Ayuna menelan ludahnya kelat begitu pulang ke rumah orang tuanya dan mendapati siapa saja yang berada di sana.
Calon suami dan calon mertuanya, Nisara yang menangis di pelukan Mama, juga Papa yang menatapnya nyalang seolah Ayuna seorang pembunuh yang harus diadili dengan hukuman mati.
Setelah dia mengetahui jika Arseno bahkan sudah mengganti nama mempelainya menjadi Nisara, Ayuna bertanya-tanya apakah mereka memang sudah merencanakan sejauh ini untuk membuangnya dan menghancurkannya terlebih dahulu?
Ayuna mendekat dengan jantung yang berdebar, dia tidak akan pernah pulang jika tidak disuruh pulang, apartemen adalah rumah ternyaman untuknya sejak beberapa tahun terakhir ini.
Tepatnya sejak dia mulai waras untuk tidak terus-menerus berada dalam kubangan luka yang diciptakan oleh keluarganya sendiri.
“Ada apa, Pa?” Ayuna bertanya sambil menahan napas, detik itu dia melihat papanya mendekat dengan langkah lebar.
Ekspresinya mengerikan, bersamaan dengan tangan yang terayun untuk melayangkan tamparan di wajah Ayuna.
Tubuh Ayuna langsung oleng dengan sudut bibir yang kembali berdarah, padahal tamparan dari Arseno kemarin masih membekas rasa sakitnya.
“Memalukan! Sejak kapan Papa memiliki anak seorang pelacurr seperti kamu, hah?!”
Ayuna menatap penuh emosi pada papanya, namun detik itu wajahnya kembali dilempar dengan lembaran foto seiring dengan teriakan murka sang papa.
Ayuna kembali menunduk, menatap pada lembaran foto yang berserakan di lantai di mana berbagai potret dirinya tidur bersama pria asing terpampang nyata.
Dia lalu tertawa miris sambil mengambil foto-foto itu. Tatapannya langsung nyalang pada dua tersangka yang justru semakin epic memainkan perannya sebagai korban.
“Tega-teganya kamu, Yuna. Arseno mencintai kamu setengah mati, namun kamu justru mengkhianatinya dengan begitu jahat.”
Mama pria itu terisak dengan tatapan terluka juga muak.
“Ayuna difitnah! Arseno dan Nisara yang berselingkuh!” Ayuna ikut memekik dengan air mata yang jatuh bercucuran.
Hancur sekali lagi entah untuk yang keberapa kali.
Dia menatap nanar pada Arseno, berharap masih ada setitik saja rasa peduli dari puing-puing cinta yang harusnya masih tersisa di hati pria itu.
Namun Arseno justru melengos seolah menjadi pihak paling terluka karena dikhianati.
“Arseno! Sampai hati kamu melakukan ini padaku?! Empat tahun… Empat tahun kita membina hubungan ini, jatuh bangun dan saling menyemangati dalam karir, empat tahun kita merajut banyak asa untuk hidup kita, Sen. Kenapa kamu tega melakukan ini padaku? Apa salahku, Sen? Apa?! Apa yang membuat kamu menjadi sekeji ini? Bahkan .. bahkan kamu sudah mengubah namaku menjadi nama Nisara sebagai mempelai wanita kamu.”
Ayuna meracau dengan isak tangis yang menyayat hati, namun Arseno terus memalingkan wajahnya. Masih enggan menatap Ayuna.
“Semudah itu kamu berpaling? Di saat hatiku masih memilihmu seutuhnya, bahkan sebelum aku memergoki kalian kemarin, aku sudah sering melihat kalian dan memiliki firasat, semenjak Nisara menjadi sekertaris kamu. Namun aku menaruh kepercayaan penuh pada kamu. Aku … yakin kamu tidak mungkin menyakitiku. Kenapa, Sen? Apa yang salah dengan kita? Sedikit pun aku tidak pernah menduakan kamu. Harusnya kamu tau itu.”
Kali ini Arseno menatapnya dengan tajam bahkan berdiri.
“Kamu yang mengkhianatiku lebih dulu, kenapa kamu tiba-tiba berlagak menjadi korban?! Kamu yang menghancurkan kepercayaanku, Ayuna! Kamu menghancurkan seluruh rajutan bahagia kita! Kamu!”
Arseno menuding dengan tatapan nyalang padanya.
Ayuna langsung terkekeh sambil menyugar rambutnya frustrasi.
“Empat tahun kita bersama, kamu benar-benar tidak mengenalku, ya?”
“Orang bisa berubah, dan kamu berubah dengan memilih berselingkuh dariku!”
Para orang tua kompak menatap penuh benci pada Ayuna sebagai pihak tersangka.
“Arseno … Sabar … Tenang ….” Nisara akhirnya bersuara, wanita itu bahkan dengan berani mengusap-usap lengan Arseno.
Ayuna bahkan belum sampai bisa duduk di rumah itu, dia masih pada posisinya, berdiri di antara mereka yang duduk di sofa, sedangkan dia harus menerima tamparan dan hinaan juga fitnah yang begitu keji.
“Lo, kan, Nis, yang ngarang semua ini?! Lo yang lagi-lagi ngiri sama gue dan mau ngerebut apa yang gue punya! Sakit, lo, Nis! Bukan cuma fisik lo aja yang penyakitan, hati lo juga udah karatan!”
Ayuna kembali memekik sambil melempar foto-foto di tangan ke wajah Nisara.
Jika dulu mungkin dia masih menyayangi Nisara dan rela mengalah untuk kembarannya itu, namun kini dia tidak bisa lagi menahan segala beban yang selalu dia pikul sendirian sejak kecil.
Nisara selalu iri padanya, sebab Ayuna terlahir sehat hingga bisa melakukan apa pun yang diinginkannya.
Nisara memiliki asma kronis sejak lahir, sehingga sejak kecil tubuhnya lemah, sering sakit-sakitan dan bolak-balik opname di rumah sakit.
Maka dari itu, fokus orang tuanya hanya selalu tertuju pada Nisara. Semua hal akan diusahakan untuk Nisara, sedangkan Ayuna hanya seperti anak tak kasat mata, yang keberadaannya baru dilihat saat orang tuanya membutuhkan sesuatu demi Nisara.
Dulu, dia didoktrin oleh mama dan papa untuk selalu mengalah dan menjadi teman terbaik Nisara.
Ayuna menurut, dengan harapan dia bisa mendapat perhatian yang sama seperti yang Nisara dapatkan dari orang tuanya.
Namun, semakin usia mereka beranjak, bukan perhatian yang Ayuna dapatkan, namun rasa sakit yang bertumpuk karena dia terus menerus dipaksa mengalah, apalagi saat Nisara mulai menunjukkan rasa tidak sukanya sebab iri dengan Ayuna yang hidupnya lebih beruntung karena terlahir sehat.
Itu Nisara sendiri yang mengatakannya saat mereka berusia tiga belas tahun.
"Te ... ga kamu, Na, mengolok-olok aku yang sakit sejak kecil? Padahal kamu tau bagaimana perjuanganku untuk bisa memiliki hidup normal. Kenapa kamu mengatakan hal menyakitkan itu seolah sakitku seperti bahan candaan?"
Nisara sudah menatapnya nanar dengan berlinang air mata, perlahan tangisnya juga semakin hebat.
“Ayuna!” teriakan itu kembali menggema saat Ayuna melempari Nisara dengan foto-fotonya.
Mamanya -Alena- langsung berdiri dan meraih lengan Ayuna, tanpa ragu melayangkan tamparan padanya.
Ayuna terkekeh lagi, menyeka darah di sudut bibirnya dengan tatapan yang nanar pada mamanya.
“Dua puluh sembilan tahun Ayuna hidup, Ma. Hanya tamparan yang selalu Mama berikan pada Ayuna saat melihat Nisara sengsara. Mama pernah berpikir tidak jika Ayuna juga sengsara, Ma?! Ayuna juga putri Mama! Tapi sejak kecil Ayuna lupa rasanya pelukan seorang Mama! Memang Mama pikir Ayuna minta dilahirkan?!”
Ayuna memekik semakin menangis terisak-isak sambil mencengkeram lengan mamanya.
Lukanya semakin bertumpuk-tumpuk, dia menyayangi orang tuanya seburuk apa pun perlakukan mereka, sebab harapan itu masih senantiasa dipupuk dalam hatinya jika mereka akan balas menyayangi Ayuna.
Namun, rasanya Ayuna harus menyudahi semua harapan itu sekarang.
Dia lalu kembali menatap nanar pada Nisara yang hanya menunduk dan menangis. Mengeluarkan ponselnya lalu memutar video yang berhasil dia dapatkan kemarin pada sang Mama.
“Lihat putri yang Mama banggakan itu, bercinta di toilet perusahaan dengan tunangan saudaranya sendiri!”
Saat itu Nisara langsung mendongak dan berusaha mencekal lengan Ayuna. "Kenapa kamu harus sejauh ini, Yuna? Kenapa kamu tega memfitnahku dengan hal mengerikan seperti ini?" Nisara semakin histeris dan mengguncang-guncang lengan Ayuna.
Ayuna langsung menatapnya nyalang dan dengan kasar mendorong Nisara.
Nisara langsung menjatuhkan tubuhnya dan dengan sengaja mengantukkan kepalanya ke ujung meja.
Hal itu membuat fokus semua orang hanya tertuju pada Nisara.
“Ma … Ma … ma .. Se … sak …” Nisara memegangi dadanya dan mulai terlihat sesak napas.
Ayuna hanya mendecih saat wanita itu tiba-tiba saja memejamkan matanya.
“Sakit jiwa kamu Ayuna!” Arseno kembali menudingnya sebelum membopong Nisara yang tidak sadarkan diri.
“Mama akan buat perhitungan jika kondisi Nisara collapse karena kamu!”
Mama Alena ikut menudingnya, lalu mendorong tubuh ringkih Ayuna dan berlari menyusul Arseno yang sudah membawa Nisara ke rumah sakit.
Kini, hanya tersisa orang tua Arseno yang sejak tadi tidak banyak berbicara, namun tatapan matanya sudah menjelaskan semua.
“Ma … Ini fitnah, Ma. Ayuna difitnah.”
Ayuna kembali mencari pembelaan pada sosok orang tua yang sudah akrab dengannya.
Namun sekali lagi Ayuna ditampar oleh luka saat melihat tatapan kecewa juga jijik dari keduanya.
“Kami jijik melihat foto-foto setengah telanjang kamu tidur di ranjang pria lain. Wanita murahaan seperti kamu pantasnya sekaliann menjuall diri saja!”
Bahu Ayuna kembali ditabrak kuat, hingga tubuhnya kembali terhuyung.
Dia menjambak rambutnya frustrasi, lalu ikut menyusul ke rumah sakit demi membuktikan sendiri jika Nisara hanya pura-pura.
Sekali lagi, dia memberi kesempatan pada dirinya untuk menunjukkan bukti perselingkuhan Arseno dan Nisara, berharap mata mama dan papanya terbuka lebar. Jika selama ini Nisara adalah sosok manipulatif yang mengerikan.