44. Pengakuan

1726 Kata

“De, ayo sarapan...” aku menepuk pelan pipi Dean karena dia tak kunjung bangun. Tadi dia mengeluh lapar, sekarang giliran makanan sudah datang, dia malah tidur lagi. Karena Dean tampaknya masih enggan membuka mata, aku memindahkan nampan besar berisi aneka makanan ke teras kamar. Sepertinya makan di teras jauh lebih enak suasananya. Kami bisa duduk di kursi malas sambil menatap kolam renang kecil dan pemandangan kota Wina. “Sayang, ayo sarapan...” setelah kembali dari teras, aku duduk di sisi ranjang dan mengusap pipinya pelan. Dean dengan mata sayunya malah mengulurkan kedua tangan ke arahku. “Apa?” “Mau gendong!” Aku tertawa pelan, lalu mengangguk dan segera menggendong Dean ke teras kamar tanpa protes. Aku mendudukkannya di kursi malas, dan aku lagi-lagi tertawa ketika melihat De

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN