“Hoek!” Sudah hampir sepuluh menit Bela muntah-muntah sejak bangun tidur. Tristan memegangi rambut Bela di belakangnya, tangan lainnya memijit tengkuk Bela dengan hati-hati. “Masih pengen muntah?” tanyanya penuh perhatian. Bela mencengkram pinggiran toilet duduk, mengangguk kecil. Lalu, “hoek!” Ia muntah lagi. Tristan meringis, perutnya terasa bergejolak melihat tak ada lagi yang dimuntahkan Bela selain cairan kekuningan yang merupakan asam lambung. Hatinya serasa seperti dicubit kecil melihat penderitaan Bela karena mengandung anaknya. “Biasanya kalau muntah-muntah gini gimana?” Tristan bertanya, masih dengan telaten memijit tengkuk Bela. Wanita itu menggeleng. “Biasanya nggak pernah mual, apalagi muntah,” jawabnya lemah. Melihat wajah Bela yang pucat dan suaranya bergetar, Tristan