Kaia yang tadinya santai mendadak terdiam, sadar dirinya salah bicara. “Eh, ya cuma bercanda, Kak. Nggak serius kok,” katanya dengan kikikan kecil, mencoba mencairkan suasana. Bara melangkah mendekat, tubuhnya menjulang di depan Kaia. Satu tangannya bertumpu di kusen pintu balkon, memerangkap gadis itu. Mata gelapnya menatap tajam ke mata Kaia, membuat gadis itu merasa seolah-olah seluruh udara di sekitarnya menghilang. “Aku nggak suka bercandaan kayak gitu, Kaia,” ucapnya tegas, suaranya rendah dan dalam. “Apalagi soal Aldo.” Kaia menelan ludah, tiba-tiba merasa salah telah menyebut nama pria itu. “Iya, maaf… Nggak akan aku ulangi,” gumamnya pelan. Bara menarik napas panjang, bahunya sedikit mengendur. Namun, sebelum menjauh, ia mendekatkan wajahnya ke telinga Kaia dan berbisik, “Dan

