Bab 5. Tugas Pertama

1115 Kata
Seperti yang sudah dijanjikan oleh pria bernama Jonathan Pramudya, Aline akan mendapat bayaran di muka sebelum dia menjalankan perannya sebagai tunangan palsu pria itu nanti malam. Sepulang dari kantor, Aline langsung bertolak ke apotek untuk menebus obat ibunya yang sudah kehabisan. Amira, adiknya sudah meneleponnya sejak tadi mengingatkan dirinya untuk tidak lupa singgah ke apotek sebelum pulang. Setelah menebus obat di apotek, gadis berusia dua puluh lima tahun itu membeli beberapa camilan untuk keluarganya. Aline memesan ojek online untuk lebih cepat sampai ke rumahnya karena dia sedang mengejar waktu. Dia harus sudah bersiap sebelum pukul delapan malam nanti. Belum lagi dia juga harus ke rumah Becca, karena semua pakaian yang dibelinya dia taruh di sana. Bukan tanpa sebab dia melakukan itu, dia hanya tidak ingin keluarganya tau kalau dia memiliki barang-barang branded, mereka pasti akan berpikir yang tidak-tidak. Apa lagi bila ayahnya tau, bahkan itu lebih buruk lagi. Kurang dari lima belas menit kemudian Aline telah sampai di depan sebuah rumah sederhana dengan pagar tralis setinggi d**a yang sudah berkarat karena dimakan usia. Gadis itu masuk ke dalam rumah dan mendapati Amira tengah duduk menyaksikan tayangan TV bersama ibunya. “Kau tidak lupa untuk mampir ke apotek, kan?” tanya Amira dengan mata yang menatap kantong di tangan kiri kakaknya. “Tentu saja tidak. Ini ...” Aline menyerahkan kantong plastik di tangannya kepada adiknya. “Apa ini?” tanya Amira sembari membuka kantong tersebut dan seketika wajahnya berubah cerah. “Wah! Enak! Aku akan mengambil piring,” katanya lagi seraya beranjak dari duduknya dan melangkah ke dapur. Aline mengambil duduk di tempat yang tadi di duduki oleh sang adik. Gadis itu menggenggam jemari ibunya yang saat ini tengah berbaring lemah akibat penyakit asma yang telah lama dideritanya. “Kau bekerja dengan baik, Nak?” tanya Maria, ibunya sembari membelai rambut putri tengahnya. Aline mengangguk dengan senyum tersemat di bibirnya. Yang gadis itu harapkan adalah, ibunya lekas membaik, hal itu akan membuatnya tenang dalam bekerja. Edgar dan Maria memiliki tiga anak, satu putra dan dua putri. Putra pertama mereka bernama Alan yang saat ini berusia dua puluh delapan tahun. Pria itu pergi merantau sejak enam tahun lalu untuk bekerja di negri orang. Awal bekerja semua baik-baik saja bahkan kirimannya lancar, tetapi makin ke sini dan sudah hampir dua tahun kebelakang pria itu sudah tidak ada lagi kabarnya. Sementara mereka sudah mencari tau ke sana ke mari, tetap saja tidak ada hasil. Sehingga mereka pasrah saja dengan keadaan dan berdoa semoga anak dan kakak mereka selalu baik-baik saja. Hal itu yang menyebabkan kesehatan Maria menjadi menurun dan ayahnya menjadi pecandu judi karena kurangnya pemasukan dan kehilangan kabar dari putra sulung mereka. Aline adalah putri kedua di keluarga ini, semenjak lulus sekolah menengah dia bertekad untuk bekerja dengan giat demi kehidupan keluarganya yang memprihatinkan. Dia juga diam-diam mengikuti kuliah malam khusus karyawati. Amira si putri bungsu hanya berada di rumah menemani ibunya sembari bekerja serabutan karena dulu dia adalah gadis nakal yang sering membolos saat di sekolah. Amira membawa piring berisi makanan yang Aline beli tadi sepulang dari apotek. Mereka menikmati camilan itu bersama-sama. Sampai akhirnya Aline mengingat sesuatu kalau dia harus segera bersiap-siap. “Maafkan, aku harus pergi,” ucap Aline seraya membuka dompetnya mengeluarkan beberapa lembar nominal uang dan memberikan pada ibunya. “Mau kemana? Bukankah pekerjaanmu sudah selesai?” tanya Amira yang merasa aneh dengan tingkah kakaknya. “Aku ada janji dengan Becca, dia memintaku untuk menemaninya pergi. Kau tau, kan, kalau dia adalah wanita yang penakut dan tidak berani pergi sendiri?” Aline memberi alasan. Amira hanya mengangguk saja dan tidak ingin memperpanjang masalah dengan banyak bertanya. “Kau akan menginap di tempat Becca?” Maria menyela pertanyaan. “Sepertinya begitu, Bu,” balas gadis itu sembari mengecup kening ibunya lembut. “Baiklah, aku pergi dulu. Dah!” Aline berjalan keluar rumah dengan tergesa-gesa sembari memesan ojek online. Ini sudah hampir jam tujuh malam, dia punya satu jam untuk bersiap-siap sebelum utusan pria itu menjemputnya di kediaman Becca. Sepuluh menit kemudian, Aline turun dari ojek online sembari membayar ongkos. Gadis itu bergegas naik ke lantai tiga di mana unit apartemen sahabatnya berada. Bukan seperti apartemen mewah, kediaman Becca mirip seperti rumah susun pada umumnya. Tanpa adanya lift, hanya ada tangga yang digunakan untuk naik dan turun. Aline sudah sampai di depan pintu kediaman Becca, dia mencari-cari kunci cadangan yang dimilikinya. Setelah ketemu dia langsung membuka pintu dan kembali menutupnya. Gadis itu bergegas mandi dan memilih gaun yang kemarin sudah dicobanya. Dia yakin kalau dress yang dipilihnya adalah gaun yang tepat untuk acara makan malam ini. Usai membersihkan diri, gadis itu kembali mematut dirinya di depan cermin, memastikan kalau penampilannya sudah sempurna. Make up minimalis, rambut panjangnya yang sedikit berwarna cokelat dia biarkan tergerai indah di punggungnya. “Lihatlah siapa wanita itu?” tanyanya pada dirinya sendiri. Aline akui penampakan dirinya sangat berbeda dari biasanya. Malam ini dia memuji dirinya yang terlihat sangat cantik dan memukau. Gadis itu mengambil sepasang sepatu cantik berwarna beige dengan tinggi sepuluh Senti. Ini adalah pertama kalinya dia berpenampilan anggun seperti ini. Seumur hidupnya dia selalu berpakaian biasa saja yang menurutnya nyaman dan tidak mempedulikan pandangan orang lain. Ponselnya yang dia letakan di atas ranjang berdering tanda panggilan masuk. Gegas gadis itu mengambil dan melihat nama ‘Boss’ tertera di layar ponselnya. “Halo?” sapanya dengan suara lirih. “Aku sudah menunggumu di parkiran.” Aline sedikit terkejut ketika tau bahwa bosnya lah yang akan menjemputnya, bukan Rega, asistennya. “Baiklah, aku akan turun sekarang,” ucapnya memberitahu. “Sebaiknya begitu, karena aku tidak suka menunggu!” Panggilan dimatikan. Aline ingin memaki, tetapi dia urungkan. Lebih baik dia bergegas turun menemui pria yang menyebalkan itu. Gadis itu kembali mengunci pintu rumah Becca, dia tidak tau kapan temannya itu pulang. Aline menuruni tangga dengan sangat hati-hati karena dia belum terbiasa mengenakan sepatu hak tinggi dengan menuruni tangga. Aline tiba di pelataran gedung rumah susun yang hanya berlantai lima itu. Sebuah mobil sedan mewah berwarna hitam mengkilap berhenti tepat di depannya. Gadis itu mencari tau siapa yang berada di dalamnya. Kaca jendela mobil di turunkan, Aline sedikit tersentak ketika tau yang di dalam mobilnya adalah Joe, bosnya. Dia pikir akan ada supir yang menemani pria itu menjemputnya ke sini. “Masuklah!” titah pria itu tanpa menoleh ke arah gadis yang berada di luar mobilnya. Aline membuka pintu mobil dan naik dengan sangat hati-hati. Setelah itu, Joe mengendarai mobilnya dengan kecepatan sedang. Sementara Aline di sebelahnya tengah menyiapkan dirinya. Semua penjelasan tentang keluarga pria itu sudah dia dapatkan dari asistennya beberapa hari lalu. Aline hanya cukup memperkenalkan dirinya sebagai calon tunangan yang cukup sibuk. Sangat aneh menurutnya, tetapi dia manut saja apa kata dua pria itu. Terpenting dia sudah dibayar.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN