Arga duduk di samping Kinar, matanya penuh keprihatinan melihat sang ibu yang semakin kurus dan muram. “Tubuh ibu kurus, pasti jarang sekali makan, ya?” tebaknya, dengan suara lembut. Kinar menghela napas panjang, wajahnya tampak keriput oleh beban dan kelelahan. “Bagaimana mau makan, lihat makanan saja ibu sudah tidak ada nafsu,” keluhnya, suara parau. “Ingat Nadine yang sampai saat ini tidak ada kabar sama sekali. Ibu tidak bisa tenang, Arga.” Sudah lebih dari dua minggu berlalu tanpa secercah harapan. Setiap telepon yang berdering membuat jantungnya berdebar, hanya untuk berakhir dengan kekecewaan. Nadine, gadis yang telah dia besarkan seperti anak sendiri, hilang begitu saja bagai ditelan bumi. Arga menunduk, tangannya mengepal erat di pangkuannya. “Ini salah saya, Bu,” bisiknya, su

