Ayuna menahan napasnya setelah melontarkan tanya itu. Tapi, siapa pun yang ada di posisinya, sudah pasti akan menanyakan hal paling krusial sepertinya, kan?
Sebab dia merasa seperti iblis sedang menawarkan sebuah perjanjian yang mengikat jiwanya.
Pernikahan adalah sesuatu yang sakral, namun pria itu menawarkannya begitu ringan, seolah seperti sedang melakukan transaksi bisnis.
Ayuna menunduk untuk beberapa saat, mencoba mengontrol diri dan berusaha untuk berhenti merasa terintimidasi oleh pria itu.
Tawarannya sangat menggiurkan, doanya seolah langsung dijawab Tuhan, tentang pembalasan dendam yang ingin Ayuna lakukan.
Saat Ayuna mendongak untuk kembali menatapnya, lagi-lagi dia melihat pria itu menyeringai sambil mengusap rahangnya.
Benar-benar seperti seorang predator yang sedang mempertimbangkan banyak hal sebelum menerkamnya.
“Kamu memang yang saya butuhkan. Saya hanya butuh penerus dan status menikah. Kamu tidak akan merepotkan hidup saya, setidaknya saya harus memastikan anak-anak saya lahir dari wanita yang cerdas.”
Ayuna kembali mengernyitkan kening, pria itu sedang memujinya cerdas, kan?
Tubuhnya lagi-lagi tersentak seperti tersengat listrik saat tangan pria itu dengan lancang menyentuh wajahnya dengan tatapan yang tajam.
“P-pak!” Ayuna langsung beringsut mundur, kepalanya kembali mendenging, napasnya mulai memburu.
Pria itu benar-benar tidak menggunakan aba-aba.
Berani-beraninya menyentuh wajahnya bahkan membelainya.
Bisakah Ayuna melaporkan ini sebagai tindak pelecehan?
Sayangnya dia tidak memiliki kekuatan apa pun.
“Kamu tidak memiliki pilihan lain, Ayuna. Menikah dan lahirkan keturunan untuk saya. Hanya itu balas dendam yang sempurna untuk mereka. Saya bisa menghancurkan mereka semudah saya menjentikkan jari.”
Tubuh Ayuna rasanya semakin menciut saat tubuh pria itu semakin condong padanya.
Ini gila!
Pak Elan yang dia kenal tak tersentuh dan tidak ada yang berani mendekatinya dalam jarak tiga langkah justru kini seperti hendak menciumnya.
Apa pria itu memang diam-diam memperhatikannya selama ini dan terobsesi padanya? Hingga mencari semua hal tentangnya?
Pria itu lalu kembali duduk tegak, menyeringai tipis dengan sudut bibir yang terangkat dan tangan yang bersedekap.
“Pikirkan dulu. Sebelum kamu kehilangan kesempatan emas ini.”
Pria itu lalu beranjak dari sana, berdiri dan meninggalkan Ayuna tanpa kata yang rasanya baru terkena serangan mematikan dari predator yang mengincarnya sejak lama.
Ayuna menarik napasnya dalam-dalam, memejamkan mata sambil mengusap kepalanya yang terluka.
Dia bahkan belum dijelaskan tentang keadaannya pasca kecelakaan, namun harus kembali menanggung derita tidak masuk akal atas penawaran yang sesungguhnya menggiurkan.
***
-Papa kecelakaan, dan masih belum sadar hingga pagi ini. Dokter menyatakan koma. Pulang dan jenguk Papa kamu, Ayuna.-
Pesan itu menyambut paginya yang sunyi setelah satu minggu berlalu pasca kecelakaannya.
Ayuna yang membaca pesan itu lantas meraba-raba hatinya, kenapa tidak ada rasa khawatir sedikit saja di hatinya saat dia mendengar berita duka itu?
Ayuna menepuk-nepuk wajahnya dan berusaha keras mengeluarkan air matanya, namun tidak berhasil.
Dia kembali menampar pelan dirinya sendiri. "Ada apa dengan kamu, Ayuna? Sehebat ini kah rasa sakit yang Papa berikan hingga kamu bahkan tidak memiliki rasa sedih sedikit pun mendengarnya celaka bahkan koma? Sadar, Ayuna. Papa kamu koma!"
Ayuna kembali menampar-nampar wajahnya, namun air matanya tetap tidak mau keluar, dadanya pun tidak menimbulkan denyut sakit sebab kekhawatiran.
Yang bermunculan justru setiap tamparan yang sudah langganan Ayuna dapatkan sepanjang hidupnya dari pria tua yang masih menyebut dirinya Papa itu.
Tidak ada kenangan indah sepanjang hidupnya bersama Papa. Hal-hal terkenang bersama beliau hanyalah teriakan, cacian dan umpatan.
Ponselnya berdering panjang, panggilan dari mamanya, dan entah kenapa tangannya dengan ringan justru menggeser tombol reject alih-alih mengangkatnya.
"Bahkan dulu saat kamu sekarat keracunan mereka juga tidak ada yang peduli, Ayuna. Hanya Bibi Inah yang menolong kamu, jadi bukan masalah jika kamu tidak peduli pada Papa yang sekarat sekarang. Sudah cukup kamu menjadi baik dan menoleransi kejahatan mereka. Lebih baik kamu memutus hubungan dan fokus pada misi kamu."
Ayuna menggumam sendiri.
Kali ini matanya terasa perih, bukan sebab khawatir memikirkan keadaan papanya, namun menangisi hidupnya sendiri yang hampir sepanjang perjalanannya selalu bersahabat dengan luka yang disebabkan oleh mereka.
Seminggu pasca kecelakaan, Ayuna memang hampir tidak pernah membuka ponselnya, hanya Karina yang datang untuk menjenguk dan merawatnya sampai dia kembali ke apartemen dua hari yang lalu.
Kini, saat hari pertamanya akan masuk kantor, dia baru sempat membuka ponselnya, dan ternyata ada pesan yang juga dikirimkan Nisara sejak beberapa hari yang lalu.
Termasuk pesan-pesan dari nomor baru yang Ayuna tau siapa pelakunya.
Itu Arseno, yang mengajaknya bertemu dan mengatakan memberikan kesempatan pada Ayuna jika ingin menjelaskan dan meminta maaf.
Jika Ayuna mengakui perselingkuhannya, menyesal lalu meminta maaf, pernikahan mereka bisa tetap dilanjutkan.
Begitu sebagian besar yang dikirimkan Arseno.
Pria itu benar-benar manipulatif dan tidak sedikit pun memiliki penyesalan atas hal biadabb yang sudah dilakukannya.
Cih! Melihat wajahnya saja Ayuna sekarang jijik! Apalagi melanjutkan pernikahan! Najis sekali!
-Kami baru saja mencari cincin pernikahan, menurut kamu bagus tidak, Na? Ah, Arseno juga mau membayar mahal biaya vendor sebab aku ingin konsep pernikahan yang berbeda dari yang sudah dikerjakan sesuai keinginan kamu. Karena waktunya singkat, Arseno bahkan harus menggelontorkan uang lebih banyak.-
Sebuah gambar cincin dikirim oleh Nisara, Ayuna langsung mendecih, beberapa pesan di mana wanita itu pamer secara terang-terangan tentang hubungannya dan Arseno yang sudah resmi dan menuju ke jenjang pernikahan membuat Ayuna langsung mengumpat.
Sungguh dia tidak paham, di satu sisi Arseno terus menerornya pesan dengan iming-iming pernikahan mereka bisa dilanjutkan.
Di sisi lain Nisara justru menunjukkan jika persiapan pernikahannya itu hampir final.
"Mereka memang pasangan gila! Aku akan membuat kamu menangis di hari pernikahan kamu, Nisara! Kita bukan saudara, belasan tahun aku menahan diri dan menyayangi kamu, namun kamu justru semakin tidak tau diri."
Ayuna menggenggam kuat lipstik di tangannya hingga batang lipstik itu patah.
Dia menatap pada pantulan dirinya di cermin.
Hidupnya memang sudah tidak ada harapan, kan? Dia butuh seseorang untuk menghancurkan mereka, dan Elan Devanaka datang di saat yang tepat.
Oh, keinginan itu kini semakin bercokol kuat dalam d**a untuk bisa melenyapkan senyum Nisara.
Ayuna lalu bergegas, memesan taksi online untuk berangkat ke kantor hari ini.
Tiba di lobi kantor setelah satu minggu absen, entah mengapa Ayuna merasa bulu kuduknya meremang, dia seperti merasakan atmosfer yang berbeda dan membuatnya lebih tersiksa entah karena apa.
Baru masuk ke lift saja jantungnya sudah berdetak brutal. Berkali-kali dia menarik napasnya panjang.
Bukan hanya memulihkan diri pasca kecelakaan dengan beristirahat total, seminggu ini Ayuna juga merasa pikirannya sangat carut-marut.
Sebuah kegamangan di hati terasa sangat menyiksanya lahir batin. Tentang penawaran yang diberikan Pak Elan minggu lalu.
“Pikirkan dulu. Mungkin kamu belum bisa berpikir waras karena kepalamu yang terluka. Waktunya tiga hari sejak kamu mulai masuk kantor lagi. Jika dalam tiga hari kamu tidak memberi jawaban, maka jangan pernah berharap kamu bisa membalaskan rasa sakit hati mereka yang sudah menginjak-injak kamu.”
Hanya itu yang pesan yang dititipkan Pak Elan pada sekertarisnya untuk disampaikan pada Ayuna.
Setelah malam kecelakaan dan penawaran pria itu, Ayuna tidak pernah lagi melihat sosoknya.
Ayuna masih belum bisa menemukan alasan logis pria itu menginginkan anak darinya! Darinya! Catat!
Pria itu mengatakan Ayuna perempuan yang dibutuhkannya! Kenapa Ayuna?! Di saat pria itu pasti memiliki banyak pilihan wanita yang lebih high class dan lebih cerdas, juga sama-sama dari keluarga terpandang dibanding dengan dirinya yang hanya wanita biasa?
Baiklah, Ayuna mengakui dirinya cerdas dengan kinerja yang selalu memuaskan, namun society pria itu pasti juga banyak wanita cerdas, kan?
Sampai hari dia kembali masuk kantor, jawaban itu belum Ayuna putuskan, meski hati dan kepalanya sibuk terus melakukan pertimbangan.
Apalagi setelah dia melihat sendiri reaksi hati dan tubuhnya saat mendengar Papa sekarat, pun pesan-pesan Nisara yang seolah mengejek kehancurannya.
Keputusannya semakin condong pada sesuatu yang mungkin akan membahayakan dirinya di masa depan, namun dengan segala kewarasan yang tersisa, dia memilih berjudi habis-habisan demi sebuah kemenangan, yaitu kehancuran mereka.
Ayuna bergabung dengan Alastair Tech Holdings lima tahun yang lalu, saat itu perusahaan baru mulai melakukan ekspansi besar-besaran di bidang AI System Integration.
Dia masuk bukan karena koneksi, melainkan portofolio dan hasil kerja nyatanya di perusahaan teknologi sebelumnya yang sudah membuatnya dikenal sebagai strategist muda dengan visi tajam dan disiplin luar biasa.
Karirnya di Alastair Tech bisa dikatakan gemilang, bahkan di tahun pertama dia mendapat beasiswa S2 di National University of Singapore, fully funded dari Alastair Group yang memang memiliki program pendidikan untuk mendukung karir para karyawannya.
Dia menyelesaikan studinya hanya dalam waktu satu tahun, lebih cepat dari rata-rata karena kemampuannya.
Kini dirinya memegang posisi Project Director.
Project terbaru yang cukup menyita waktunya beberapa bulan ini adalah pengembangan sistem integrasi AI yang baru saja memasuki fase uji komersial.
Ayuna mengetuk-ngetuk tangannya di meja, seolah sedang berjudi habis-habisan sebelum memutuskan untuk mengambil langkah yang akan mempertaruhkan seluruh hidupnya kini.
“Persetan jika aku harus terjebak dengan iblis berdarah dingin itu! Setidaknya aku harus melihat kehancuran mereka sekali seumur hidupku!”
Ayuna mengepalkan tangannya sambil menggebrak meja.
Dia benar-benar akan memulai pertempuran ini dengan mengorbankan seluruh hidupnya!