Ch.02 Rencana Busuk

1090 Kata
“Apa katamu!” engah Xavion menatap tak percaya pada teman satu timnya. “Dia ... aku akan menjadi bosnya?” Fanty mengangguk, “Iya, dia akan menjadi anak buahmu. Dia sedang magang selama tiga bulan di sini dan ditugaskan di tempat kita.” Wanita cantik yang terlihat berpendidikan tersebut melirik malas pada Hanae. Ia terkekeh sambil mengejek, “Aku juga tidak tahu kenapa kita sungguh sial sampai diberi pekerja magang seperti dia!” “Lihat saja! Penampilannya bagai orang yang baru saja keluar dari mesin waktu 500 tahun lalu!” gelaknya mencibir gaya pakaian Hanae yang memang tidak up to date. Yang sedang diejek hanya menunduk sambil meremat jemari sendiri. Selain panas dan melepuh tipis, hatinya pun ikut panas karena ditertawakan oleh Fanty. Akan tetapi, apa yang bisa dia perbuat? Xavion menggeleng, “Aku tidak ada waktu untuk ini! Aku ada sidang pagi ini dan ... f**k! Dan sekarang aku harus berganti pakaian dengan yang baru!” Ia menatap tajam pada Hanae, “Kalau sampai aku kalah di sidang pagi ini, kamu harus bertanggung jawab! Sialan!” desisnya teramat kesal. Lalu, sang lelaki cepat pergi meninggalkan lokasi panas tempatnya tersiram kopi. Ketika ia melangkah, aroma tubuhnya tertinggal di penciuman Hanae. Sebuah nuansa marine segar membawanya seakan sedang berlari di tepi pantai. “Heh! Malah melamun!” bentak Fanty mendorong kasar kening Hanae dengan telunjuknya. “Ma-maaf!” engah Hanae segera menghentikan lamunannya. Fanty terkikik dan suaranya semakin terdengar merendahkan, “Kamu jangan bermimpi bisa mendapat perhatian dari Xavion!” “Wanita jelek sepertimua tidak akan dia toleh meski sedetik! Melihatmu saja dia sudah mual, tahu tidak? Kalau kamu sampai berharap bisa mendapatkan perhatiannya meski sedikit, berarti kamu sungguh delusional!” Hanae tertunduk lesu. Ya, dia tahu memang di mata siapa pun dia tidak cantik. Orang malas melihatnya dan Fanty bukan orang pertama yang berkomentar mengenai gaya berpakaiannya. Akan tetapi, apa yang mau dia lakukan? Kuliah saja full menggunakan beasiswa pemerintah. Baju yang sekarang dia pakai adalah hasil sumbangan yang diberikan kepala panti asuhan untuknya. Panti asuhan? Iya, Hanae Liason Tan adalah seorang gadis miskin dari pinggir kota yang keberadaannya terlupakan oleh dunia. Lahir dari sebuah hubungan gelap kaum kelas atas membuat dia terbuang di panti asuhan tanpa pernah tahu siapa sebenarnya kedua orang tua. Biaa mendapat kuliah dan sekolah hukum secara gratis saja sudah sebuah keajaiban baginya. Dia sangat tidak ingin mencari masalah. Hanya saja, sepertinya masalah yang gemar mencarinya. Terbukti dengan menumpahkan kopi di jas mahal sang Prosecutor menawan. “Bersihkan kotoran ini sekarang juga! Jangan sampai ada kotoran tersisa atau akan mengatakan pada bagian karyawan kalau kamu kerjanya jelek!” ancam Fanty dengan seringai sinis dan tatap muak pada gadis malang tersebut. Mengangguk, Hanae segera menunduk dan mengambil dua buat cup cofee yang sudah terguling di atas lantai. Meski tangannya terasa perih, tetapi ia tahan semua dan segera mencari cleaning service agar lantai kembali bersih. Selama ia mencari cleaning service, tatap melihat ke sekitar pada orang berlalu lalang di gedung kehakiman. Para pengacara, itu cita-citanya. Saat melihat pengacara lelaki atau perempuan ia selalu tersenyum. Berharap suatu hari nanti namanya akan bersinar di gedung ini. *** “Aku tadi melihat kamu memarahi anak magang yang baru masuk hari ini? Dia kelihatan ketakutan saat kamu marahi!” kekeh Daisy, sahabat Fanty saat mereka duduk berdampingan di depan meja kerja. Fanty tergelak dan mengangguk. “Hanae adalah wanita terbodoh yang pernah kutemui! Membawa dua gelas kopi saja gagal! Aku heran bagaimana dia bisa mendapat beasiswa pemerintah? Padahal, dia t***l sekali!” “Mungkin dia jual diri pada petugas yang menentukan beasiswa?” canda Daisy dengan kalimat yang sangat tidak patut. Keduanya terbahak mendengar gurauan itu. Mereka justru semakin intens menambahi bumbu di cerita karangan mereka sendiri. “Kita jadi acara weekend camp minggu depan?” tanya Fanty saat telah selesai menertawakan Hanae. Daisy mengangguk, “Iya, seluruh lantai dua diwajibkan ikut acara keakraban itu. Semua harus ikut, tanpa kecuali!” Mata Fanty berbinar, “Kalau semua harus ikut, berarti Xavion juga harus ikut, benar?” “Hmm, dia dan dua sahabat gilanya itu harus ikut. Aku tahu kamu pasti ingin berteriak, karena aku pun demikian!” kikik Daisy mengguncang gemas tubuh Fanty. “Xavion Young, Ezra Wu, dan Chaiden Black! Ulala! Aku tidak sabar duduk di pinggir api unggun bersama mereka, menatap wajah tampan mereka yang diterpa sinar hangat dari api unggun!” khayal Fanty. Yang dia sebut adalah tiga pemuda lajang paling terkenal di gedung kehakiman. Di mana kebetulan tiga lelaki itu merupakan sahabat baik yang selalu ke mana-mana bertiga. Kita baru saja bertemu satu orang, yaitu Xavion Young. Kita belum bertemu dua lainnya. Daisy mendadak ingin melakukan sesuatu, “Hey, Fanty. Apa anak magang itu juga akan ikut?” “Seharusnya iya karena dia sudah tergabung di karyawan lantai dua. Kenapa?” “Aku ada ide untuk membuat malam inagurasi baginya! Kita harus membuat acara keakraban itu menjadi acara yang tidak terlupakan baginya!” kikik Daisy dengan wajah pem-bully yang kental. Sekadar informasi, ibunya Daisy adalah salah satu hakim senior di gedung tersebut. Ia memiliki back up yang cukup kuat hingga menjadikan dia pihak yang suka menekan orang baru. Sementara Fanty, dia adalah putri dari asisten gubernur. Bukan kuat lagi, tetapi back up-nya sempurna. Persahabatan dua wanita dengan keluarga berpengaruh menjadikan mereka duo maut bagi setiap karyawan baru. “Kita harus plonco Hanae sama seperti kita selalu melakukannya pada semua karyawan magang sebelum dia!” gelak Fanty sambil berbisik. Deasy tersenyum culas, “Aku sangat setuju!” *** Sementara itu, di sudut gelap Kota Los Angeles ada seorang lelaki dengan wajah menyeramkan sedang duduk di kursi kerajaan bisnisnya. “Apa maksudmu kita tidak bisa membeli Xavion Young? Semua jaksa penuntut umum bisa kita beli!” Suara berat bertanya sambil mengepulkan asap cerutu dari bibir. Ia menyeringai, “Everybody has a price! Semua orang punya harga mereka masing-masing!” “Aku yakin Xavion Young bisa kita beli! Aku tidak mau dia melanjutkan penuntutan terhadap Maurice!” Seorang pria dengan bekas lula di pipi mendekat, kemudian suara seraknya terdengar. “Don Francesco, utusan sudah mencoba mendatangi Xavion Young dan menawarkan harga yang tinggi, tapi gagal. Dia bahkan mengancam akan memenjarakan kita dengan tuntutan percobaan penyuapan!” Seseorang lelaki lain menambahi, “Xavion Young memang terkenal tidak dapat dibeli oleh mafia. Dia tidak butuh uang karena keluarganya sendiri sudah kaya raya.” Lelaki yang dipanggil Don Francesco terkekeh bengis. “Kalau dia tidak bisa dibeli dengan uang, berarti kita harus cari kelemahannya!” “Setiap orang bisa dibeli. Dan kelemahannya yang akan kita jadikan mata uang terbaru untuk membelinya! Hahaha!”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN