joe sedikit menekan.
“Kami hanya berbelanja kemarin dan sangat memakan waktu. Setelah itu, dia menolak menerima pelajaran dariku, dia bilang capek dan mau beristirahat dulu.”
Joe berdecak mengetahui kabar gadis bar-bar itu. Dia harus turun tangan untuk membuat gadis itu tidak bertindak semaunya. Joe hanya ingin kalau gadis itu tidak membuat kesalahan di acara makan malam yang merupakan adalah acara hari jadi papanya.