Aku larut dalam ingatan masa lalu. Hingga tak sadar air mata terus mengalir. Sampai akhirnya tangan Bunda mengusap lembut pipiku dengan tisu. "Endit kenapa nangis?" Aku meraih tangan Bunda dan meletakkannya di daguku. "Endit kangen Kakek dan Nenek, Bun." Bunda menatap mataku sambil berkaca-kaca. Lalu meraih tubuhku dalam pelukannya. Kami menangis bersama. "Maafkan Bunda, ya, Nak. Andai saat itu Bunda ada di rumah, mungkin masih bisa mengajak Kakek dan Nenek lari keluar kamar dan menyelamatkan diri dari kebakaran." Bunda berkata dengan terbata. Aku menghela napas dengan berat. "Endit tahu Bunda terus menyesali akan ketidak beradaan Bunda di rumah saat kejadian. Akan tetapi, mengapa setelah pemakaman Kakek dan Nenek tidak kembali bersama Endit ke Jogja? Kenapa Bunda memilih kembali
Unduh dengan memindai kode QR untuk membaca banyak cerita gratis dan buku yang diperbarui setiap hari