“Halo, pa!”
Suara itu sangat familier bagi Darren bahkan suara inilah yang dia tunggu sejak tadi.
“Andra! Ini kamu kan? Ka—kamu ... Kamu benar-benar Andra kan?” tanyanya dengan suara gagap, Darren takut jika itu hanya sebuah mimpi.
Di seberang sana.
Dylandra yang masih melihat ke layar televisi pun, memijat dahinya.
“Iya ini aku pa! Memangnya siapa lagi? Coba papa lihat layar ponsel papa, itu ada kan nomor aku? Oh ya, aku tadi mencoba untuk menelepon mama tapi ponselnya tidak aktif, mama ke mana pa? Mama baik-baik saja kan?” tanya Dylandra, merasa perasaannya tidak tenang, takut terjadi sesuatu pada ibunya sekaligus wanita yang menjadi cinta pertamanya itu.
Darren menghela napas lega, dia tersenyum cerah jika itu bukanlah mimpi.
“Syukurlah ini bukan mimpi, Andra bagaimana keadaan kamu sekarang? Kamu baik-baik saja kan? Ada luka tidak?” tanyanya dengan panik.
Dylandra menepuk dahinya, dia tahu betapa panik ayahnya itu.
“Pa, aku baik-baik saja! Tidak ada luka sama sekali, karena aku tidak ikut penerbangan itu, aku masih ada di Jakarta,” ucapnya.
Membuat Darren terkejut mendengarnya.
“APA! Kamu masih ada di Jakarta? Ka-kamu kenapa bisa tidak ikut penerbangan itu?” tanyanya dengan penasaran.
Dylandra tak bisa menceritakan semuanya sekarang.
“Nanti aku ceritakan semuanya pa, sekarang katakan dimana mama? Aku ingin bicara dengan mama? Aku takut mama sudah melihat berita sialan itu, aku takut ....”
“Andra, mama kamu pingsan dan sekarang belum sadarkan diri, mama kamu shock saat mendengar berita kecelakaan pesawat yang kamu tumpangi itu dan mengira kalau kamu menjadi salah satu korban dalam kecelakaan itu, dia ....” belum selesai Darren bicara, Pramuditya langsung mendekatinya.
“Dar, kamu sedang bicara dengan siapa? Kenapa tadi Papa mendengar kamu menyebut nama Andra?” tanyanya.
Darren pun langsung menatap ke arah Pramuditya.
“Pa, jangan menyalahkan diri papa lagi, karena Andra selamat dari kecelakaan itu dan sekarang yang sedang bicara denganku adalah dia,” jawab Darren.
Mendengar itu, Pramuditya langsung merebut ponsel ditangan Darren.
“Eh, Pa! Aku belum selesai bicara dengan dia!”
Pramuditya tak menggubris ucapan Darren, dia segera menempelkan ponsel itu di telinganya.
“Andra, apakah ini benar-benar kamu Nak?” tanyanya dengan nada lirih.
Dylandra pun tersenyum dan menjawabnya.
“Iya, ini aku Kakek! Tadi aku dengar dari Papa kalau kakek sedih dan terus menyalahkan diri terus, apakah itu benar?” tanya Dylandra, dia merasa bersalah pada Kakeknya itu.
“Iya, Kakek merasa sangat bersalah karena gara-gara Kakek yang memaksa kamu pergi ke luar negeri untuk melanjutkan pendidikan Hukum kamu di sana malah terjadi kecelakaan ini dan Kakek ....”
“Sudah ya, jangan terus menyalahkan diri begini! Aku jadi ikut merasa bersalah kek,” sela Dylandra, dia tidak tega mendengar suara lirih sang Kakek dan baru kali ini, dia mengerti jika sang Kakek sangat menyayangi dirinya.
“Kakek, sekarang kan aku baik-baik saja dan kakek seharusnya sudah tenang kan? Jadi, jangan bersedih lagi takutnya mengganggu kesehatan Kakek,” lanjutnya.
Mendengar ucapan sang cucu, Pramuditya pun tersenyum.
“Baiklah! Kakek berjanji tidak bersedih dan tidak akan menyalahkan diri Kakek lagi, tapi Andra, tolong jelaskan sama Kakek! Bagaimana bisa kamu selamat dari kecelakaan maut itu? Lalu, sekarang kamu ada di mana? Ka-kakek ... Kakek mau menjemput kamu,” ucapnya.
Dylandra menepuk dahinya.
“Ah ... Iya Kakek! Jadi begini ceritanya, aku ....” belum selesai Dylandra bicara.
Tiba-tiba saja.
Krekkk!
Pintu kamar mandi pun terbuka dan keluarlah sosok wanita cantik yang saat ini, sudah tidak ada riasan di wajahnya dan dia hanya menampakkan sosok wajah alaminya dengan kulit tubuhnya yang putih bersinar, ditambah dia hanya memakai handuk yang melilit tubuhnya yang memperlihatkan jelas lekuk tubuhnya yang sangat indah serta dengan rambut tergerai indah yang masih basah menambah kecantikan alaminya yang memikat Dylandra saat itu juga.
“Cantik sekali!” gumam Dylandra, tatapannya yang tak berkedip sama sekali, melihat sosok yang membuat dia semakin terpesona.
Namun, Nataliaia, dia tak sadar dengan tatapan Dylandra, dia terus sibuk menggosok rambutnya sendiri dan melupakan jika di dalam kamar itu masih ada Dylandra bersamanya.
Glek!
Dylandra menelan ludah berkali-kali, saat melihat tubuh indah Nataliaia dan nalurinya sebagai pria normal dan juga sebagai playboy pun mulai membangkitkan hasrat dalam tubuhnya.
“Tubuhnya indah sekali! Jika aku bisa mencicipinya, pasti dia enak sekali,” gumamnya dengan tatapan penuh hasrat, Dylandra terus menatap Nataliaia dan mengabaikan suara sang Kakek yang masih dalam sambungan teleponnya.
“Sial! Wanita ini benar-benar sangat cantik! Aku ....” Dylandra yang sibuk dengan pikiran kotornya pun langsung tersadar kembali saat dia mendengar suara sang Kakek.
“Andra, kamu baik-baik saja kan? Jawab Kakek! Andra ....”
“Iya, aku baik-baik saja kek! Tidak perlu khawatir, ya kek!” jawabnya dengan nada tinggi.
Membuat Nataliaia langsung menatap ke arahnya.
“Ma—mas Dylan!” ucapnya yang langsung melempar handuk kecil yang sejak tadi dia gunakan untuk menggosok rambut panjangnya dan segera menyilangkan kedua tangannya di d**a secara refleks.
“Mas Dylan! A-aku ... Aku ....” Nataliaia panik sekaligus malu, dia salah tingkah sendiri.
“Maaf mas, aku lupa kalau di kamar ini masih ada kamu! Aku pikir kalau aku sedang ada di kamarku sendiri dan ....” Nataliaia segera membalikkan tubuhnya dan segera masuk kembali ke dalam kamar mandi.
Brakkk!
Dia pun kembali menutup pintu kamar mandi.
Dylandra menepuk dahinya sambil tersenyum sendiri.
“Haisttt! Lucu sekali kamu, gadis manis!” ucapnya beserta kekehan kecil.
Setelah itu, Dylandra kembali ke panggilan telepon yang masih tersambung.
“Kakek, aku tunda dulu ceritanya ya! Nanti kalau sempat, aku hubungi kakek lagi,” ucapnya.
Pramuditya menaikan alisnya, dia mendengar ucapan cucunya terhadap Nataliaia.
“Andra! Kamu sedang bersama dengan wanita? Di hotel mana?” tanyanya.
Dylandra menghela napas panjang.
“Ya, sedang bersama dengan wanita, wanita cantik, polos, masih suci dan ....”
“Andra! Kamu jangan menodai wanita baik-baik! Berhenti jadi pria b******k!” Teriak Pramuditya, dia tahu sifat cucunya yang playboy dan sering main perempuan itu.
“Kakek minta, kamu tinggalkan wanita baik-baik itu! Kakek tidak mau wanita baik-baik itu Masa depannya hancur karena ulah kamu dan ....” belum selesai Pramuditya bicara, Dylandra menyelanya.
“Tenang saja Kakek! Aku juga masih punya otak, tidak mungkin aku meniduri wanita sebaik dia secara sembarangan! Kakek juga tahu kan, wanita yang tidur denganku seperti apa?” Tegas Dylandra.
“Sebajingannya aku, tidak mungkin aku mau merusak wanita sebaik dia, apalagi memanfaatkan dia yang sedang putus asa! Aku bukan tipe pria b******k tak tahu malu seperti itu, a-aku hanya murni hanya mau menolong dia, aku hanya ... Ah sudahlah! Nanti saja aku jelaskan semuanya, sekarang aku mau menenangkan dia dulu! Aku tidak mau dia menganggap kalau aku pria c***l,” ucap Dylandra dia segera bangun dari posisi duduknya dan mengambil jas miliknya.
“Sudah ya Kakek! Jaga kesehatan Kakek dan katakan sama mama, kalau aku baik-baik saja! Dan juga, sepertinya aku belum bisa kembali ke rumah untuk beberapa saat ini.” Dylandra pun menatap jasnya dan perlahan melihat ke arah pintu kamar mandi, dia bingung sendiri.
“Ok! Kakek tunggu kamu hubungi Kakek lagi, nanti kamu harus beri kabar mama kamu juga, kasihan sampai pingsan karena terlalu menyayangi kamu, oh ya! Tentang pendidikan kamu di luar negeri, kamu ....”
“Aku tidak mau pergi ke luar negeri, aku akan mengambil pilihan kedua saja, yaitu mau bekerja dibawah pengawasan Kakek, bagaimana? Kakek senang kan?” ucap Dylandra.
Pramuditya langsung tertawa mendengarnya.
“Hahahaha ... Bagus! Akhirnya kamu mengambil keputusan yang Kakek inginkan! Kalau begitu, kamu harus tepati janji kamu untuk ikut Kakek setiap menangani kasus dan belajar mengelola. Firma hukum milik Kakek ini, oh ya! Kebiasaan buruk kamu yang suka bermain itu juga ....” belum selesai Pramuditya bicara, Dylandra langsung menyelanya.
“Tenang saja Kakek! Aku akan mematuhi syarat kakek yang itu, aku janji tidak akan bermain dengan wanita-wanita nakal itu lagi! Aku akan berusaha serius bekerja di bawah pengawasan Kakek, tapi ....” Dylandra terdiam sejenak.
“Tapi apa Andra?” tanya Pramuditya.
“Ah sudahlah! Nanti saja kita bahas lagi, aku mau selesaikan urusan aku dulu!” ucapnya yang setelah itu, mengakhiri panggilan telepon secara sepihak.
“Eh, Andra tunggu dulu! Kakek belum selesai bicara Kakek ....”
Tut’ tut’ tut’
Suara pun terputus, membuat Pramuditya langsung menatap layar ponsel yang berubah menjadi gelap.
“Bagus! Bagus sekali! Bocah ini tiba-tiba berubah menjadi lebih patuh dari sebelumnya, sepertinya dia menemukan wanita yang bisa mengubah sifat buruknya itu, dia ....” Pramuditya tersenyum sendiri lalu menatap ke arah Darren yang saat ini sedang memegang erat telapak tangan Aline lalu mengecupnya berkali-kali, dia terus berbisik didekat telinga Aline yang masih belum bangun dari pingsannya.
“Sepertinya Andra si bocah nakal ini juga akan berubah sama seperti ayahnya dulu, sifat dan prilakunya pun sama, lalu berubah menjadi lebih baik setelah bertemu dengan wanita yang bisa membuatnya jatuh cinta,” gumam Pramuditya, dia terus tersenyum melihat kearah Darren lalu ke arah Aline.
“Semoga wanita yang bisa mengubah Andra bisa sebaik kamu ya nak!” ucapnya.
Setelah itu, Pramuditya pun berjalan mendekati Darren dan memberikan ponsel itu kembali padanya, lalu menceritakan tentang Dylandra kepada Darren saat itu juga.