Part 8 - Golok Pembunuh Naga

1110 Kata
Bu Yati, guru Bahasa Indonesia yang paling kubenci sedang berdiri disana sambil menatap tajam ke arahku. Di saat aku sedang berikrar dalam hatiku sendiri untuk tidak mengulangi lagi kehidupan sedihku sebagai jomblo di masa lalu, tiba-tiba saja muncul bayangan sosok manusia, yang lebih mengerikan daripada kuntilanak sekalipun, berdiri di depan mukaku. Aku langsung pucat pasi dan dengan keras membaca ayat kursi sekuat tenaga. Seisi kelas langsung tertawa melihat tingkahku. "Rajin!! Kamu pikir Ibu ini setan yang harus dibacain ayat kursi?" bentak Bu Yati yang tubuhnya menggemaskan dan jalannya sangat mirip dengan hewan yang bernama penguin itu. "Maaf Bu, tadi nggak sengaja," kataku sambil memohon maaf kepada sang Ratu yang menguasai semuanya di sekolahku ini. "Sini tangannya!!" kata Bu Yati ketus. Aku hanya bisa pasrah sambil berdoa, semoga mood Bu Yati tak seburuk biasanya, sambil memejamkan mata. Pletaaakkkkkkkk. Aku merasakan rasa sakit luar biasa di tanganku yang membuatku serasa ingin menjerit sekuat tenaga, atau ingin menggigit telinga si Penguin itu sampai putus. Bangke tikus got tergeletak di tengah jalan keinjek motor isi perutnya keluar nggak karuan!!! Aku mengeluarkan makian andalanku tanpa sengaja meskipun cuma dalam hati. Tapi, asli, bener-bener sakit. Aku baru ingat seberapa menderitanya nasib kami para siswa jaman segitu. Penggaris kayu yang panjangnya satu meter dan berbentuk tipis dengan tonjolan sebagai pegangan di bagian tengah-tengahnya itu, merupakan senjata andalan para guru untuk menyiksa kami. Kami menyebut benda itu sebagai golok pembunuh naga. Ketika Bu Yati mengayunkan golok itu untuk menebas tanganku tadi, saat itu aku tersadar. Aku bukan lagi Jin yang kaya raya dan pengusaha sukses dengan rumah mewahnya. Aku hanyalah Jin, si murid SMA cupu yang tak pandai bergaul dan sedang menjadi korban pelampiasan emosi dari seorang guru yang mungkin kurang belaian suaminya. Bangke!! Bener2 bangke!! "Coba kalau situ cantik!! Bakalan aku seret ke toilet sekolah!!" teriakku dalam hati. Dalam hati aja cuyy. Kalau beneran teriak gitu, habis tubuh aku dicincang sama si Penguin ini. Lagian siapa juga yang mau sama dia, kalau Bu Wiwit yang Guru Biologi itu? Hmmmm, ndak nolak aku. Sumpah ndak nolak. Wkwkwkwkwkwk. "Adudududududuh," cuma rintihan dan aduhan yang keluar dari mulutku sambil memegangi tanganku yang masih terasa sakit itu. "Makanya!!" teriak si Penguin. Aku mengangkat kepalaku dan menatap ke arahnya, "Makanya apa?? Apa salahku??" dengan suara pelan. Tapi, Seisi kelas langsung terdiam ketika aku mengucapkan kata-kata itu. Bahkan geng si Tjandra dan kroco-kroconya juga terdiam semua. Aku sendiri aja yang barusan ngomong juga terdiam dan sedikit menyesal. Bangke!!! Rutukku dalam hati. Bukan apa-apa, ini masih jaman kuda gigit besi cuyyyy. Guru itu diguGU dan ditiRU. Bukan jaman anak millennial yang kelakuannya kek dajjal semua. Di jamanku sekarang ini, ngelawan Guru dan ngelawan orang tua itu salah satu hal tabu yang paling terlarang dan bakal jadi bahan hinaan semua orang. Dan apa yang baru saja kulakukan tadi mungkin peristiwa pertama kalinya dalam sejarah di kelasku. "Kamu!!!" kata si Penguin dengan muka merah padam karena marah dan malu sambil menggunakan golok pembunuh naga di tangannya untuk menunjuk kearahku. Aku tahu dia marah besar dan malu juga pasti karena aku baru saja berani melawan otoritasnya sebagai seorang guru, tapi nasi sudah menjadi bubur, kita nikmati aja buburnya ya kan? Tanpa berkata apa-apa aku langsung mengemasi buku yang ada di mejaku dan memasukkannya ke tasku lalu menghilang dari ruangan kelas ini, berjalan dengan cepat ke arah parkiran sepeda yang terletak di pinggir jalan sana. "Jin!!" Sebuah teriakan memanggilku. Suara teriakan seorang gadis, tapi aku tak mempedulikannya dan tetap bergegas ke arah sepedaku dengan kepala menunduk dan berjalan cepat. Seperti yang biasa aku lakukan. Seperti yang biasa aku lakukan? Tunggu!! Bangke!! Aku berhenti dan memaki. Bukankah baru beberapa saat lalu aku berjanji akan berubah? Tak akan lagi menjadi Rajin yang menyedihkan? Rajin yang tak pernah merasakan pacaran? Rajin yang akhirnya menikah karena dijodohkan dengan Lydia? Rajin yang akhirnya cuma dikhianati saja oleh wanita k*****t berkedok istri yang setia? Cuihhhhhh! Aku langsung meludah ke arah kiriku. Kata kawanku yang bapaknya guru ngaji, kalau kita merasa diganggu setan, meludahlah ke kiri. Itulah yang aku lakukan sekarang. Setan k*****t, mau menggoyahkan keteguhan hatiku ya? Aku lalu menarik napas dalam dan membalikkan badan. Seperti dugaanku, si manis Lala sedang berjalan cepat ke arahku. Saat dia melihatku menunggunya, dia terlihat tersenyum ceria dan mempercepat langkahnya. "Kamu mau kemana?" tanya Lala dengan napas terengah-engah, mungkin karena mengejarku tadi. "Aku mau pulang saja," jawabku pelan. "Humph. Kalau pulang nggak kena marah sama Bapak Ibumu ya?" tanya Lala penuh selidik. "Pasti kena marah lah, apalagi Bapak," gumamku. "Sama, kita bolos aja yuk?" ajak Lala. "Ha?" aku agak kaget, seumur-umur mungkin ini kali pertama aku bakalan bolos sekolah dan itupun diajak oleh seorang cewek. "Kemana?" tanyaku kebingungan tak lama kemudian. "Udah, terserah kemana aja," jawab Lala sambil berjalan menuju ke parkiran sepeda sambil membetulkan posisi tasnya yang tadi sempat melorot ke samping. Entah kenapa aku tersenyum saat melihat sosok gadis manis itu dari belakang. Gadis manis berseragam putih abu-abu yang sekarang berjalan di depanku dan baru saja mengajakku bolos sekolah. Aku tahu kalau kehadiran Lala di sebelahku sekarang adalah bukti terbesar kalau aku sudah mulai berhasil menggeser jalan kehidupanku yang dulu kujalani. "Aku bukan lagi si Rajin menyedihkan itu!!" Teriakku dalam hati sambil berlari kecil menyusul gadis manis yang berjalan sambil menundukkan kepalanya itu. ===== "Ini kebun siapa Jin?" tanya Lala yang memeluk erat pinggangku sambil kuboncengkan di atas sepeda. Aku hanya terbatuk kecil dan terus mengayuh sepedaku menyusuri jalan tanah yang diberi lapisan batu-batu kerikil kecil dan berada di tengah-tengah kebun jeruk milik keluargaku itu. "Aku juga ndak tahu La. Tadi asal aja," jawabku. "Ini kita mau kemana?" tanya Lala pelan. "Mmm. Kita main ke rumah kenalanku aja yuk?" Dia tinggal di dekat kebun jeruk ini kok, jawabku. Lala hanya diam dan tak menjawab perkataanku. Aku pun terus mengayuh sepedaku dengan semangat, ini pertama kalinya ada seorang gadis duduk di belakang boncengan sepedaku. ===== "Mbok Minaaahhhhh," teriakku kencang. "Hush, yang sopan napa sih Jin. Teriak kenceng-kenceng gitu," tegur Lala yang melihatku berteriak kencang barusan. Aku hanya tertawa kecil sambil menggaruk kepalaku yang tidak gatal. Tak lama kemudian, wajah Mbok Darminah muncul di belakang pintu yang terbuka sebagian. Saat melihat wajahku, raut muka Mbok Minah terlihat kaget untuk sesaat lalu berubah senang. "Den, tumben main kesini?" tanya Mbok Minah sambil membuka pintu lebar-lebar dan mempersilahkan aku masuk. Tapi sesaat kemudian, Mbok Minah tertegun diam saat melihat ada sesosok gadis memakai seragam putih abu-abu yang berdiri di belakangku sambil tersenyum malu-malu. "Eh, ada bawa kawan ya Den?" tanya Mbok Minah beberapa saat kemudian. Aku masuk ke dalam rumah Mbok Minah dan merangkul si Mbok yang mengurusku sejak kecil itu sambil membisikkan sesuatu, "Jangan panggil Den, pura-pura aja kalau aku ini anak buruh kebun ini ya Mbok?" bisikku pelan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN