8

1067 Kata
Sasya masuk ke kamarnya dan melepaskan gaun pengantinnya dengan wajah kesal sekaligus sedih. Dia sedih karna tidak jadi nikah dengan Gibran dan kesal karna harus menikah dengan lelaki yang sangat dia benci. “Ini kamar untuk apa di hias?!” ucap Sasya dengan gigi gemeretuk. “Bibi! Bibi!” panggil Sasya dengan keras, membuat kakek Sulaiman dan orang tuanya mendengar suara Sasya. Mereka langsung mendatangi Sasya, begitu juga dengan pembantu mereka. “Ada apa Sasya, kenapa harus teriak-teriak seperti itu? Kan masih ada keluarga besar kita di luar, mertua kamu juga masih ada di sini,” ucap Kakek Sulaiman yang datang menghampiri Sasya. “Sasya mau sekarang juga kamar Sasya dibersihkan, semua di copot dan buat kamar Sasya seperti semula!” jawab Sasya dengan wajah kesalnya. “Apa ini artinya kamu akan mengabaikan suamimu di malam pertama kalian?” tanya kakek Sulaiman yang menatap tajam ke wajah Sasya membuat Sasya ketakutan. “Tidak, tapi Sasya tidak suka begini, dilepas aja semuanya,” jawab Sasya yang menjawab pertanyaan kakeknya dengan kaku. “Sasya, menurutlah sama kakek,” ucap mamanya Sasya sambil mengedipkan mata tanda dia ada di pihak Sasya. “Terserahlah, ya sudah kalian keluar sana, saya mau mandi,” ucap Sasya dengan wajahnya yang masam. “Jangan membangkang sama suamimu dan jangan durhaka sama dia! Sekarang Ridha Allah tergantung pada Ridha suamimu!” ucap Kakek Sulaiman memperingati Sasya. Lalu mereka semua keluar dari dalam kamarnya Sasya. Setelah semuanya pergi, mamanya Sasya diam-diam kembali menemui Sasya. Tok ... tok ... tok Mamanya Sasya mengetuk pintu dengan perlahan supaya kakek Sulaiman tidak curiga. Sasya kembali membuka pintu kamarnya. “Mama, masuk,” ucap Sasya mempersilakan mamanya untuk masuk ke dalam. “Kamu jangan cari masalah di depan Kakek, aduh, kamu ini pikirannya dangkal sekali, kalo kamu terus-terusan bersikap begini di depan kakek, bisa-bisa kakek tidak akan menepati janjinya akan memberikan warisan kakek untuk kamu, kamu mau kek gitu? Kamu mau hidup miskin?” tanya mamanya Sasya membuat Sasya menggeleng dengan cepat karna memang dia tidak mau hidup miskin. “Makanya, kalau kamu tidak mau hidup miskin, kamu baik-baikin lelaki itu di depan kakek kamu, kamu ambil hati kakek dengan memperlihatkan kalau kamu dan lelaki itu saling mencintai,” ucap Lila-mamanya Sasya. “Gak bisa dong Ma, orang Sasya sangat risih sama dia, gimana bisa seperti yang mama bilang,” gerutu Sasya membantah ucapan mamanya. “Sasya Sayang, jangan bodoh, ini hanya sandiwara di depan kakek kamu saja, ingat, di depan kakek kamu, bukan selamanya, setelah kalian mendapat hati kakek, kalian bisa minta apartemen atau rumah mewah dan kalian tinggal di sana, kamu bebas ngelakuin apa saja sama lelaki itu, bahkan kamu bebas bawa pacar kamu ke rumah supaya lelaki itu segera pergi dari hidup kita!” ucap Lila membuat Sasya tersenyum lebar. “Ide Mama cemerlang,” puji Sasya sambil mencubit pipi mamanya dengan gemas. “Tentu dong, memangnya kamu yang hanya menggunakan emosi untuk menyelesaikan masalah, sekali-kali main cantik sayangku,” jawab Lila mengejek Sasya. “Siap Ma.” “Ya sudah mama keluar dulu, takut kakek kamu curiga,” ucap Lila kembali. “Iya Ma,” jawab Sasya tersenyum puas mendengar ucapan mamanya. Setelah mamanya keluar, Sasya mandi dengan segera untuk menjalankan rencana pertamanya. Setelah mandi, Sasya langsung keluar dan menemui keluarga besarnya. “Mas Haikal mandi dulu, sudah saya siapkan air hangat, nanti mengobrol lagi,” ucap Sasya yang berdiri di dekat Haikal. Haikal yang mendengar suara lembutnya Sasya sangat bahagia, karna Haikal pikir Sasya benar-benar sudah bisa menerimanya saat ini. “Terima kasih banyak Sayang,” jawab Haikal yang bangkit dari tempat duduknya. “Saya pamit ke kamar dulu,” lanjut Haikal lagi yang pamit pada semua orang. “Ciee pengantin baru romantis banget,” ejek yang lain membuat wajah Haikal merona karna malu, dan Sasya berpura-pura ikut malu juga agar dramanya terlihat lebih nyata. Haikal dan Sasya masuk ke dalam kamar Sasya yang sangat luas dibandingkan dengan kamarnya Haikal yang sangat sempit. “Itu kamar mandi dan itu handuknya, saya keluar dulu,” ucap Sasya yang langsung keluar dari kamar mereka. Haikal masuk ke kamar mandinya dan membasuh tubuhnya dengan air hangat, setelah mandi Haikal baru ingat, dia tidak punya baju sepasang pun di rumah ini. Haikal sudah siap dengan handuknya yang hanya sebatas lutut. Ponselnya entah berada di mana juga dia tidak tahu, sepertinya tadi di titipkan sama Umminya. Haikal ingin menelpon Umminya supaya membawa pakaian ganti untuk dirinya, tapi Haikal tidak mungkin mencari Sasya di luar dengan memakai handuk saja, jadi Haikal lebih memilih menunggu Sasya kembali masuk ke dalam kamar. Seperti harapan Haikal, tidak berapa lama Sasya kembali masuk ke dalam kamar dan dia sangat kaget melihat d**a telanjang Haikal. Sasya dengan cepat menutup mukanya dengan kedua telapak tangannya. “Kenapa tidak tunggu di dalam kamar mandi saja biar aku bawakan kamu pakaian ganti?!” ucap Sasya agak keras membuat Haikal kaget karna sifat Sasya tidak lagi seperti tadi. “Maaf, saya hanya ingin meminjamkan ponsel untuk menelpon Ummi, biar Ummi membawakan pakaian saya ke sini,” jawab Haikal yang merasa bersalah karna sudah membuat Sasya tidak nyaman. “Ini bajumu, cepat ganti!” ucap Sasya sambil melempar baju ke arah Haikal. “Da ... dari mana kamu dapatin baju ukuran saya dengan cepat?” tanya Haikal lagi. “Bukan urusan kamu! Urusan kamu pakai bukan bertanya!” jawab Sasya dengan ketus dan segera meninggalkan Haikal. “Bagaimana bajunya? Apa ukurannya pas?” tanya kakek Sulaiman yang memberikan baju itu pada Sasya supaya Sasya memberikan pada Haikal. “Katanya sih pas Kek,” jawab Sasya. “Loh, kok katanya, memang kamu tidak bantuin suami kamu ganti baju?” tanya kakek Sulaiman. “Malu kek, kan masih belum terbiasa,” jawab Sasya sambil menutup wajahnya membuat kakek Sulaiman tertawa. “Ah iya kakek lupa, kalian kan masih pengantin baru ya,” jawab kakek Sulaiman sambil mengacak rambutnya Sasya. “Oh ya, ajak suamimu makan malam bersama, kamu harus menghidangkan nasi untuknya, kamu harus jadi istri yang baik,” lanjut kakek Sulaiman kembali. “Siap Kek,” jawab Sasya sambil tersenyum. Setelah kakeknya pergi Sasya rasanya ingin memuntahkan semua drama romantisnya bersama Haikal, dia benar-benar sudah tidak tahan harus berdrama terus, dia harus bisa mendapatkan rumah dari kakeknya dengan segera, supaya dia bisa segera pindah dari rumah ini dan menyiksa lelaki itu. Sasya masuk ke kamarnya, Haikal yang sudah rapi dengan tuxedo yang diberikan oleh kakeknya membuat ketampanan Haikal makin terpancar. Bersambung ...
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN