"Aaahhh. Enak Ndukkkk."
Enak nduk? Matamu!! Aku memaki dalam hati. Tapi langkah kakiku tak terkontrol dan berjalan berjingkat menuju ke arah suara itu berasal. Ingin melihat seperti apa adegan ehm-ehm yang terjadi di kebun Jeruk pagi ini.
"Mmmhhhhhhh. Terus Ndoro.. Yang dalemmmm."
Bangke. Makin hot aja. Sekarang giliran si cewek yang teriak keenakan. Minta disodok makin dalem pula. Huft. Ternyata, kegiatan paling tua yang dilakukan oleh manusia ini tak banyak berubah sejak dulu kala. Dari dulu sampe sekarang masih saja sama.
Yang dalemmm. Jepitttt. Goyanggg. Nungginggg. Genjotttt..
Huft. Aku dah puas ngerasain itu semua. Tak ada lagi yang bikin aku surpise, paling cuma penasaran saja. Tapi, ini kali pertama sejak aku kembali ke tubuh remajaku dan berkesempatan untuk menikmati live show xxx, makanya nggak mungkin kutolak, wkwkwkwk.
Apalagi di jaman ini, nggak ada yang namanya film blue atau Javanese Adult Video yang terkenal dengan kimochii-nya ya kan?
Deg.
Tapi tiba-tiba aku seperti disiram air dingin dan jantungku terasa berhenti berdetak.
Ndoro?
Bukankah hanya satu orang saja yang dipanggil dengan sebutan itu di rumahku? Dan dia adalah bapakku. Jangan-jangan yang lagi anuan dan sekarang mau kuintip ini adalah bapakku sendiri?
Bangke!! Entah kenapa, aku mulai merasa dadaku menggelegak panas dan sedikit emosi mulai terasa disana. Mulai curiga, kalau memang benar yang sedang enak-enak di kebun dan ada di depanku saat ini adalah Bapakku sendiri.
Aku mengendap-endap di sela-sela pohon jeruk dan mencari darimana arah suara itu berasal. Tak lama kemudian, aku melihat mereka berdua.
Seorang laki-laki paruh baya sedang berdiri dengan sarung yang diangkat dan diikatkan ke pinggang. Di depannya seorang wanita muda yang berumur dua puluh tahunan sedang berpegangan ke pohon jeruk di depannya.
Wanita itu memakai gaun terusan panjang tapi sama seperti si laki-laki, dia menaikkan roknya sampai ke atas pinggang.
Celana dalam si wanita diturunkan hingga ke mata kaki dan hanya satu kaki saja yang masih berada di dalam. Kaki satunya sudah terlepas dari celana dalam dan dia berdiri dengan kaki terbuka selebar bahu.
Tubuh si wanita agak membungkuk, pantatnya yang masih kencang dan kenyal terlihat menungging ke belakang.
Si laki-laki dan si wanita sama-sama bergerak dan aku bisa melihat dengan jelas kemaluan si laki-laki masuk ke celah mahkota si wanita yang terlihat tak memiliki bulu dan dicukur rapi.
Saat milik si laki-laki ditarik ke belakang, mahkota si wanita ikut tertarik juga, aku tahu kalau si wanita pasti belum pernah melahirkan dan miliknya masih sempit.
Aku lalu melihat ke arah atas dan ingin memastikan identitas mereka berdua.
Haaahhhhhhh.
Aku menarik napas panjang saat melihat wajah si laki-laki dan wanita di depanku.
Benar seperti dugaanku, si laki-laki adalah Bapakku sendiri sedangkan si wanita adalah Lestari, kakak kandung Lastri.
Bangke!!!
Kan Mbak Lestari sudah nikah sama Kang Darmo, tapi kok bisa-bisanya?
Aku mencoba menekan rasa marahku atas kelakuan Bapakku yang sekarang nyata-nyata sedang terjadi di depanku.
Aku lalu mengendap-endap meninggalkan tempat ini.
Setelah aku berlari selama beberapa menit, aku berhenti.
Aku berbeda dengan anak-anak lainnya, mungkin mereka akan tetap terpaku di tempatnya saat melihat adegan tadi. Tapi aku? Aku punya 52 tahun pengalaman hidup yang tak kalah dengan pengalaman Bapakku sendiri.
Dan kini aku hanya termenung lalu kembali berpikir untuk memutuskan apa yang akan aku lakukan.
Tapi..
Anehnya, kepalaku masih dipenuhi oleh bayang-bayang tadi. Bayang-bayang Bapakku yang sedang menikmati tubuh istri orang lain. Adek kecilku menggeliat karena bayangan erotis itu.
Dalam kehidupanku yang lalu, aku memang bisa dibilang 'anak baik-baik'.
Aku tak pacaran.
Aku tak punya kawan.
Aku menikah karena perjodohan.
Perjodohan yang diatur sebelum Bapak meninggal. Aku dijodohkan oleh Bapak dengan putri salah satu koleganya. Pernikahan yang ujung-ujungnya berakhir dengan kehancuran.
Istriku selingkuh dan aku menjadi jijik dengannya. Aku menjadi laki-laki pengecut yang berusaha mempertahankan pernikahanku meskipun semua itu palsu.
Istriku gentayangan mencari laki-laki lain.
Anakku hilang dalam dunianya sendiri.
Dan aku menyibukkan diri dengan berpura-pura bahagia dan mengurusi perusahaanku.
Di saat kebutuhan biologis itu datang, aku gunakan uang untuk memenuhinya. Memanggil wanita-wanita panggilan kelas atas dan menyalurkan hasratku kepada mereka.
Tapi tak pernah sekalipun aku melakukan apa yang Bapak lakukan.
Meniduri istri orang.
Mendapatkan sesuatu yang bukan haknya.
Dan entah kenapa. Aku justru panas dingin karena itu.
Sakitkah aku?
Aku mengatur napasku yang masih memburu dan membungkukkan badanku. Mencoba meredakan si kecil yang masih menegang karena semua pikiran kotor di kepalaku.
Bangke!!
Ini semua seperti sebuah 'butterfly effects'. Di kehidupanku yang lalu, aku penyendiri dan tak pernah keluar dari kamarku. Jadi, aku tak pernah mengalami kejadian tadi, memergoki Bapakku sedang berbuat tak senonoh.
Semuanya berawal dari keinginanku untuk merubah diri.
Hanya dengan berlari pagi, lalu aku memergoki Bapakku, kemudian aku mulai berpikiran aneh-aneh tentang hasrat seksualku. Seakan-akan semua pengalaman hidupku mulai bergeser.
Saat itulah aku tersadar, hidupku tak akan lagi sama.
Ya.
Hidupku tak akan lagi sama.
Aku menggenggam erat kepalan tanganku dan mengepalkannya.
Aku tak ingin menjadi Jin yang menyedihkan.
Jin yang pulang kerumahnya dan dipenuhi kehampaan.
Aku tak tahu apakah ini akan membawaku menuju masa depan yang berbeda dan lebih baik. Tapi setidaknya aku tak akan menjadi si Jin yang menyedihkan itu.
=====
"Pak, aku mau latihan beladiri," kataku pelan saat makan malam.
Kling.
Ibu dan Bapak meletakkan sendoknya bersamaan dan menatapku tak percaya.
"Kenapa?" tanya Bapak sambil menatapku penuh selidik.
"Nggak pa pa. Memangnya aneh ya anak cowok latihan beladiri?" tanyaku balik.
Bapak menunjukkan sedikit raut muka kaget saat aku menatap matanya.
Saat itu aku tersadar, aku terlalu ekstrim.
Bukan dengan permintaanku, tapi dengan sikapku. Seingatku, aku memang tak pernah berani menatap mata laki-laki yang kupanggil Bapak itu.
Aku anak yang canggung.
Aku selalu makan dengan menundukkan kepalaku.
Aku selalu mendengarkan kata-kata Bapakku seperti titah seorang Raja tanpa pernah melawan.
Saat Bapak menanyaiku seperti barusan, biasanya aku akan langsung menciut ketakutan.
Tapi.
Aku tak sama.
Aku bukan Jin yang itu.
Buat apa aku takut pada seseorang yang penuh kepalsuan seperti dia.
Berlagak menjadi orang tua yang sempurna tapi doyan menikmati istri orang.
"Kamu serius Le?" tanya Ibu.
Aku tersenyum dan menganggukkan kepalaku.
Bapak lalu kembali meneruskan makan malamnya tanpa memberikan jawaban.
Diam saja?
Kau pikir bisa menghindar?
"Jadi gimana Pak?" tanyaku lagi.
Bapak kembali menatapku.
"Humph," dengusnya, "besok Bapak ngomong sama Atmo. Kau belajar sama dia," jawab Bapak.
Aku menganggukkan kepalaku.
"Suwun Pak," jawabku sambil meninggalkan meja makan keluargaku.
Konfrontasi pertamaku dengan Bapak yang berhasil kumenangkan dan tak pernah kurasakan di kehidupanku yang lalu.
Dan, it feels good...
Aku berjalan kekamarku dengan sebuah senyum penuh kemenangan.