“Tristan?” Bela spontan berdiri. “Kenapa kamu ke sini? Aku kan udah bilang kalau hari ini bakal cuma sampe siang doang? Ini belum jam makan siang kamu udah di sini.” Tristan menatap Bela lekat, ada sorot kekecewaan dalam di matanya. Langkahnya pelan dan terukur. “Kalau aku nggak ke sini lebih cepat, aku nggak akan tahu sedalam apa kamu merasa bersalah karena musibah yang kita alami.” “Karena itu memang salahku, Tris. Awal penyebab papa marah sama kamu kan karena aku?” Tristan tiba di hadapan Bela, tapi ia diam. Bela menunggu hingga bibir tipis suaminya terbuka, mengatakan sesuatu. Mungkin Tristan akan mengatainya bodoh karena merasa perlu bertanggung jawab atas apa yang terjadi, atau memarahinya karena tidak memedulikan kesehatannya sendiri begini, atau sejenisnya. Namun, Tristan justr