12. Direndahkan

1475 Kata
Tiada hari tanpa bahagia yang dialami Mulya, ada saja yang membuat gadis itu senang meski itu hanya hal-hal kecil. Sama seperti pagi ini, Mulya terus berjoget-joget sambil berjalan di koridor rumah sakit. Brian yang berjalan di samping Mulya pun sangat malu dengan tingkah gadis di sampingnya. “Mulya, jalan yang normal kenapa sih? Daritadi kayak uget-uget,” ketus Brian. “Aku tuh lagi seneng, Bri,” jawab Mulya. “Kenapa? Dapat duit lagi?” tanya Brian. “Kemarin aku diantar Dokter Alka pulang,” jawab Mulya membuat Brian membulatkan matanya. “Hei, Nona, kalau halu jangan ketinggian, nanti jatuhnya sakit. Dokter Alka ngantar kamu pulang, itu air laut bakal aku kuras,” oceh Brian mendramatisir keadaan. “Gak percaya banget jadi orang,” kata Mulya. Bagaimana mungkin Brian percaya dengan Mulya kalau dia saja tahu dengan mata kepala sendiri kalau Alka seolah tidak tertarik dengan Mulya. Setiap kali Mulya mendekati Alka, Alka langsung menolak Mulya mentah-mentah. “Kemarin tuh aku sama Dokter Alka pulang malem, terus aku diantar pulang deh,” kata Mulya. “Itu namanya bukan karen Dokter Alka suka sama kamu, tapi karena kasihan,” ejek Brian. “Kalau orang lain cinta karena terbiasa, Dokter Alka cinta kepadaku karena kasihan pun aku gak keberatan,” jawab Mulya. “Stres,” maki Brian kesal. Mulya tidak peduli mau dikatai stres atau gila, atau bahkan lebih parah dari itu. Karena Mulya benar-benar jatuh cinta dengan Alka. Mulya menuju ruangan Dokter Alka dengan semangat, gadis itu mengetuk pintunya pelan hingga suara Alka menyuruhnya masuk terdengar. Saat Mulya masuk, tubuh Mulya membeku sejenak saat melihat Alka bersama seorang perempuan yang dari jasnya terlihat Dokter juga. Perempuan itu duduk terlalu mepet dengan Alka, Mulya menatap Alka yang tidak mengelak saat didekati dokter itu, sedangkan dengan dirinya saja Alka langsung ngamuk kalau terlalu mepet. “Woy!” tegur Brian kepada temannya. Mulya tergagap sejenak, “Selamat Pagi, Dokter Alka!” sapa Mulya dengan sopan. “Selamat pagi,” jawab Alka. Setelah menyapa Mulya dan Brian, Alka kembali fokus kepada Dokter Yesha. Mereka membicarakan keluhan pasien tanpa mengajak Mulya dan Brian. “Sampai saat ini orang tua pasien menginginkan anaknya rawat jalan, tetapi untuk kondisi yang seperti ini tidak memungkinkan pasien dibawa pulang, Dok,” ucap Dokter Yesha. “Saya akan membujuknya,” kata Dokter Alka. “Mau bagaimana membujuknya, Dokter? Sedangkan mereka saja saat melihat kita langsung ngamuk dan mencerca kita. Mereka seolah sudah kehilangan kepercayaan kepada Dokter. Sedangkan pasien ini juga sudah overdosis obat herbal,” jelas Dokter Yesha. “Dokter, siapa yang mau dibujuk? Saya bisa membujuknya.” Mulya mengangkat tangannya dengan senang. “Kamu?” tanya Yesha seraya tertawa kecil seolah mengejek kemampuan Mulya. “Iya, saya bisa membujuk orang. Teman-teman saya di kampus tidak ada yang menolak bujukan saya,” jawab Mulya. “Mulya, bisa diam?” tanya Alka membuat Mulya terdiam. “Mulya, ini bukan hal sepele. Kamu baru menjadi anak koas, belum tahu apa-apa tentang emosi dan perasaan keluarga pasien,” jelas Yesha. “Sebelum menjadi Dokter, Anda pun menjadi anak koas. Kalau anak koas hanya diam, kapan mereka bisanya? Saya hanya menawarkan diri untuk membujuk pasien, apa salahnya?” tanya Mulya dengan lantang. Brian menyenggol lengan Mulya agar gadis itu diam, tetapi bukan Mulya namanya kalau tidak keras kepala. “Kemarin saya sudah membantu beberapa pasien juga, kenapa saya tidak dipercaya untuk membujuk-” “Mulya!” panggil Alka menatap gadis itu berharap gadis itu diam. “Kenapa lagi, Dokter Alka? Dokter juga tahu kalau kemarin aku membantu beberapa pasien bersama Dokter. Kenapa Dokter jadi meragukanku sama seperti Dokter Yesha?” tanya Mulya bertubi-tubi. “Ini bukan waktunya kita berdebat,” ujar Alka. Mulya kesal bukan main mendengar ucapan Alka. Mulai sekarang Mulya menjadikan Dokter Yesha salah satu perempuan yang masuk ke daftar hitamnya. Pekerjaan Mulya kali ini terasa lama gara-gara rasa kesalnya dengan Dokter Yesha. Setelah berbincang dengan Alka, Yesha segera keluar. Mulya memanggil pasien-pasien yang sudah masuk daftar hari ini. Biasanya Mulya akan bersikap ramah, tetapi hari ini Mulya tidak mau tersenyum sedikit pun. Alka sama sekali tidak peka dengan apa yang terjadi dengan Mulya, cowok itu memeriksa pasien-pasien yang masuk juga merekomendasikan obat. Seorang anak kecil datang bersama ibunya, anak kecil itu menangis karena takut dengan Dokter. “Huwaa … aku gak mau disuntik hikss hikss ….” Isak tangis bocah itu terdengar menggema di ruangan itu. “Pak Dokter tidak menyuntik, Sayang,” ujar Ibu pasien mencoba menenangkan. Bocah itu menatap ke arah Alka yang membuatnya semakin menangis. Anak kecil sudah takut saat diajak ke rumah sakit, apalagi mendengar nama dokter, bertepatan dengan itu wajah Alka sangat tidak bersahabat membuat pasien makin takut. “Hilangkan wajah antagonismu, anak-anak bisa sawan!” desis Mulya mendekati Alka. Alka tersentak mendengar ucapan Mulya, gadis kurang ajar yang berbicara seenak udelnya. Mulya mendekati bocah yang kini menangis sampai guling-guling di lantai. “Hai ganteng, siapa namamu?” tanya Mulya berjongkok untuk merendahkan tubuhnya. Bocah itu berhenti berguling-guling, tetapi masih menangis kencang. “Kakak punya ini,” ujar Mulya mengeluarkan dua action figure, satu berbentuk hulk, yang satunya berbentuk doraemon. “Aku gak mau ke dokter … huhuhu …..” Mulya pura-pura menangis sambil menggerakkan action figure doraemon. Gadis itu juga membawa doraemon untuk berguling-guling di lantai. “Hahaha … doraemon lemah. Lihat aku, aku kuat tidak takut apapun.” Mulya juga menggerakkan hulknya untuk menendang doraemon. “Kalau kamu gak mau ke dokter, kamu gak akan sekuat aku. Hahaha ….” Mulya terus menggerakkan hulknya. Brian tertawa melihat Mulya bagai dalang yang menggerakkan wayang. Juga bocah berusia lima tahun itu kini sudah menghentikan tangisannya. “Aku jadi kuat kayak hulk kalau aku ke dokter?” tanya bocah itu. “Tentu saja, nanti kamu punya otot yang besar,” jawab Mulya. “Aku bisa menghajar teman-teman?” tanya bocah itu lagi. “Jangankan menghajar teman-teman kamu, menghajar Dokter Alka saja kamu bisa,” jawab Mulya menunjuk Dokter Alka. Bocah itu menatap Alka sejenak, sedangkan Alka ingin menendang Mulya saat ini juga yang mengajari aneh-aneh kepada bocah itu. “Dokter aku mau kasih tau sesuatu,” ujar bocah itu pelan. Mulya mengangguk, sedangkan bocah itu segera mendekatkan bibirnya ke telinga Mulya. “Dokter, kenapa Dokter itu tidak mau tersenyum? Dia Dokter yang jahat dari neraka j*****m?” tanya bocah itu. Mulya tertawa terbahak-bahak mendengar ucapan bocah itu yang lucu. Sedangkan Alka sangat penasaran apa yang dikatakan oleh bocah itu sampai Mulya tertawa terbahak-bahak. “Ibu, aku mau diperiksa tapi sama Kakak Dokter ini,” kata Daren kepada Ibunya. “Dokter Alka yang memeriksa, ayo Kakak temenin. Nanti kalau Dokter nakal, Kakak akan bantu kamu menghajarnya,” ujar Mulya menggendong Daren. Daren mulai menangis karena tidak mau dekat-dekat dengan Alka. Namun, Mulya tetap membawa Daren untuk mendekati Alka. Mulya memangku Daren, sedangkan Alka mulai memeriksa bocah itu. “Jangan sentuh-sentuh!” sentak Daren. “Kata Kakak aku bisa sawan sama Dokter,” tambah bocah itu. Alka mengangkat bibirnya ke atas untuk tersenyum tipis, tetapi Daren masih saja takut. “Dokter, senyum!” titah Mulya. “Sudah senyum ini,” jawab Alka kembali tersenyum sedikit lebih lebar. “Kurang!” desis Mulya. “Sudah, Mulya,” jawab Alka lagi. “Yang begini loh, begini!” titah Mulya sambil menunjukkan senyumnya yang lebar. Alka mengakui kalau pasien anak-anak dan dewasa lebih enak menangani yang dewasa. Pasalnya kalau anak-anak akan rewel. Alka pun mengusung senyum lebarnya sampai deretan giginya kelihatan semua agar bocah itu tidak kena sawan seperti yang dikatakan Mulya. Namun, melihat senyum Alka malah membuat Daren takut hingga menangis. “Huwaaa ….” Daren mendorong tubuh Alka dan tidak mau diperiksa. Bocah itu bahkan menendang-nendangkan kakinya ke Alka. “Daren, tenang. Dokter sudah senyum itu,” ujar Mulya. “Senyumnya menakutkan huwaaa ….” Daren menjawab sambil menangis. “Mulya, kamu yang periksa!” pinta Alka. Mulya mengangguk dan mulai memeriksa Daren dengan stetoskop yang sudah menggantung di lehernya. Alka sedikit menjauh agar Daren berhenti menangis, Mulya pun memeriksa dengan seksama. Hingga suara pintu terbuka membuat yang berada di ruangan itu menatap ke arah sana. “Mulya, bagaimana kamu memeriksanya sampai anak itu menangis?” tanya Dokter Yesha segera menghampiri Mulya. Lebih parahnya, Dokter itu mengambil alih Daren ke gendongannya. “Mulya, keluar dari sini!” titah Yesha membuat Mulya terkesiap. “Tap– tapi Dokter Alka yang-” “Keluar, Mulya!” sentak Yesha tegas. “Kamu hanya anak koas, bagaimana bisa kamu sudah berani memegang pasien. Kalau salah diagnosa bagaimana?” tanya Yesha lagi. Mulya menatap Ibu pasien yang kini wajahnya tampak ragu menatapnya. Pagi ini Mulya sudah direndahkan dua kali oleh satu dokter yang sama. Sedangkan Alka sama sekali tidak mau membelanya. Mulya melepaskan stetoskopnya dan membanting ke meja, gadis itu lantas keluar begitu saja dengan perasaan yang marah. Mulya pikir masa koasnya akan menyenangkan, tetapi yang ada malah menyebalkan setelah ada Dokter Yesha yang selalu ikut campur dengan urusannya dan Dokter Alka.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN