Bara menatap Kana dengan tatapan bingung, perasaannya semakin gelisah. Sejak awal rapat, pikirannya tak pernah benar-benar ada di ruangan itu. Berkali-kali ia melirik ponselnya, berharap ada pesan atau panggilan dari Kaia, istrinya. Namun, layar ponselnya tetap kosong. Kana berdiri di sudut ruangan, wajahnya pucat pasi, keringat dingin membasahi pelipisnya. Ia menelan ludah dengan gugup sebelum akhirnya membuka mulut. "Tuan Bara... Saya... Saya harus memberi tahu Anda sesuatu..." Bara mengangkat alisnya, jantungnya berdegup kencang. "Apa? Ada apa, Kana?" suaranya tegas, tetapi di dalam, perasaannya sudah bergemuruh. Kana terengah, hampir tak sanggup berbicara. "Nona... Nona Kaia... Dia... Dia terlibat kecelakaan beruntun di jalan tol, Tuan." Perasaan Bara seketika terhenti, seperti ada

