Berada seharian di kampus, kegiatan Chello tak pernah jauh dari benda pipih bernama ponsel. Ia terus saja memantau aktivitas Audi. Chello bahkan dengan berani mengikuti akun i********: Dimas untuk tahu seberapa cepat langkah lelaki itu mendekati Audi.“Windar Dimar.” Bisik Chello sangat pelan. Ia mencoba mengingat nama yang sebenarnya tak asing. Chello seperti pernah mendengar, namun ia tak bisa memastikan.
Tak ingin mati penasaran. Chello membuka akun Dimas. Hanya ada beberapa foto itu-pun mengenai beberapa buku bacaan. Dan ketika Chello ingin keluar dari beranda Dimas ia tercengang. Sepersekian detik lelaki itu mengunggah postingan baru. “Audi!” geram Chello setelah mengetahui isi dibalik postingan Dimas. Audi tengah tersenyum manis menghadap kamera dengan dua jari diangkat ke udara.
❤ 291
windardimas #princess
Rahang Chello mengeras. Tidak ada caption berarti memang tapi satu hastag cukup menjelaskan bagaimana Dimas memperlakukan Audi. Chello tidak akan menyalahkan Dimas. Ia berpikir jika Audi tidak bersikap kecentilan pasti semua tidak akan terjadi.
“Gini ternyata kelakuan lo dibelakang gue. Percuma air mata lo Di.”
Chello menekan tombol kunci. Ia menengadahkan wajah kala merasakan tepukan di pundak kanannya. “Ya?” tanya Chello pada sosok gadis yang kini berdiri di samping tubuh lelaki itu.
“Nanti bisa nemenin gue ke toko buku nggak? Gue butuh referensi buat nulis skripsi. Kita satu variabel tergantung. Boleh minta bantuan kan Chel?”
Chello menghembuskan nafas. Sisil. Gadis yang sejak MaBa selalu mendekati Chello itu memang memiliki seribu cara untuk mendekati anak pemilik kampus itu. Seperti ketika mereka mengambil judul skripsi, Sisil sengaja mengambil variabel tergantung dan dosen pembimbing yang sama agar selalu bisa bertemu dengan Chello.
“Gue nggak bisa.” Setelah mengucapkan penolakan, Chello bangkit dan meninggalkan Sisil yang memandang nanar punggung tegap Chello.
**
Setelah menolak Sisil, Chello bersembunyi di perpustakaan. Ia menghabiskan waktu untuk membaca buku. Sebenarnya itu hanyalah replacement untuk melupakan kekesalan pada Audi. Jam-jam seperti sekarang ini Audi pasti tengah menguasai seluruh manusia di rumah Chello, jadi ia memilih untuk menghindar sementara waktu. Akan terasa aneh bagi Chello jika tiba-tiba lepas kendali memarahi Audi tanpa alasan yang jelas.
Chello tersentak saat seseorang tiba-tiba saja berdiri di hadapannya dengan nafas terputus-putus. Ia meletakkan buku yang ia baca ke atas meja. “Kenapa?” tanya Chello to the point. Karena jelas tidak mungkin lelaki yang Chello kenal sebagai ketua BEM universitasnya tidak memiliki tujuan khusus menemui Chello.
“Tadi sewaktu gue kesini, di parkiran fakultas lihat anak SMA lagi dimarahi Kak Sisil Bang. Mereka bawa-bawa nama Abang. Kayanya adeknya Bang Chello deh…” tak perlu menunggu informasi berakhir, Chello refleks berdiri. Ia berlari sekuat tenaga mengingat pasti Audi lah yang kini tengah mendapatkan amarah dari Sisil.
Jari-jari Chello mengepal kala menyaksikan kelancangan tangan Sisil. Wanita itu berulang kali menoyor kepala Audi. Bukan hanya Sisil, ketiga teman sisil juga melakukan hal yang sama.
“Lo ada urusan apa nyari-nyari Chello hah?! Siapanya?! Jawab!”
“Tahu nih! Ditanyain dari tadi nggak mau jawab. Bisu kali nih cewek!”
Dengan langkah cepat, Chello mendekati objek bahan tontonan yang menyeret Audi di dalamnya. Ia menahan lengan Sisil kala wanita itu terlihat akan kembali melayangkan tangan ke kepala Audi.
“Seujung kuku lo nyentuh kepala adek gue, gue jamin besok jari-jari lo ilang Sil.” Raut wajah sisil berubah. Ia tidak tahu jika gadis berseragam SMA yang sedari tadi ia kasari adalah adik Chello. Sedangkan Audi di tempatnya justru semakin terisak. Audi tak menyangka jika Chello tidak akan mengakui status pertunangan mereka.
“Eh kamu adiknya Chello? Astaga! Maaf Sayang, kakak nggak bermaksud jahat. Akhir-akhir ini banyak banget yang godain kakak kamu. Kakak nggak suka.” Mendengar kalimat Sisil Audi mulai berpikir jika sedari tadi ia dimarah-marahi karena rasa tidak suka pacar Chello pada gadis yang mendekati lelaki itu. Kontan Audi memundurkan langkah. Sembari menggelengkan kepala berulang kali, Audi mencoba menghapus air matanya. Pantas saja jika Chello selalu menolak perjodohan mereka. Rupanya Chello mempunyai pacar yang galak di kampus.
“Audi..” Audi tetap menggelengkan kepala sebagai respon panggilan Chello.
“Kakak jahat!” teriak Audi sebelum membalikkan tubuh, lalu berlari dengan sisa-sisa tenaga yang ia miliki.
“Audi!”
“Dek.. Kakak nggak maksud!” Sisil dan Chello secara bersamaan menanggapi teriakan Audi. Jika Sisil merasa ketakutan tidak diterima adik Chello, Chello justru ketakutan jika Audi akan terjatuh dalam aksi larinya.
Chello segera berlari menyusul langkah Audi. Ia mencekal lengan Audi ketika berhasil mensejajarkan diri, “Berhenti Audi. Nanti kamu jatoh!” peringat Chello tajam.
“Lepas! Nanti cewek Kakak marah lagi. Lepasin Audi!” Chello segera mengangkat tubuh Audi ke dalam gendongan. Ia tak peduli dengan rontaan Audi. Chello membawa Audi masuk ke dalam mobilnya. Meski sedikit kesulitan, Chello bersyukur kecanggihan desain mobil mempermudah dirinya membuka pintu tadi.
“Ini kan alasan Kakak nggak mau dijodohin? Kakak udah punya pacar.” Dengan isakkan dan nada tinggi Audi mempertanyakan alasan Chello selalu menolak perjodohan mereka. Audi bersyukur karena akhirnya ia dihadapkan dengan sosok kekasih Chello. Ia jadi tahu kenapa Chello berkeras hati menjauh.
“Jawab Kak! Ini kan alasan Kakak?!” tuntut Audi. Gadis itu tak perduli jika kini mereka tengah berada di jalan dan kemungkinan besar jika Chello kehilangan kesabaran ia akan di usir begitu saja dari dalam mobil.
“Audi nyerah aja deh kayaknya. Kakak udah punya pacar. Galak lagi Audi takut.” Masih mempertahankan isakkannya, Audi menyuarakan rasa takut pada sosok Sisil.
“Di..” Suara Chello tertahan. Ia tak tahu harus memberikan jawaban pada atas statemen yang Audi keluarkan. Tiba-tiba saja suara Chello lenyap. Ia hanya mampu memalingkan wajah ke kanan. Tak kuasa melihat air mata yang Dikeluarkan kali ini.
Chello menepikan mobil ke bahu jalan. Ia menarik beberapa lembar tisu lalu memberikan pada Audi. “Lagian kamu ngapain pake ke kampus segala? Aku kan udah bilang, jangan ke kampus.” Kesal Chello mengingat perintahnya tidak pernah diindahkan.
“Karena Kakak udah punya pacar kan?! Kakak takut dia marah kaya tadi kan!”
“Audi!” bentak Chello.
Audi mencoba membuka kunci mobil secara manual. Tangisnya semakin kencang karena tidak juga berhasil— “Buka!” rengek Audi. “Buka Kak! Buka pintunya!”
“Kakak anter kamu pulang..” desah Chello dengan suara pelan. Ia merasa memiliki tanggung jawab untuk mengantarkan Audi ke rumah Omnya.
“Nggak! Nanti cewek Kakak marah.” Bentak Audi.
“Dia bukan cewek gue! Gue udah punya cewek!” Audi menghentikan tangis. Ia bergerak ke samping kiri, memunggungi Chello. Meski air mata Audi berhenti, sakit di hati gadis itu tak lantas menghilang. Ada perasaan jauh lebih menyesakkan ketika Chello mengatakan telah memiliki pacar meski bukan kakak-kakak yang memarahi dirinya tadi.
“Di..” panggil Chello pelan untuk memastikan keadaan Audi.
“Jalan!” Chello mengeram. Ia merasa seperti supir Audi sekarang.