Tak. Tak. Tak. Tak. Tak. Tak. Tak. Jari-jari Axellion bergerak lincah di atas keyboard, mengetik sesuatu dengan mata yang tak berpaling dari layar komputer. Selesai dengan komputernya, Axellion kembali beralih pada dokumen di hadapannya. Membaca setiap kalimat yang tertera lalu mencoretnya dalam satu garis panjang kemudian melemparnya ke lantai begitu saja untuk bergabung bersama map-map lain yang bernasib sama. Setelahnya, ia mengambil dokumen lain lalu membacanya. Beberapa saat kemudian, pintu ruangan Axellion terbuka tanpa diketuk dan Jay masuk ke dalam dengan raut wajah yang panik. “Axel,” panggil Jay. “Ada apa?” tanya Axellion acuh. “Penthouse-mu ....” “Ada apa dengan penthouse-ku?” tanya Axellion masih acuh. Pandangannya bahkan tak berpaling dari dokumen yang ia baca. “Aunty