Liam mengunjungi penthause-nya malam itu. Dia membuka pintu kamar dengan kunci khusus. Matanya langsung tertuju pada Nadine yang terlihat kotor dan berantakan. duduk bersandar di sudut sofa dengan baju yang masih mengenakan pakaian yang sedari kemarin. Rambutnya kusut, wajahnya pucat, dan ada jejak air mata kering di pipinya. “Kamu menolak untuk dimandikan?” Suara Liam datar, tapi nadanya seperti pisau yang diasah perlahan. Nadine menatapnya dengan pandangan membara, tapi tubuhnya gemetar. “Aku tidak butuh bantuan pelayanmu!” Meski dalam keadaan terancam pun Nadine masih memiliki keberanian untuk membalas ucapan Liam dengan nada sombong. Sudah satu hari lebih dia berada di tempat asing ini, dan berharap jika ayahnya atau Arga menemukan dirinya. Liam menghela napas pendek, lalu men

