Sampai di rumah Chello langsung merebahkan diri. Laki-laki itu sampai lupa dengan kebiasaan membersihkan diri. Ingatan Chelo melayang pada kejadian naas yang menimpa Audi, belum lagi pertanyaan-pertanyaan Audi tentang alasan mengapa lelaki itu menolak perjodohan mereka.
‘Huft!’— Andai saja bisa Chello ungkapkan alasan mengapa ia menolak, tentu gadis itu tak akan menuduh macam-macam. ‘Ya masa gue mau bilang gara-gara otak dia eror yang ada nangis kejer anak Om Onta.’
“Marischaaa…” suara teriakkan Michell menyadarkan Chello. Ia menghembuskan nafas, berpikir jika tidak pernah ada ketenangan menyapa dalam kehidupannya.
“Icha!!!” suara Michell kembali menggema di susul dengan suara gebrakan. Chello yang juga merasa haus segera keluar untuk memastikan apa alasan di balik aksi bar-bar Michell.
“Ngapain gedor-gedor kamar Princess?”
“Adek lo tuh. Masa dia chat cewek gue, bilang hamil segala. Gue diputusin Ibab! Icha bukaaaa!”
Geram dengan bibir Michell yang mengatai Icha, Chello melayangkan tangan. Memukul kepala Michell membuat anak itu mengaduh kesakitan. “Berani lo manggil Princess kita babi heh?!” tatap Chello tajam membuat Michell meringis. “Lo yang salah. Icha cuman bantuin lo tobat. Lagian tuh cewek pasti juga cuman lo grepe-grepe doang.” Sembur Chello penuh amarah.
“Yeee kok lo emosi sih! Kalau ada masalah sama Audi jangan jadiin gue kambing hitam emosi lo dong.” Mata Chello membulat. Chello tak menyangka jika Michell tahu. Ia menebak jika pertengkaran dengan Audi sore tadi pasti telah menyebar luas di rumahnya.
‘Dasar cewek ember!’
“Icha jangan pura-pura budek loh! Keluar!”
Chello mendelik kala Michell kembali berteriak. Apalagi ketika ia melihat sosok Dira hampir sampai di anak tangga paling atas. Ia mencoba memberi kode Michell lewat lirikan mata, tapi memang dasarnya Michell tidak peka tetap saja anak itu berteriak meminta Icha keluar.
“Ini ada apa sih ribut banget?!
“Michell Mama pusing deh. Kenapa sih teriak-teriak?! Kamu pikir rumah mamah hutan apa?!”— mendengar suara Dira, Icha membuka pintu kamar lalu mendorong tubuh Michell dan berlari kecil hingga menuruni tangga untuk kabur.
“Icha jangan kenceng-kenceng larinya. Ichaa.” Michell ikut berlari mengejar langkah Icha.
“Ini kenapa? Adek-adek kamu pada ngapain sih Bang?” tanya Dira dengan raut wajah ingin tahu pada Chello.
“Icha jahilin Michell Mah. Mamah kaya nggak tahu Princess aja.” Chello menyandarkan diri ke tembok. Anak itu terkekeh melihat gelengan kepala Dira.
“Oh iya sebelum Mamah lupa. Kamu apain lagi si Audi Bang?! Mamah nggak habis pikir ya sama kamu. Tante Dillia telepon Mamah, cerita kalau Audi nangis kejer di rumah.” Jantung Chello serasa teremas mendengar fakta jika Audi tetap menangis. Tetap mempertahankan raut tak perduli, Chello mengedikkan bahu.
“Dia aja yang lebay.”
“Kamu kalau emang nggak mau banget. Oke Mamah bakal batalin perjodohan kalian.” Sungut Dira mulai kehilangan akal untuk mempersatukan anaknya dengan Audi. Kalau bukan karena Audi anak Dillia, Dira juga pasti akan pikir panjang. Tapi melihat betapa Audi menyukai Chello Dira seakan tak tega. Toh Dira yakin Audi pasti sangat mencintai Chello.
Chello menegang. Seketika ia menegakkan tubuh. “ Mah…” belum selesai Chello ingin mengajukan keberatannya suara Dipta membuat konsentrasi Chello dan Dira buyar—“Michell kenapa papah kamu siram sirup, Micheeelll!!!” Anak dan Ibu itu langsung berjalan cepat untuk melihat keributan yang terjadi di lantai bawah.
“Ya Allah anak gue kenapa begini?! Nyontek siapa kelakuannya Ya Allaaaahhh.” Panik yang tadi menyerang Chello dan Dira seketika lenyap mendengar nada alay Dipta. Chello bahkan mendengus.
“Mah..” panggil Chello ingin meluruskan perihal Audi ke sang Mamah— “Apa?!” tanya Dira lalu melengos begitu saja menghampiri Dipta yang uring-uringan.
“Ya Allah gue dulu bismilah nggak sih sampai anak gue begini kelakuannya.”
Plakkk!!!— “Yang, bibir aku kenapa kamu tabok?!” protes Dipta dijawab suara ketus Dira yang mengatakan jika kelakuan Michell tidak jauh beda dengan Dipta muda. Chello menggelengkan kepala. Ia memilih untuk kabur ke kamar dan menyelesaikan masalahnya dengan Audi.
Pucuk di cinta, baru Chello mengambil ponsel di atas ranjang nama Audi tertera di layar. “Hemm…” sapa Chello setelah menerima sambungan telepon Audi.
‘Kakak lagi apa?’ alis kanan Chello terangkat— kaya gini suara orang yang katanya abis nangis kejer?
‘Iih Kakak. Kakak lagi apa?’
“Katanya lo abis nangis kejer?” Dari sambungan telepon Chello mendengar suara batuk Audi. Ia tersenyum miring ketika menyadari Audi tersedak karena pertanyaanya.
‘Siapa bilang? Audi nggak nangis kejer kok. Nangisnya biasa aja.’ Kontan saja bola mata Chello bergerak naik.
‘Kak.. Kakak ada di rumah kan?’
“Nggak! Gue mau pergi ke rumah cewek gue. Kenapa?” Chello meremas jemari kanan. Merasa jika bibirnya mudah sekali mengatakan kebohongan pada Audi.
“Halo.. Audi.. Di..” panggil Chello ketika tidak ada suara. Chello menghembuskan nafas ketika wajah Audi tidak ada lagi dilayar ponselnya. Menghembuskan nafas, Chello lalu melemparkan diri ke ranjang. Tak biasa Audi mematikan sambungan sepihak. Menyadari laju otak yang Chello pikir aneh, lelaki itu menggelengkan kepala berulang kali.
“Ngapain gue mikirin. Mending merem bentar sebelum pergi.” Chello memejamkan mata. Mencoba mengusir pikiran negatif tentang Audi. Mungkin baru setengah jam Chello terpejam, suara bantingan pintu terdengar memekakkan telinga. Chello sampai terperanjat.
“Bohong!” jerit Audi sembari menghentakkan kaki. “Katanya pergi? Mana?! Kakak tidur!”
Chello membulatkan mata. Ia tak menyangka Audi aka nada di dalam kamarnya. “Keluar lo! Anak cewek nggak boleh di kamar cowok Audi!” sembur Chello.
Audi berdecak. Gadis itu melangkahkan kaki mendekati ranjang Chello. “Kakak..” rengek Audi sembari membuka kemeja yang ia kenakan sembari menatap Chello.
“Eh lo mau apa? Di ngapain buka baju. Mamaaaa….” Teriak Chello ketakutan dengan aksi Audi.
“Kakak. Audi rela kok kalau mau digadisin.” Goda Audi membuat jeritan Chello semakin kencang terdengar.
“Mamaaa tolongin Abang Mamaaaa! Mamaaa Audi mesumin Abang. Mamaaaaaa….” Chello bergerak cepat menuruni ranjang setelah berteriak. Ia berniat menyelamatkan diri dari terkaman Audi dan meminta bantuan Dira.
“Ih lucu. Kan Audi masih pake tank top. Gemes ah sama Kakak..” kekeh Audi sambil menggelengkan kepala ketika Chello sudah lari terbirit-b***t.
Audi melangkahkan kaki turun ke lantai satu. Masih dengan kekehan, ia menanyakan keberadaan Chello pada Icha yang tengah memainkan ponsel. “Abang di belakang. Tadi nyariin Mamah. Kenapa?” Audi menggelengkan kepala. Ia berjalan ke taman belakang di rumah Dipta.
“Kakak Sayang..” mata Audi berbinar ketika menemukan Chello. Sedangkan Chello justru bersembunyi di belakang tubuh Dira ketika melihat Audi. Bak anak kecil Chello merengek, menarik-narik baju tidur Dira.
Dira terbahak melihat respon Chello. Anak lelakinya yang terkesan dingin itu seolah tengah kembali menjadi balita lagi. “Bang apa sih. Dicariin Audi tuh.” Goda Dira sengaja.
“Mamah. Abang takut.”— tawa Dira pecah. Bagi seorang Ibu, ketakutan Chello begitu menggemaskan di mata Dira.
Chello melangkahkan kaki mundur ketika Audi mendekat. Ia mengangkat telapak tangan kanan sembari berteriak, meminta Audi untuk tetap berada ditempatnya saat ini.
“Kenapa sih Bang?! Kamu kayak takut banget sama Audi.” Dipta berada di kursi taman sedari tadi, menyaksikan tingkah konyol Chello. Ia seperti tidak mengenali sang putra. Chello kecil dulu bahkan berani menangkup p****t seorang wanita. ‘Kenapa sekarang dengan gadis kecil saja takut?!’
“Dia ngeri Pah. Dia mau perkosa Abang.” Chello menyilangkan ke dua tangan di d**a. Seolah tengah melakukan perlindungan diri jika Audi benar akan memperkosa dirinya.
“Nggak Om. Nih lihat Audi cuman gerah aja makanya lepas kemeja. Ini masih pake tank top kok.”— Chello menganga. Sebelum menunjuk-nunjuk Audi dari kejauhan, “kamar gue pake AC! Bohong lo pinteran dikit anak mesum.” Omel Chello dengan wajah merah padam.
“Yaelah Bang! Kalau dapet rejeki tuh diterima aja. Kaya si Michell tuh. Tiap hari Papah selalu dapet laporan dia ganti-ganti cewek.” Ucapan Dipta kontan mendapat tatapan tajam dari Dira.
“Oh boleh berarti kalau belum halal?!” tanya Chello meski sebagian hatinya memaki. Pertanyaan yang Chello ajukan jelas bentuk protes anak itu atas omongan sang papah.
“Aaaa Kakak Audi takut tapi ayo deh. Audi rela.” Dira lagi-lagi menyemburkan tawa. Dira pikir Audi memang mewarisi gen kedua orang tuanya. Sifat Dillia yang polos-polos oon berpadu dengan kemesuman tingkat dewa Aldo.
Dipta ikut terbahak. Lelaki beranak tiga itu bahkan sampai terpingkal-pingkal. “Mirip banget ya Mah sama Aldo. Astaga! Aldo anak lo Do.” Oceh Dipta.
Gemas menjadi bahan ejekan orang tuanya. Chello berjalan cepat menghampiri Audi. Ia melayangkan tangan, menoyor kepala Audi. “sarap! Sana balik.”— Chello lantas beranjak pergi.
“Astaga! Kok tunangan Audi jadi tambah ganteng Tante?”
“Ya Allah.” Dira memegangi dadanya. Tak habis pikir dia kenapa Audi sampai tergila-gila pada Chello padahal sudah ditolak ribuan kali.
**
Chello menatap malas sosok yang tiba-tiba saja masuk ke dalam kamarnya. Ia bersikap bodo amat. Membiarkan Audi berbuat semau anak itu.
“Kakak mau kemana? Anterin Audi pulang dong.” Audi mengerjapkan mata berulang kali. Berharap Chello akan luluh padanya.
“Nggak! Gue udah ditunggu cewek gue.”
Audi meremas jarinya. Ia mengangguk lemah sebelum mengambil tas dan juga kemeja yang tadi ia letakkan di atas ranjang Chello. “Ok. Audi pulang ya Kak.” Pamit Audi lalu berjalan dengan sedikit berlari keluar dari kamar.
Chello tertegun. Melihat wajah sedih Audi entah mengapa kakinya bergerak sendiri, berlari sebisa mungkin untuk mengejar langkah Audi. “Di..” cekal Chello. Ia menarik paksa lengan Audi, memutar tubuh gadis itu agar berhadapan. “Kakak anter.” Ujar Chello justru mendapat balasan hempasan jari-jarinya.
“Nggak usah! Audi kan bawa mobil.” Sambil menahan tangis, Audi mencoba kuat meski getar di bibirnya jelas membuat suara Audi berubah parau.
“Terserah! Lo dibaikin malah nggak tahu diri.” Kesal Chello lalu kembali masuk ke dalam kamar. Ia harus segera mengantarkan buku-buku yang Akson pinjam padanya. Chello sudah berjanji dan pantang bagi pemuda itu untuk ingkar.
Setelah mandi dan menyiapkan buku-buku pesanan Akson. Chello turun. Ia menangkap sosok Audi tengah bergosip dengan Icha. Tidak ada lagi raut kesedihan di wajah anak itu. Chello berjalan begitu saja. Tubuhnya menegang kala membuka pintu dan menemukan sosok anak sepantaran dengan Icha berdiri hendak memencet bel rumah.
“Maaf Bang. Saya Dimas mau jemput Audi. Audinya ada..”
“Dim ayo!” Audi berjalan melewati Chello. Menganggap Chello seolah tak kasat mata. Ia memeluk lengan Dimas, sebelum mereka berpisah untuk naik ke atas motor.
“Di pake helm dulu.” Audi mengangguk. Menerima uluran helm dari tangan Dimas. Ia memposisikan diri di belakang Dimas. Memeluk anak lelaki itu erat sekali.
“Jadi ini alasan lo nggak mau dianter balik?!” desis Chello dengan rahang mengeras. Matanya menatap sosok yang baru saja menghilang melewati pagar rumah sang papah.