Dylandra mendekati pintu kamar mandi dan entah kenapa, dadanya berdegup sangat kencang.
"Bagaimana ini? Apakah aku harus memberikan ini padanya?" gumamnya.
Dylandra mengulurkan tangannya untuk mengetuk pintu itu, namun gerakannya langsung terhenti.
"Duh, bagaimana ini? Aku ...." Dylandra langsung membayangkan apa yang sebelumnya dia lihat.
"Sial, dia cantik sekali! A-ku ... Aku takut kalau aku lepas kendali dan ... Argggh! Sial! Aku tidak boleh memiliki pikiran semacam itu terhadap kamu Nataliaia, aku tidak ...." belum selesai Dylandra menyelesaikan dilemanya.
Tiba-tiba saja.
Krekkkk!
Pintu kamar mandi pun terbuka, membuat Dylandra tersentak.
"Eh!" Dylandra langsung melihat sosok Nataliaia yang masih sama seperti sebelumnya, bedanya hanya rambutnya yang sudah kering.
"Emmm ... Mas Dylan, sa-saya ... saya minta maaf! Tadi mas Dylan pasti terkejut ya?" ucapnya dengan suara terbata-bata.
Dylandra mengangguk tapi tatapannya mematung ke arah Nataliaia.
"I-iya! Kamu tidak perlu minta maaf, kamu juga tidak salah sama sekali, hanya saja ...."
Glek!
Dylandra menelan kasar ludahnya, dia terus menatap wajah cantik Nataliaia yang polos tanpa riasan sama sekali.
"Cantik!" gumamnya sambil menelan ludahnya Kembali.
Setelah itu, tatapan Dylandra langsung berpindah ke arah bibir Nataliaia yang tipis berwarna merah muda.
"Bibirnya menggemaskan sekali! Pasti kalau dicoba, itu rasanya manis sekali," gumamnya lagi, Dylandra terus menatap Nataliaia tanpa berkedip sama sekali.
Melihat tatapan Dylandra yang tanpa sadar sudah seperti pria m***m itu, Nataliaia merasa tidak nyaman dan secepatnya, dia kembali menyilangkan kedua tangannya untuk menutupi dadanya.
"Ma-mas Dylan, kenapa anda menatap saya dengan tatapan seperti itu? A-apakah ... A-apakah ada yang aneh dengan saya?" tanya Nataliaia yang semakin merapatkan kedua tangannya.
Mendengar itu, Dylandra langsung menggelengkan kepalanya, dia sadar kalau sikapnya sudah mulai diluar kendalinya.
"Ma-maafkan saya Nataliaia! Saya tidak bermaksud untuk ...." Secepatnya Dylandra membuka lebar jas ditangannya lalu memakainya ke tubuh Nataliaia.
"Pakai ini dulu, nanti saya belikan pakaian baru untuk kamu, emmmm ... Tunggu sebentar!" ucap Dylandra yang segera membalikkan tubuhnya, dia segera menepuk pelan dahinya.
"Kendalikan diri kamu Andra! Dia ini gadis baik-baik tidak boleh sembarangan memiliki niat untuk menidurinya," gumamnya.
"Nataliaia, saya keluar dulu! Kamu tunggu di sini ya!"ucap Dylandra.
Nataliaia yang sudah memakai jas Dylandra pun, membuka kedua tangannya yang tadi menutupi tubuhnya dan memperbaikinya agar lebih nyaman.
"Iya mas Dylan, terima kasih karena sudah menolong saya! Maafkan saya, karena banyak sekali merepotkan anda, saya janji ... Setelah saya kembali ke rumah, saya akan mengganti semuanya," ucap Nataliaia, dia merasa sangat bersyukur bisa dipertemukan dengan pria sebaik Dylandra dan dia yakin, jika Dylandra tidak mungkin sebrengsek Bryan, mantan calon suaminya itu.
Dylandra tersenyum tipis, lalu membalikkan tubuhnya, menatap ke arah Nataliaia.
"Tidak perlu memikirkan semua itu, sekarang kamu tenangkan diri kamu dulu, saya tahu kalau suasana hati kamu pasti sangatlah buruk," ucapnya.
Nataliaia mengangguk, dia tersenyum getir ketika mengingat kembali kejadian saat dia mengetahui semuanya.
"Anda benar mas! Saya harus menata hati saya dulu dan saya juga harus segera menyelesaikan semua ini," ucapnya dan tanpa sadar, air mata pun jatuh kembali dari sudut matanya.
Dylandra merasa sakit melihat air mata itu.
"Sudah jangan menangisi pria b******k itu lagi, kamu harus bangkit dan tunjukkan kalau kamu baik-baik saja tanpa dia, emmm ... Maaf kalau saya jadi sok bijak seperti ini," ucap Dylandra, dia tersenyum malu sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal sama sekali.
Nataliaia segera menghapus air matanya.
"Ah iya! Apa yang anda katakan itu benar mas! Saya aku kuat tidak boleh putus asa karena seorang pria seperti dia, terima kasih atas suport nya mas." Nataliaia tersenyum dan dia merasa jauh lebih baik, rasa sesak yang sempat membuat hatinya sakit perlahan menjadi lebih lega.
"Ya sudah! Sekarang saya mau keluar dulu, mau cari pakaian untuk kamu, tidak mungkin kan kamu keluar memakai pakaian pengantin yang sudah kotor itu," ucap Dylandra sambil menatap ke arah gaun putih yang masih dilantai depan pintu kamar mandi.
Nataliaia mengangguk setuju.
"Yang anda katakan itu benar mas Dylan, gaun itu selain kotor, saya juga sudah tak mau memakainya lagi, mau saya buang saja!" Ucapnya dengan nada penuh tekanan.
"Emmm ... Itu terserah kamu, karena gaun itu milik kamu! Oh ya, apa lagi yang kamu inginkan? Makanan? Kamu mau nitip makanan tidak? Sekalian saya mau keluar," ucap Dylandra.
Nataliaia terdiam sejenak, perutnya memang sedikit merasa lapar tapi dia tak ada nafsu sama sekali.
"Saya ... Emmm ... Saya tidak ...."
Krukkk!
Suara perutnya tiba-tiba terdengar, membuat Dylandra tersenyum menahan tawanya.
"Puft! Saya mengerti! Kalau begitu mau makanan apa?" tanya Dylandra.
Nataliaia merasa malu sekali, dia langsung menundukkan kepalanya sambil mengelus perutnya.
"Emmm ... Nasi goreng saja mas! Terima kasih," ucapnya.
Dylandra menutup mulutnya, dia takut tertawa keras dan menyinggung Nataliaia.
"Baiklah! Kalau begitu saya keluar dulu, tunggu di sini sampai saya kembali," ucapnya yang setelah itu berjalan menuju pintu keluar.
Namun, saat Dylandra baru menekan handle pintu, dia menoleh kembali ke arah Nataliaia.
"Oh ya! Pakaian model apa yang kamu inginkan? Juga ukurannya apa? Saya tidak faham tentang pakaian wanita," ucap Dylandra.
Nataliaia pun segera menjawabnya.
"Tidak usah yang ribet mas, celana panjang dan kaos saja, ukuran pakaian saya M dan ukuran celana panjang size dua puluh sembilan," jawabnya.
Dylandra mengangguk-anggukan kepalanya.
"Baiklah! Ada lagi yang mau kamu inginkan? Minuman, obat atau ...."
"Sudah cukup itu saja mas," jawab Nataliaia dengan tegas.
"Baiklah kalau begitu, saya pergi sekarang, kamu tunggu di sini jangan kemana-mana," pinta Dylandra yang setelah itu, dia membuka pintu lalu keluar meninggalkan Nataliaia di dalam kamar itu sendirian.
"Hati-hati mas Dylan!" teriak Nataliaia.
Dylandra tersenyum kecil mendengarkannya dan setelah itu.
Brakkk!
Pintu pun tertutup, Nataliaia melihat sosok Dylandra menghilang dibalik pintu itu.
"Terima kasih Tuhan karena sudah mempertemukan hamba dengan pria sebaik mas Dylan, bukan hanya baik tapi dia tampan sekali, bahkan jauh lebih tampan Bryan si b******k itu!" ucapnya yang kemudian ekpresi wajahnya langsung berubah penuh kebencian ketika mengingat tampang Bryan.
"Aku sungguh sangat menyesal karena sudah memercayai pria seperti kamu Bryan! Selama ini, kamu yang begitu menghormati aku dan tak berani menyentuh aku, aku kira kamu adalah pria yang benar-benar setia dan sangat mencintai aku, tapi nyatanya ...." Nataliaia menghela napas panjang, dia berusaha untuk tidak menitikkan air matanya.
"Sudahlah! Seharusnya aku sadar diri juga, kalau aku memang tidak cocok dengan dia, apalagi ibunya tak pernah merestui hubungan kami karena Derajat kami sangatlah jauh dan aku seharusnya dari awal menyadari semuanya," ucap Nataliaia.
Dia pun segera berjalan ke arah jendela yang memiliki pemandangan indah menghadap ke arah laut.
"Apa yang harus aku lakukan setelah ini? Kakak pasti dia marah sekali padaku dan mama ... Bagaimana dengan keadaan mama nantinya? Biaya pengobatan mama pasti dihentikan oleh Bryan karena aku menolak untuk menikah dengannya dan aku harus mencari pekerjaan yang memiliki gaji lebih besar dari ini, supaya pengobatan mama tidak terhenti," ucap Nataliaia.
Pikirannya semakin rumit dan sekarang bukan hanya tentang cinta serta perasaannya sebagai wanita yang dikhianati, tapi ada hal yang jauh lebih penting dari itu semua, yaitu pengobatan ibunya.
Karena tidak semuanya ditanggung oleh asuransi dari kebijakan pemerintah saja, ada beberapa obat yang harganya mahal yang harus dibayar mandiri olehnya dan biasanya, Bryan lah yang menanggung semuanya.
Sehingga, saat ini.
Nataliaia harus memikirkan langkah selanjutnya, dia sudah tak bisa bergantung pada Bryan karena dia mau memutuskan hubungannya dengan Bryan, ada Kakak laki-lakinya, dia tak bisa diandalkan malah menjadi penambah beban untuk kehidupan Nataliaia.
Jadi, Nataliaia hanya bisa mengandalkan dirinya sendiri untuk menanggung semuanya.