06. Pendekatan Di Singapura

1180 Kata
Brian melangkah keluar dari Bandara Changi dengan langkah santai, tetapi dalam pikirannya bergejolak rencana besar yang telah ia susun. Dua hari tidak bertemu dengan Keisha, adik iparnya, membuatnya semakin mantap untuk menjalankan niatnya. Keisha adalah kunci. Gadis muda itu adalah satu-satunya harapannya untuk mendapatkan seorang anak—sesuatu yang tak bisa diberikan Kaila, istrinya, selama tujuh tahun pernikahan mereka. Ia mengeluarkan ponselnya dan mengetik pesan. "Keisha, aku sudah di Singapura. Kirim alamat apartemenmu, ya." Brian menekan tombol kirim dengan yakin. Tak butuh waktu lama, balasan Keisha masuk. "Baik, Kak. Ini alamat apartemenku. Sampai jumpa!" Membaca pesan itu, Brian tersenyum tipis. Keisha, seperti biasa, ramah dan polos. Dia tidak pernah curiga pada niat tersembunyi Brian. Dengan segera, Brian memanggil taksi dan memberikan alamat apartemen Keisha kepada sopir. Selama perjalanan, ia memandang ke luar jendela, berpikir tentang langkah berikutnya. Saat tiba di depan apartemen Keisha, Brian berdiri sejenak, menarik napas panjang. Ia mengetuk pintu. Tidak lama, pintu terbuka, memperlihatkan Keisha yang berdiri di sana dengan senyuman lebar. "Kak Brian! Kamu cepat sekali sampai," sapa Keisha ceria. Rambut hitam panjangnya tergerai indah, dan wajahnya tampak bersinar. "Iya, aku langsung ke sini begitu sampai," jawab Brian sambil tersenyum. Matanya dengan cepat memindai apartemen kecil itu, memastikan bahwa mereka benar-benar hanya berdua di sana. "Masuk, Kak," ajak Keisha. Ia mempersilakan Brian duduk di sofa ruang tamunya. "Jadi, bagaimana persiapan wisudamu?" tanya Brian, mencoba mencairkan suasana sambil tetap mengamati setiap gerak-gerik Keisha. "Semua sudah beres, Kak. Besok aku hanya perlu datang lebih awal untuk gladi resik," jawab Keisha sambil menuangkan minuman untuk Brian. Brian memperhatikan Keisha yang sibuk di dapur kecil apartemennya. Dalam hati, ia mengakui bahwa Keisha memang berbeda dari Kaila. Keisha lebih muda, lebih ceria, dan memiliki energi yang membuat Brian merasa hidup kembali. "Aku senang kamu bisa datang ke wisudaku, Kak. Rasanya seperti punya keluarga di sini," kata Keisha sambil tersenyum. Brian hanya mengangguk, tetapi pikirannya terus berputar. Keisha sudah menganggapnya sebagai kakak ipar yang peduli. Itu adalah langkah awal yang baik untuk mendekatinya. Ia harus bermain dengan hati-hati agar rencananya berjalan lancar tanpa merusak hubungan keluarga. "Tentu saja aku datang. Kamu kan adik iparku," jawab Brian dengan nada lembut, meski dalam hatinya ia memiliki niat lain. Hari itu, mereka menghabiskan waktu bersama. Brian mendengarkan cerita Keisha tentang kehidupan dan studinya di Singapura, sementara Keisha menikmati perhatian yang diberikan Brian. Namun, dalam benak Brian, ia terus merancang langkah demi langkah untuk mendekati Keisha lebih jauh. --- Keesokan harinya, Brian menemani Keisha ke acara wisuda. Ia berdiri di antara kerumunan tamu, memperhatikan Keisha yang terlihat anggun dalam toga hitamnya. Setelah upacara selesai, mereka merayakan hari itu dengan makan malam bersama di sebuah restoran kecil yang nyaman. "Terima kasih sudah datang, Kak. Aku benar-benar senang," ujar Keisha dengan tulus. "Kamu layak mendapatkan ini, Keisha. Aku bangga padamu," jawab Brian sambil menatapnya dengan penuh arti. Keisha tersenyum, merasa tersanjung. Namun, ia tidak menyadari bahwa di balik pujian itu, Brian menyimpan rencana besar yang suatu hari akan mengubah hidup mereka berdua. Brian melirik Keisha yang masih tersenyum ceria setelah makan malam. Mereka telah menghabiskan waktu seharian bersama, dan Brian tahu inilah momen yang tepat untuk melanjutkan rencananya. Ia menyesap sisa minuman di gelasnya sebelum berkata, "Keisha, gimana kalau kita balik ke apartemen? Aku rasa kita butuh istirahat setelah hari yang panjang ini." Keisha mengangguk tanpa ragu. "Boleh, Kak. Lagipula, besok aku juga harus bangun pagi untuk beberapa urusan kampus." Brian tersenyum kecil. "Bagus. Selain itu, aku juga ingin sedikit rileks. Mungkin nonton film di apartemenmu." Keisha tertawa lembut. "Kak Brian memang butuh istirahat, ya? Kakak kayaknya stres banget akhir-akhir ini." Mereka keluar dari restoran, berjalan bersama menuju tempat parkir. Selama perjalanan, Keisha sempat menoleh ke arah Brian dan berkata dengan nada lembut, "Kak, jangan terlalu keras sama Kak Kaila. Masalah anak itu kan bukan sesuatu yang bisa dipaksakan. Mungkin kalian belum dipercaya oleh Tuhan." Brian mendengarkan, tetapi hanya membalas dengan senyum tipis. "Iya, mungkin kamu benar," jawabnya singkat, meski dalam hatinya ia merasa jengah mendengar kata-kata itu. Kaila tidak ada di rumah sekarang, melainkan di Labuan Bajo bersama teman-temannya, seolah kabur dari masalah rumah tangga mereka. Keisha tampak tidak menyadari keresahan Brian. "Lagipula, Kak, liburan seperti ini bagus buat Kak Brian. Daripada terus-terusan ribut, lebih baik cari cara untuk santai." Brian memutar bola matanya sambil menyembunyikan ekspresi tak sabarnya. Namun, ia tetap menjaga sikap tenangnya di depan Keisha. "Iya, liburan ini memang membantu," katanya akhirnya. Setibanya di apartemen Keisha, gadis itu membuka pintu dan mengajak Brian masuk. Apartemennya kecil namun nyaman, dengan dekorasi sederhana yang mencerminkan kepribadian Keisha. "Silakan duduk, Kak. Aku ambilkan minum dulu," kata Keisha sambil melepaskan jaketnya. Brian duduk di sofa ruang tamu, mengamati sekitar. Ia merasa suasana apartemen ini memberikan kedamaian, berbeda dari rumah yang ia tinggalkan bersama Kaila. Ketika Keisha kembali dengan dua gelas minuman, ia duduk di sebelah Brian, menyerahkan segelas padanya. "Jadi, Kak, mau nonton apa?" tanya Keisha. Brian tersenyum kecil. "Kamu yang pilih. Aku ikut saja." Keisha tertawa. "Baiklah, aku cari sesuatu yang santai, ya." Ia mengambil remote dan mulai memilih film di layanan streaming. Sementara itu, Brian memperhatikannya dengan saksama. Dalam pikirannya, ia tahu bahwa ini baru langkah awal. Ia harus lebih dekat dengan Keisha, tanpa membuat gadis itu merasa curiga. Dan malam ini, ia merasa punya kesempatan besar untuk memulai langkah itu. Film dimulai dan Brian yang duduk di samping Keisha, matanya terfokus pada paha putih mulus milik Keisha, Brian mencoba mengalihkan pandangannya, tetapi matanya terus saja terfokus pada paha putih Keisha yang terlihat dari balik celana pendeknya. Ia menelan ludahnya dengan gugup, berusaha mengendalikan pikirannya. Namun, pikiran itu terus mengganggu dirinya, membandingkan Keisha dengan Kaila. Keisha, yang tampak tidak menyadari perhatian Brian, duduk dengan santai di sampingnya. Ia memakan cemilan yang ada di mangkuk di pangkuannya sambil menonton film yang diputar di televisi. Wajahnya terlihat tenang dan ceria, seperti tidak ada beban dalam pikirannya. "Aku suka banget film ini, Kak," kata Keisha sambil tersenyum. "Dulu sering aku tonton waktu masih di rumah." Brian hanya tersenyum kecil, berusaha menjaga sikapnya tetap biasa. "Oh, iya? Aku rasa aku juga pernah nonton, tapi udah lama banget." Keisha tertawa kecil, suaranya lembut. "Kakak selalu sibuk. Pasti nggak pernah sempat nonton film di rumah, kan?" Brian mengangguk, mencoba mengikuti alur percakapan tanpa terlihat terganggu. Namun, pikirannya terus berputar. Ia merasa tertarik dengan Keisha, tetapi ia tahu tidak boleh bertindak gegabah. Ia harus menahan diri, memastikan Keisha tetap merasa nyaman di dekatnya. "Keisha," kata Brian akhirnya, mencoba mengalihkan pikirannya. "Aku nggak tahu gimana caranya kamu bisa begitu tenang. Aku sendiri kadang terlalu banyak berpikir soal masalah." Keisha menoleh padanya, tersenyum lembut. "Kak, hidup itu nggak perlu dibuat rumit. Semua ada waktunya. Masalah yang Kakak dan Kak Kaila hadapi pasti akan selesai juga, kok." Brian menghela napas. Jawaban Keisha begitu polos, tetapi justru itu yang membuatnya semakin ingin lebih dekat dengannya. Namun, ia tahu harus berhati-hati. Untuk saat ini, ia hanya bisa menikmati kebersamaan mereka tanpa melangkah terlalu jauh. Film terus berputar, tetapi perhatian Brian sudah tidak lagi sepenuhnya pada layar televisi. Ia sibuk menyusun rencana di kepalanya, mencoba menemukan cara untuk mendekati Keisha tanpa merusak kepercayaan yang telah gadis itu berikan padanya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN